Jakarta, CNN Indonesia -- Jean-Marc Bosman mungkin bukan nama pemain yang dikenal banyak orang, tetapi ia memiliki dampak besar dalam dunia sepak bola modern dibanding pemain, manajer, atau klub manapun.
Pada 1990, kontrak Bosman dengan klub yang ia bela saat itu, FC Liege telah berakhir, dan pemain asal Belgia itu pun berusaha mencari "rumah" baru. Gayung pun bersambut.
Klub asal Perancis, Dunkirk berminat memboyong Bosman. Namun, FC Liege menolak dan justru menetapkan sejumlah harga, sehingga kepindahan Bosman tidak pernah terlaksana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buntutnya, gaji Bosman dikurangi dan dipaksa bermain dengan tim muda. Keberatan dengan kondisi demikian, ia pun mengajukan kasus ini ke Mahkamah Uni Eropa guna menuntut haknya.
Tak ada yang pernah menduga pastinya jika pengadilan akan mengeluarkan keputusan yang mengubah wajah sepak bola profesional itu pada 1995.
Mahkamah Uni Eropa mengeluarkan dua keputusan besar.
Pertama, klub tidak lagi dapat menetapkan harga bagi pemain yang kontraknya sudah habis. 'Sistem kuota' yang mengatur berapa jumlah pemain asing dalam sebuah klub juga berubah total.
Semua klub diperbolehkan membeli banyak pemain dari negara UE lainnya sebanyak yang mereka mau.
Invasi Pemain Asing di Liga-liga EropaPeraturan Bosman, begitulah keputusan ini kemudian dikenal luas. Sejak itu, banyak klub, terlebih di Liga Inggris, memanfaatkan hasil keputusan tersebut.
Sebut saja Arsenal dan Chelsea yang tidak memiliki pemain lokal di tim utama mereka pada pertengahan periode 90-an. Klub-klub Eropa pun berusaha mencegah kehilangan pemainnya dengan menawarkan kontrak baru, jauh hari sebelum habis, hingga ikatan jangka panjang dengan gaji besar.
Klub juga memilih menjual pemain dengan harga murah sebelum kontraknya habis. Pemain pun dapat memiliki posisi tawar-menawar yang lebih baik.
Namun keputusan ini juga dapat menimbulkan dampak negatif, terlebih bagi klub-klub kecil.
Klub kecil dengan dana terbatas akan kesulitan "memagari" pemain bintang mereka dengan kontrak jangka panjang. Alhasil, terkadang klub besar dapat "mencuri" pemain bintang tersebut dengan status bebas transfer.
Pemain yang ingin pindah klub juga bisa menolak sodoran kontrak baru. Saat kontraknya berakhir, sang pemain pun bebas melenggang ke klub baru yang ia inginkan.
Terjerat Kasus HukumBanyak pemain mendapat keuntungan dari hasil usaha Bosman ke ranah hukum ini. Namun, Bosman sendiri justru tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya.
Ketika banyak pemain merasakan keuntungan perjuangannya di meja hijau, karir Bosman justru tenggelam. Ia justru terseret lingkaran candu alkohol.
Perlahan-lahan, pundi-pundi uang Bosman semakin menipis lantaran salah investasi. Kasus-kasus hukum kekerasan dan alkohol melilit hidupnya.
Yang paling anyar, pada 2011 lalu, Bosman menghadapi tuntuntan di meja hijau akibat memukul istrinya yang menolak membiarkan putrinya membelikan alkohol untuk sang ayah.
Saat ini, Bosman tengah mendapat bantuan konseling dari FIFPro agar bisa lepas dari ketergantungannya pada alkohol. Hal ini sebagai penghormatan atas jasanya membuka kesempatan bagi pemain-pemain profesional lainnya.
(vri/vri)