Putra Permata Tegar Idaman
Putra Permata Tegar Idaman
Menggemari bulutangkis dan mengagumi Roberto Baggio sejak kecil. Pernah bekerja di harian Top Skor dan Jakarta Globe. Kini menjadi penulis di kanal olahraga CNN Indonesia

Piala Sudirman: Usaha Maksimal di Keterbatasan

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Senin, 18 Mei 2015 18:34 WIB
Kekalahan Indonesia di Piala Sudirman bukan berarti tim tidak berusaha keras, namun kemampuan Indonesia memang tertinggal dari Tiongkok.
Indonesia tersingkir di semifinal Piala Sudirman setelah kalah dari Tiongkok. (ANTARA FOTO/Saptono)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia kembali gagal membawa pulang Piala Sudirman ke Tanah Air. Itu berarti sudah seperempat abad Piala yang namanya diambil dari tokoh bulutangkis Indonesia Dick Sudirman tak kembali ke pangkuan.

Sama seperti dua tahun lalu, Indonesia kembali harus melupakan ambisi tersebut di tangan yang sama, Tiongkok. Dua tahun lalu kalah 2-3 di babak perempat final dan tahun ini takluk 1-3 di babak semifinal.

Melihat dua penyelenggaraan terakhir Piala Sudirman, boleh dibilang Indonesia adalah negara yang paling membuat repot Tiongkok dalam perjalanan mereka memburu gelar juara meski Indonesia sendiri tak pernah sampai di babak final.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah maksimalkah usaha tim Indonesia di Piala Sudirman 2015? Sudah.

Sudah maksimalkah kekuatan bulu tangkis Indonesia saat ini? Belum.

Bila berbicara mengenai perjuangan Indonesia melawan Tiongkok di babak semifinal kemarin, boleh dikatakan skuat 'Merah-Putih' sudah benar-benar mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimiliki.

Jika kekuatan tim Indonesia diibaratkan sebuah tali yang panjangnya 10 meter, maka pada laga lawan Tiongkok kemarin, tali itu benar-benar sudah terbentang sepanjang 10 meter, tanpa ada bagian yang mengendur sedikitpun.

Artinya, Indonesia memang sudah tidak menyisakan apa-apa dari laga kemarin. Seluruh pemain yang tampil benar-benar sudah memberikan yang terbaik yang bisa mereka lakukan di lapangan.

Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan mengerahkan performa terbaik mereka, Bellaetrix Manuputty tak peduli cedera, Jonatan Christie terlihat lebih matang dari umur dan jam terbang miliknya, dan Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari sudah berjuang hingga poin penghabisan.

Tidak ada pemain yang tampil buruk di laga dimana Indonesia kalah 1-3 dari Tiongkok. Semua patut pulang dengan dagu terangkat dan kepala yang tegak.

Namun jelas, tegaknya kepala para pebulutangkis itu harus diiringi kesadaran diri bahwa kekuatan bulutangkis Indonesia belumlah maksimal saat ini.

Dalam sebuah kalimat sederhana mungkin bisa dijabarkan seperti ini: 'Kemenangan Tiongkok atas Indonesia adalah kewajaran dan keberhasilan Indonesia menaklukkan Tiongkok adalah kejutan."

Banyak pemerhati bulutangkis dunia yang pastinya paham benar kalimat di atas. Indonesia memang sulit untuk menang dari Tiongkok bila melihat hitung-hitungan dan perbandingan kekuatan tim di atas kertas.

Tim pelatih Indonesia pun paham bahwa keberhasilan mereka untuk bisa menaklukkan Tiongkok bakal bertumpu pada tiga nomor ganda.

Tanpa menepikan perjuangan pemain-pemain tunggal, sejak awal pelatih pun tak memberikan banyak beban bagi pasukan tunggal.

Tiga poin yang wajib didapat sebagai syarat kemenangan ditanggung menjadi beban pada tiga nomor ganda yang bermain.

Bandingkan dengan Tiongkok. Tiga poin yang jadi syarat kemenangan ditanggung pada semua pemain yang turun di lima nomor pada pertandingan tersebut.

Tiongkok punya 'tiga nyawa' dalam menghadapi Indonesia kemarin. Mereka baru benar-benar khawatir saat mereka dua kali kalah karena itu berarti mereka hanya tinggal punya satu nyawa.

Mengapa demikian? Karena mereka sangat yakin bahwa perbedaan kekuatan di nomor tunggal antara mereka dan Indonesia di atas kertas tidaklah seimbang.

Sementara itu Indonesia hanya punya 'satu nyawa.' Itu karena sudah ada hitungan bahwa Indonesia bakal kalah di nomor tunggal.

Presentase kemenangan Indonesia baru bisa jadi naik jika nomor tunggal benar-benar menampilkan permainan sensasional di lapangan, jauh di atas performa terbaiknya saat mereka tampil di turnamen perorangan.

Dan akhirnya, Tiongkok lah yang berhasil menjadi pemenang, melaju ke final dan mengakhiri turnamen dengan gelar Piala Sudirman keenam secara berurutan.

Kekuatan Merata di Lima Nomor

Tiongkok sukses menjadi yang terhebat dalam enam penyelenggaraan terakhir Piala Sudirman. Itu semua lantaran mereka memiliki kekuatan merata di lima nomor pertandingan bulutangkis, tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.

Tidak hanya merata, namun juga dalam karena di satu nomor mereka tidak hanya memiliki satu pemain hebat saja, melainkan 2-3 orang yang kemampuannya nyaris sama hebatnya.

Bedanya kekuatan Indonesia saat ini dengan periode 1990-an, di mana Indonesia juga kalah dominan dari Tiongkok di Piala Sudirman, saat itu kekuatan Indonesia boleh dibilang sama hebatnya dengan Tiongkok.

Tak ada yang benar-benar tahu siapa yang keluar sebagai pemenang dan penampilan di lapangan lah yang menentukan.

Saat ini, selain tidak merata di lima nomor, kekuatan Indonesia juga tidaklah dalam. Ahsan/Hendra, Greysia/Nitya, dan Tontowi/Liliyana adalah nama-nama yang sudah bisa ditebak bakal diturunkan oleh Indonesia di turnamen Piala Sudirman kali ini.

Tidak dalamnya skuat Indonesia akhirnya berpengaruh pada strategi yang bakal dimainkan. Karena bila ada dua pemain/ganda yang kekuatannya selevel, maka negara lain pun akan bingung melihat siapa yang bakal diturunkan nantinya.

Dua Tahun Setelah Hari Ini

Indonesia memang kalah di perebutan Piala Sudirman kali ini, namun masih punya waktu dua tahun ke depan untuk berbenah diri.

Dalam dua tahun ke depan, sepertinya bakal ada perubahan besar-besaran dari segi kekuatan tim tiap-tiap negara.

Tiongkok juga bakal dipenuhi warna baru dan kemungkinan besar tidak ada lagi nama Lin Dan, Cai Yun/Fu Haifeng, Yu Yang, dan mungkin sederet pemain lainnya.

Jepang sendiri sudah lebih maju dalam persiapan menyambut Piala Sudirman di masa mendatang karena nama-nama seperti Kento Momota dan Akane Yamaguchi sudah jadi andalan saat ini.

Indonesia sendiri tidak boleh tertawa begitu saja melihat perubahan kekuatan Tiongkok karena bisa jadi sudah tidak ada lagi nama Hendra dan Liliyana dalam tim Indonesia dua tahun mendatang.

Jonatan, Angga Pratama/Ricky Karanda, Markus Fernaldi/Kevin Sanjaya, hingga Praveen Jordan/Debby Susanto bisa jadi bakal jadi andalan Indonesia.

Rentang dua tahun ini harus benar-benar mereka manfaatkan untuk menempa diri. Sehingga ketika nantinya Piala Sudirman kembali digelar, mereka dan pemain-pemain lainnya yang diturunka adalah mereka yang memang berada dalam jajaran elit di tiap nomor yang dipertandingkan.

Nomor tunggal, baik putra dan putri, harus bisa menanggung beban untuk mendapatkan poin, berdiri sejajar dengan tiga nomor ganda yang ada.

Ingat-ingatlah, perjuangan dan semangat pantang menyerah di lapangan memang bakal mengundang decak kagum dan tepuk tangan, namun bagi bulu tangkis Indonesia, hanya kemenangan yang bisa jadi kenangan. (ptr)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER