Jakarta, CNN Indonesia --
Pengantar: Tulisan berikut ini disadur dari artikel yang pernah dimuat CNN.com dengan judul asli 'Running Debate: Bare or in a Shoes'.Terry Chiplin, 55, tak memerlukan sebuah penelitian dari Universitas Harvard hanya untuk mengetahui yang telah ia pahami selama bertahun-tahun.
"Bagi saya, berlari telanjang kaki tidak lebih menyakitkan ketimbang mengenakan sepatu khusus lari," kata pria keturunan Inggris tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika dirinya masih di sekolah menengah ia akan berlari telanjang kaki kapan pun dia menginginkannya.
Setelah sempat berhenti berolahraga ketika memasuki usia dewasa, Chiplin kembali melakukan olahraga di usia baya. Ia lalu membeli sebuah sepatu lari yang bagus.
"Saya pulang ke rumah dengan lecet-lecet, kaki saya sepertinya telah membunuh saya," katanya. "Jadi, suatu hari, saya mengatakan kepada diri saya sendiri. 'Siapa yang peduli dengan pikiran orang lain? Saya akan menjejakkan (telapak kaki) ke bumi'."
Sejak 2010 lalu, Chiplin akhirnya memilih berlari telanjang kaki kapan pun ia bisa, walaupub ia menjadi seorang instruktur kegiatan olahraga outdoor di Estes Park, Colorado.
Ia adalah satu dari banyak pelari yang memperdebatkan penelitian tentang pola lari yang paling efisien, sebuah hasil kajian ilmiah yang dipimpin penelti biologis evolusi Universitas Harvard, Dr Daniel Lieberman.
Kajian itu adalah salah satu kajian ilmiah pertama yang membandingkan bagaimana dampak tubuh ketika seseorang berlari menggunakan sepatu atau bertelanjang kaki. Dengan menggunakan rekaman video berkecepatan tinggi, penelitian itu menunjukkan bahwa pelari tanpa alas kaki akan menghentakkan seluruh masa tekanan ke tubuh tubuh.
Ketika Anda bertelanjang kaki, Anda akan mendaratkan pijakan dengan bagian kaki yang paling kenyal.
Sementara itu, pengguna sepatu akan menjejakkan tanah dengan tumit mereka dan mengirimkan getaran balik sebesar dua per tiga berat tubuh.
Subyek dari percobaan Lieberman itu adalah para pelari Kenya yang menghabiskan hidup mereka dengan berlari telanjang dan tim lari Harvard yang terbiasa lari menggunakan sepatu.
Perhatikanlah perbedaan antara pelari telanjang kaki dan yang menggunakan sepatu.
Leif Rustvold adalah seorang pekerja di bidang layanan kesehatan. Dia juga memiliki gelar master di bidang Biologi Antropologi. Pria asal Portland, Oregon itu juga adalah seorang pelari yang terbiasa menjalani aktivitasnya dengan telanjang kaki.
Rustvold baru terbiasa berlari telanjang kaki beberapa tahun terakhir dan dia telah menunjukkan perkembangan dalam efisiensi lari (tanpa sepatu). Dia memprediksi bahwa berlari telanjang kaki akan tetap dipraktikkan secara minoritas.
"Pelari selalu mempedulikan tentang risiko cedera terlebih dulu, dan berlari telanjang kaki tampaknya begitu. Awalnya, sepertinya (berlari telanjang kaki) itu akan membuat orang terluka," kata Rustvold,"Di samping itu kita telah menggunakan sepatu selama bertahun-tahun. Tak ada yang dapat memutarbalikkan fakta tersebut," tukas Rustvold membela kebiasaan barunya, berlari telanjang kaki.
Lieberman menyatakan hasil penelitian tidak berarti membela para pelari telanjang kaki.
Amanda Musacchio, 35, seorang warga Wheaton, Illinois adalah salah satu pelari yang menonjol di negara bagiannya. Musacchio mengenakan sepatu dengan sol yang tipis ketika dirinya masih aktif sebagai sprinter di SMA. Ia pun tak pernah mengalami cedera.
Namun, ketika dia mulai berlari jarak jauh di usia dewasa, dia berpikir untuk mengenakan bantalan yang tebal untuk membantunya. Tapi, sebaliknya ia tersiksa dengan luka, sehingga ia kemudian berlari dengan kaki telanjang.
"Saya mulai berlari telanjang kaki selama lima menit setiap ada waktu. Dan sekarang saya merasa baik seperti ketika saya 20 tahun lalu ketika saya masih seorang sprinter. Kaki saya seperti mengingat lagi bagaimana menyentuh tanah dengan tepat pada bagian ujung kaki," kata Musacchio.
Namun, bagaimana dengan pendapat orang yang memilih berlari menggunakan sepatu lari? Spurgeon Hendrick adalah seorang pelari yang secara reguler melakukan
trail run di luar kota Atlanta, Georgia, atau lari dalam tempo waktu lama.
Dia menuding penelitian Lieberman secara sepihak telah disponsori Vibram USA--sebuah industri sepatu yang membuat alas kaki menyerupai kaki manusia secara utuh.
Informasi itu, kata Hendrick, terlihat pada setiap halamannya. Perusahaan itu membuat Vibram 5 jari dengan kulit latex yang tipis dan bentuk jari seolah pemakainya berlari telanjang kaki. Pada akhir dekade 2010 sepatu itu terjual seperti kue yang keluar dari panggangan. Laris. Dan hasil kerja Lieberman pada 2009 itu diiringi penjualan buku laris pada 2009,
Born to Run.
 Sepatu Vibram yang dibuat dari bahan lateks dan ketika digunakan seolah berlari telanjang kaki. (Getty Images/Joe Raedle) |
"Saya tidak dapat lari telanjang kaki atau dengan Vibram, bahkan ketika saya menginginkannya. Saya mengaitkan kaki pada akar dan batu terlalu banyak, dan di usia saya seperti ini, saya tak memiliki waktu untuk menyembuhkan jari yang terluka."
Dan, Lieberman bersikeras Vibram tak mensponsori penelitian dirinya, hanya didanai Pusat Penelitian Prasejarah Amerika Universitas Harvard dan Goelet Fund.
"Saya takut orang-orang salah memahami saya. Saya tidak memberi tahu orang tentang apa yang harus dilakukan, sepatu seperti apa yang perlu digunakan, atau apapun itu semuanya," ujar Lieberman.
Namun, banyak pelari yang mengatakan--terlepas dari faktor uang--pelajaran yang dapat diambil dari penelitian itu adalah pahami pelajaran dasar: pahami tentang gerakan unik Anda.
Penelitian lain yang memfokuskan pada pola berjalan dilakukan ilmuwan biologi dari Universitas Utah, Profesor David Carrier.
Carrier terkenal di antara para pelari jarak jauh--terutama Amerika--ketika ia mencoba untuk berlari bersama kawanan antelop beberapa tahun lalu untuk membuktikan manusia memang diciptakan sebagai pelari jarak jauh. Bahwa kemampuan bertahan pelari itu tergantung pada kemampuan mereka untuk terus memburu.
Dia menemukan fakta, meskipun manusia telah berevolusi untuk berlari jarak jauh, manusia juga berkembang menjadi seorang pejalan kaki yang lebih efisien dibanding nenek moyang kita pernah lakukan, yaitu dengan menjejakkan tumit lebih dulu.
Untuk penelitian tersebut, Carrier menggunkan subyek para relawan yang merupakan atlet triatlon, pelari, dan pemain bola.
Sebagian besar mamalia seperti anjing, kucing, dan rakun berjalan dan berlari dengan ujung kaki menjejak lebih dulu. Sebagian kecil spesies mamalia menjejakkan kaki lebih awal pada tumit mereka yaitu beruang, manusia, dan kera besar seperti simpanse, gorila, dan orangutan.
"Hasil penelitian kami menunjukkan postur penggunaan tumit meningkatkan nilai ekonomi saat berjalan tetapi tidak ketika berlari," kata Carrier, "Anda mengonsumsi lebih banyak energi ketika berjalan dengan tumit lebih dulu. Jadi berlarilah dengan ujung kaki kemudian berjalanlah dengan tumit lebih dulu."
"Saya pikir ini sangat sulit, jika bukan mustahil, untuk mengubah mekanisme tubuh. Dan orang akan mencoba, atau mencoba dengan cepat dan tanpa hati-hati, akan terlempar ke kantor saya," kata Dr Perry Julien seorang ahli tulang yang telah membantu para pelari Olimpiade.
Jika anda berjalan kaki, cobalah pahami bagaimana kaki anda menjejak tanah dan itu akan membuat anda lebih efisien (dalam menggunakan energi). Jika Anda seseorang dengan berat 90 kg dan melakoni
treadmill beberapa kali dalam sepekan, berlari telanjang kaki mungkin tak akan sepadan untuk mengembangkan dan memperkuat otot betis.
Tekanan pada fraktur, tendon, atau plantar fasciitis (ligamen pada tumit), akan dialami pelari yang tak pernah berlatih lari telanjang kaki secara reguler.
(kid)