Santiago, CNN Indonesia -- Arturo Vidal mendapatkan gelar ketiganya musim ini setelah ia membawa Chile memenangi partai final Copa America 2015 melawan Argentina di kota Santiago, Chile. Sebelumnya, pada tahun 2015 ia juga telah mendapatkan gelar Liga Italia dan Coppa Italia bersama Juventus, meski gagal di laga pamungkas Liga Champions karena dikalahkan Barcelona.
Kebahagiaan Vidal pun menjadi dua kali lipat setelah ia dinobatkan sebagai pemain terbaik pada final Copa America 2015.
Pada pertandingan tersebut, Vidal tampil dominan dengan perannya sebagai seorang gelandang
box-to-box. Ia juga yang menjadi pemain Chile dengan jumlah catatan tembakan terbanyak, yaitu lima kali, sekaligus menjaga agar lini tengah Chile tak ditembus tarian Tim Tango dengan melakukan dua kali tekel, dua kali intersepsi dan lima kali melanggar lawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, nasib Vidal di Copa America 2015 sempat menjadi pertanyaan ketika ia mengemudi dalam pengaruh alkohol dan menabrakan mobil Ferrarinya. Vidal sempat terancam akan dikeluarkan dari tim, namun pada akhirnya diberikan kesempatan untuk tetap membela Chile.
Kasus yang terjadi pada pertengahan Juni itu bukan pertama kalinya Vidal melakukan hal ceroboh atau sembarangan.
Di Piala Dunia U-20 pada 2007 silam, Vidal dan rekan senegaranya pernah terlibat dalam perkelahian dengan polisi Toronto. Lalu, pada 2011, ia telat 45 menit untuk datang ke pusat pelatihan timnas Chile, karena malam sebelumnya ia mabuk bersama dengan beberapa pemain Chile lain.
Juventus juga pernah mencadangkan Vidal selama tiga pertandingan dan memberinya denda karena telat pulang ke Italia setelah membela Chile di kualifikasi Piala Dunia 2014.
Prilaku Vidal ini ditengarai karena ia memiliki masa kecil yang buruk dan tak punya seorang sosok panutan. Ketika Vidal masih berusia lima tahun, ayahnya yang seorang peminum berat pernah membakar tempat tidur di rumahnya sendiri sehingga ia ditendang keluar.
 Arturo Vidal memiliki gaya rambut sama dengan anaknya. Ia mengajak putranya untuk ikut mengangkat piala Copa America 2015. (REUTERS/Jorge Adorno) |
Vidal, anak sulung dari lima bersaudara, harus mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga di usianya yang masih belia dengan menjadi seorang penjaga istal kuda.
Namun sejak kecil bakat Vidal di sepak bola sudah terlihat dengan jelas. Sebagaimana Messi, Vidal tak bisa dilepaskan dari bola. Ia akan tidur dengan sebuah bola, bangun dengan sebuah bola, bermain dengan bola sebelum berangkat sekolah, ketika makan siang, atau kapan pun juga.
Vidal kecil memiliki nama 'Cometierra' yang jika diterjemahkan menjadi 'pemakan debu' -- merujuk pada baju Vidal yang selalu dipenuhi debu seusai ia bermain bola.
Sepak bola lah yang membawa Vidal keluar dari perkampungan miskin Santiago. Direkrut oleh salah satu klub terbesar di Chile, Colo-Colo, pada usia 12 tahun, Vidal kemudian berlatih dengan keras dan yang terutama mengembangkan otot-otot tubuhnya yang semula kurus kering.
Jalan pemain kelahiran tahun 1987 itu pun semakin mulus dengan mendapatkan peluang bermain di Eropa bersama Bayern Leverkusen dan kemudian Juventus -- bahkan media Chili kini mengklaimnya telah sepakat pindah ke Real Madrid.
Di usia 28 tahun, si Pemakan Debu kini berada di puncak dunia. Bukan hanya mendapatkan dua gelar bersama Juventus, ia juga mengakhiri rekor buruk Chile 99 tahun tak pernah mendapatkan gelar di level internasional.
Meski menjadi satu dari empat negara pendiri federasi CONMEBOL, lemari piala Chile memang belum pernah terisi oleh satu benda pun. Padahal, Chile beberapa kali pernah menelurkan generasi emas yang menyumbangkan pemain pada liga-liga Eropa.
Tapi Vidal telah menghapuskan rekor buruk tersebut. Vidal, yang namanya kini diabadikan lewat nama stadion kecil di kota kelahirannya, kini telah memastikan bahwa penantian panjang Chile selama 173 pertandingan Copa America kini telah berakhir.
(vws)