Supermarket Bernama Bundesliga

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Kamis, 13 Agu 2015 19:00 WIB
Bundesliga yang dikenal sebagai salah satu liga dengan keuangan paling sehat di dunia dijalankan dengan prinsip supermarket.
Klub-klub Bundesliga memiliki rataan penonton yang lebih banyak ketimbang Liga Inggris. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam faktor hak siar, pendapatan, atau nilai transfer, klub-klub Jerman memang belum menyaingi rival-rivalnya di tanah Inggris. Namun hal tersebut justru membawa satu kebaikan sendiri bagi Bundesliga, yaitu klub-klub dan liga yang sehat secara keuangan.

Berbeda dengan klub-klub Liga Inggris, Jerman memiliki peraturan tersendiri dalam hal kepemilikan. Ada syarat bahwa lima puluh persen lebih kepemilikan harus berada di tangan kelompok suporter. Jerman hanya memberikan dua pengecualian yaitu kepada Wolfsburg dan Bayer Leverkusen, karena keduanya telah disokong oleh satu perusahaan sama dalam jangka waktu lama.

Kebijakan itulah yang mendorong keputusan-keputusan ekonomi klub Bundesliga sering kali terlihat lebih rasional jika dilihat menggunakan sudut pandang suporter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya saja dalam hal harga tiket. Secara rata-rata, satu tiket pertandingan Liga Jerman dihargai 23 euro sementara di Liga Inggris angka ini mencapai lebih dari dua kali lipatnya, yaitu 56 euro.

Hal tersebut membuat klub-klub Bundesliga sebenarnya 'merugi' jika dibandingkan dengan klub-klub Liga Inggris. Kepala Eksekutif Bundesliga, Christian Seifert, mengatakan bahwa setiap tahunnya Bayern Munich mendapatkan 30-40 juta euro lebih sedikit ketimbang, misalnya, Manchester United dari penjualan tiket.

Demikian pula dengan barang-barang lainnya yang dijual ketika hari pertandingan, seperti sosis, bir, atau makanan ringan. Kenaikan kurang dari 10 persen saja bisa mengakibatkan para suporter berteriak.

Padahal bukan berarti penduduk Jerman tidak mampu untuk membeli tiket atau barang-barang tersebut. Sebagai negara terkaya di Eropa -- juga terkaya kedua di dunia setelah Amerika Serikat-- penduduk Jerman memiliki kekuatan finansial yang cukup untuk menghabiskan lebih banyak uang membeli tiket sepak bola ketimbang penduduk Inggris.

Namun mereka tidak melakukannya dan memilih untuk mengambil kebijakan rasional.

Hal tersebut mampu memastikan Jerman menjadi negara dengan rataan penonton sepak bola tertinggi di Eropa, yaitu 43500 orang di setiap pertandingan. Angka ini lebih tinggi ketimbang Inggris yang memiliki rataan 35 ribu penonton di setiap laga.

Rataan penonton Bundesliga tertinggi di benua Eropa. (Reuters/Kai Pfaffenbach)


Salah satu contoh kebijakan memprioritaskan para suporter lainnya adalah dengan menerapkan peraturan pembatasan tiket terusan untuk satu musim. Tak seperti Inggris yang persentase penjualan tiketnya lebih banyak dialokasikan untuk tiket terusan, Bundesliga membatasi hingga hanya 40 persen total tiket dijual sebagai tiket terusan.

"Permintaan memang tinggi, namun klub-klub tidak ingin agar hanya orang-orang yang sama yang datang ke stadion setiap pekan," ujar Seifert soal peraturan tersebut.    

Seifert, pada wawancaranya tahun lalu, mengatakan bahwa kebijakan ini membuat Bundesliga tampil seperti supermarket, yaitu mereka menjual barang murah namun dalam jumlah yang besar.     

Kebijakan 'murah meriah' juga terlihat ketika klub-klub Jerman membeli pemain. Terkecuali Bayern Munich yang memang memiliki otot-otot finansial jauh lebih tinggi daripada klub-klub lainnya, tim Bundesliga lebih memilih untuk melirik pemain-pemain dengan harga rendah namun berkualitas.

Klub-klub Bundesliga pada bursa transfer ini menghabiskan 280 juta euro untuk membeli pemain. Nilai ini jauh lebih rendah ketimbang Liga Primer Inggris yang telah menghabiskan lebih dari 700 juta euro untuk mendatangkan pesepak bola baru.

Bahkan, klub yang menduduki peringkat dua Liga Jerman musim lalu, Wolfsburg, hanya menghabiskan kurang dari 20 juta euro pada bursa transfer ini -- kurang dari harga transfer Raheem Sterling ke Manchester City.

Valuasi yang Semakin Meningkat

Dengan keputusan-keputusan seperti itu, mesti dikatakan bahwa Liga Jerman belum mampu menandingi Liga Inggris dalam hal kepopuleran. Hal ini terlihat dari Liga Inggris yang masih memegang hak siar tertinggi di dalam dunia sepak bola.

Tapi ada beberapa kebaikan yang diakibatkan kebijakan tersebut, bukan hanya bagi para suporter, namun juga liga secara keseluruhan.

Nilai tingkat pertumbuhan pendapatan 6,1 persen bagi para pesepak bola Jerman lebih tinggi ketimbang para pekerja industri otomotif atau penyedia jasa informasi dan teknologi.

Valuasi Bundesliga juga mengalami peningkatan drastis yaitu lebih dari 50 persen dari nilainya di lima tahun lalu. Menurut media Jerman, DW, pada musim 2013/2014 lalu peningkatan tersebut membuat Bundesliga memiliki valuasi €7,9 miliar.

Pemasukan klub-klub Bundesliga juga mengalami pertumbuhan 8,4 persen pertahun, atau lebih tinggi dari 23 perusahaan yang berada di index DAX (index untuk mengukur saham 30 perusahaan terbesar di Jerman).

Tapi bukan hanya klub-klub Jerman dan para pemainnya saja yang bisa menengguk keuntungan dari sehatnya perekonomian Bundesliga. Setiap tahunnya tiga liga teratas Jerman menyumbangkan €2,3 miiliar dalam bentuk pajak dan juga peningkatan dana publik untuk transportasi dan keamanan.

Kebijakan supermarket Bundesliga memang tak menjadikan klub-klub Jerman terkuat di kompetisi Eropa, atau terpopuler di dunia. Namun dari beberapa faktor di atas, setidaknya mereka memastikan bahwa suporter dan masyarakat Jerman selalu bahagia.

(vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER