Jakarta, CNN Indonesia -- Persaingan dalam kompetisi sepak bola profesional tak hanya tentang memburu gelar juara.
Ada pula tentang upaya menghindari jurang degradasi, terutama bagi para tim yang baru promosi naik kelas.
Musim Liga Inggris 2015/16 diwarnai tiga klub promosi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka adalah dua tim yang kembali lagi ke Liga Primer: Norwich City dan Watford, dan sang juara Championship yang baru merasakan level teratas kompetisi di Inggris itu, AFC Bournemouth.
Ketiga klub tersebut akan unjuk kebolehan dan tentu mempertahankan tempat mereka di kompetisi tertinggi di Inggris tersebut.
Namun, sebelum berbicara tentang kiprah ketiga klub itu,
CNN Indonesia akan membawa Anda kembali mengenang perjalanan tiga klub yang promosi dari divisi bawah ke kasta tertinggi.
Manchester City, Stoke City, dan Southampton adalah sedikit contoh dari kisah sukses yang ada. Sepak terjang mereka dapat menjadi pembelajaran bagi klub-klub promosi musim ini.
 (Reuters/Darren Staples) |
MANCHESTER CITY
Dalam perjalanannya, ManCity sempat beberapa kali keluar masuk Divisi II dan Divisi I.
Saat kasta teratas Liga Inggris berubah jadi Liga Primer pada 1992 silam, ManCity terpuruk ke kasta kedua (1996-1998) dan kasta ketiga (1998-1999).
Tim dengan julukan
The Citizens itu kemudian merangkak lagi ke kasta teratas.
Sempat naik ke Liga Primer pada musim 2000/01, ManCity terjerembab kembali ke jurang degradasi pada akhir musim.
Hanya semusim di kasta kedua, ManCity bangkit lagi ke Liga Primer dan bertahan sampai sekarang.
Bukan hanya bertahan, dengan suntikan dana dari pemilik kaya, ManCity berhasil menjadi juara pada musim 2011/12 dan 2013/14.
Musim lalu, ManCity berada di peringkat kedua, di bawah Chelsea yang menjadi juara.
SOUTHAMPTONSouthampton bukanlah tim yang baru di kasta tertinggi kompetisi sepak bola Inggris. Tim tersebut selalu berkompetisi di kasta tertinggi selama hampir tiga dasawarsa.
Setelah promosi ke Divisi I pada 1978/79, Southampton tak pernah absen di kompetisi tertinggi hingga musim 2004/05. Kurun waktu 2005 sampai dengan 2012 adalah masa suram bagi Southampton.
 (Getty Images/Steve Bardens) |
Southampton akhirnya kembali lagi ke Liga Primer di bawah asuhan Manajer Nigel Adkins.
Adkins yang saat itu mengandalkan Rickie Lambert sebagai ujung tombak membawa Southampton lompat dua kasta dalam tempo waktu dua tahun.
Adkins yang menggantikan Dean Wilkins membawa Southampton promosi dari Divisi Satu pada musim 2010/11.
Pada musim selanjutnya, Southampton lalu lolos ke Liga Primer setelah mengakhiri musim sebagai runner-up Championship.
Kurun waktu tiga musim terakhir, Southampton kerap menjadi kuda hitam di Liga Primer. Kurun waktu 2012 sampai musim lalu, Southampton terus mengalami kemajuan dalam hal peringkat tim di akhir musim.
Bukah hanya itu, Southampton adalah tim tersukses Inggris dalam hal meningkatkan harga seorang pemain yang dibeli tim-tim besar.
Pada musim 2012/13, Mauricio Pochettino yang mengganti Adkins saat musim berjalan, membawa Southampton finish di urutan ke-14. Lambert masih tetap menjadi andalan dengan 15 gol.
Lalu pada musim 2013/14, Pochettino membawa Southampton finish di peringkat ke delapan. Kali itu yang menjadi topskor adalah Jay Rodriguez.
Musim berikutnya, Southampton ibarat dicuci gudang. Pochettino pindah ke Tottenham Hotspur dan ditinggal pemain-pemain kuncinya ke tim besar sepeti Rickie Lambert (3,85 juta poundsterling), Adam Lallana (21,7 juta poundsterling), dan Dejan Lovren (17,71 juta poundsterling) yang dibeli Liverpool.
Kemudian Luke Shaw (26,25 juta poundsterling) dibeli Manchester United dan Calum Chambers (14,16 juta poundsterling) dibeli Arsenal.
Di bawah asuhan pelatih baru, Ronald Koeman diantaranya mendatangkan Sadio Mane (10,5 juta poundsterling), Graziano Pelle (7,7 juta poundsterling), dan Fraser Forster (8,75 juta poundsterling).
Walhasil, Southampton menjadi kuda hitam dan Pelle sempat mengagetkan publik Inggris dengan kemampuan mencetak gol pemain veteran Italia tersebut.
Dan, di akhir musim, Southampton finish lebih baik yakni peringkat tujuh dan Pelle--penyerang yang dibawanya dari Feyenord--jadi topskor klub dengan torehan 16 gol.
STOKE CITYStoke pertama kali berlaga di Liga Primer pada musim 2008/09. Stoke yang kala itu diarsiteki Tony Pulis berhasil finish di urutan kedua Championship.
Sejak musim 2008/09, Stoke terus bertahan di Liga Inggris dan menjadi salah satu tim kuda hitam Liga Inggris hingga saat ini.
 (REUTERS/Suzanne Plunkett) |
Stoke sempat berlaga di final Piala FA 2011. Sayang, di partai final tersebut Stoke kalah oleh Manchester City.
Pullis akhirnya berhenti pada 2013, Stoke pun dilatih mantan Manajer Manchester City Mark Hughes sejak saat itu.
Di bawah kepelatihan Hughes, posisi Stoke di Liga Inggris dalam dua musim terakhir lebih baik dibanding saat masih dipegang Pullis.
Dua musim berturut-turut, Hughes membawa Stoke finish di peringkat kesembilan. Selama empat musim di Liga Primer bersama Pullis, Stoke selalu finish di urutan 15 besar.
Kini, menghadapi musim baru, para pendukung
The Potters tentu berharap tim mereka bisa lebih baik lagi.
Apalagi ada reuni mantan bintang Barcelona di Stoke. Ibrahim Affelay adalah mantan pemain ketiga Barca setelah Bojan Krkic dan Marc Muniesa, yang juga merupakan jebolan akademi La Masia.
(kid/kid)