Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun 2015 menjadi tahun ketika Indonesia berhadapan dengan dua peluang besar untuk mengembangkan industri olahraga di dunia otomotif: menjadi tuan rumah MotoGP dan memiliki pebalap yang berlaga di Formula 1 yaitu Rio Haryanto.
Tapi ketika kesempatan itu berada di depan mata, belum ada sambutan hangat dari dunia usaha dan lagi-lagi berharap pada (uang) negara.
Pagelaran MotoGP di Indonesia masih dapat lepas dari genggaman jika pemerintah Indonesia tidak tanda tangan kontrak pada 30 Januari mendatang serta belum ada skema pembiayaan yang jelas. Sementara Rio, bisa tidak jadi pentas di F1 apabila tidak mendapatkan surat garansi sponsor dari Kementerian Pemudan dan Olahraga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi Larso -- pengajar program S2 Manajemen Olahraga Institut Teknologi Bandung (ITB) -- berpendapat MotoGP dan F1 merupakan sesuatu yang baru di Indonesia. Ketidakpastian yang mengiringi kedua dunia itu menghalangi pelaku industri untuk masuk.
"MotoGP masih menunggu sinyal pemerintah.
Wait and see 30 Januari tidak hanya LoI (Letter of Intent) tapi kontraknya ditandatangani. Setelah kepastiannya cukup tinggi, bisnis akan masuk," kata Dwi saat dihubungi oleh
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu pagi (30/12).
"Saya pikir, jika MotoGP pasti diadakan di Indonesia, industri yang terlibat langsung seperti otomotif akan ikut. Industri yang lain pun pasti akan ikut juga seperti rokok, komunikasi, pariwisata. Sama halnya dengan kepastian pada F1."
Menurutnya ketidakpastian ini yang membuat para pelaku bisnis pikir-pikir untuk terjun lansung.
"Kalau saya lihat, bolanya sekarang di pemerintah yang harus menjamin. Keputusan Presiden harus segera diterbitkan agar kekuatan hukum bisa dijalankan dan industri akan mendapat kepastian yang lebih besar," ucap dosen lulusan S3 Oregon State Universty USA tersebut.
Mengenai industri olahraga yang masih di jalan di tempat, Dwi juga merasa peran swasta harus sama pentingnya. Menurutnya swasta harus terjun di olahraga yang tipenya adalah komersial, seperti sepak bola.
"Kompetisi harus dimunculkan. Olahraga Indonesia terlalu banyak monopoli dan otoriter," ucap direktur Center for Innovation, Entrepreneurship, dan Leadership (CIEL) ini.
"Kalau Olahraga yang lebih individual seperti bulu tangkis, MotoGP, F1, peran swasta menjadi sponsor utama untuk individu yang bermain di sana."
Bukan Sekadar Meminta APBNKepala Komunikasi Publik Kemenpora Gatot S. Dewa Broto mengakui industri olahraga Indonesia punya potensi besar, tapi sayangnya belum bisa dimanfaatkan baik.
Ia menegaskan salah satu penyebabnya adalah ketiadaan prestasi.
"Seandainya ada prestasi yang baik seperti wushu, bulutangkis, karate. Tapi (ketiganya), tanpa mengurangi rasa hormat, belum bisa mengangkat industri olahraga secara signifikan."
"Secara umum industri olahraga Indonesia belum memuaskan," tutur Gatot yang juga menjabat sebagai Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan. "Pemerintah itu dibutuhkan dunia usaha tidak selalu karena anggaran, tapi
guidance. Pemerintah harus jadi pemimpin."
Kehadiran negara, tuturnya, dapat memacu kehadiran para pelaku industri olahraga.
"Kami tidak menyalahkan stakeholder, itu jadi tantangan kami. Kalau MotoGP sekarang kita langsung serahkan kalangan industri usaha dengan kondisi ekonomi yang seperti ini kayaknya tidak arif. Karena itu kami coba men-
drive dulu sampai ada kepres dan anggaran yang digelontorkan.
"Pasti industri akan bergerak dengan sendirinya," ujar Deputi berusia 54 tahun itu.
Pola untuk F1 pun hampir sama dengan MotoGP. Pertamina yang sudah memastikan akan mendukung Rio pun butuh kepastian.
"Yang BUMN Butuhkan itu transparansi, akuntabilitas,
progress report, dan imbalan yang diperoleh. Imbalannya kan ga muluk-muluk, biasanya terkait
branding dan merek," kata Gatot menambahkan.
Untuk itu, mendatang Gatot ingin mengundang dan lebih mendorong kalangan dunia usaha yang punya potensi untuk bantu Rio tampil di F1. Begitu Rio dapat tampil di ajang balap kelas dunia tersebut, sponsor lain hanya tinggal hitungan waktu.
"Jadi kami tidak akan menyalahkan industri olahraga karena mereka itu
wait anda see. Peran pemerintah sangat besar, bukan berarti kami hanya sebatas membiayai tapi komunikasi dan merayu.
"Ada kecenderungan negara hadir dahulu, tapi kemudian industri akan dukung. Industri olahraga itu wait and see dulu, mereka kan lihat potensi. Ada gula ada semut," katanya.
(vws)