Jakarta, CNN Indonesia -- Arsene Wenger sudah dua dekade jadi arsitek Arsenal. Wenger telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Arsenal, namun kini popularitasnya semakin menurun di mata pendukung 'The Gunners'.
Setelah memecat Bruce Rioch pada Agustus 1996 lalu, Arsenal beralih ke manajer asal Perancis, Arsene Wenger, untuk menjadi nakhoda baru di Highbury (kandang lama Arsenal).
Terpilihnya Wenger itu sendiri bukan tanpa gejolak. Pasalnya, salah satu legenda sepak bola Belanda, Johan Cruyff, merupakan manajer yang sempat difavoritkan untuk menjadi arsitek baru The Gunners.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kedatangan dua pemain Perancis, Patrick Vieira dan Remy Garde, akhirnya membuat spekulasi mengarah pada Wenger, yang akhirnya benar-benar menjadi manajer baru Arsenal, 1 Oktober 1996.
Langkah pertama Wenger di Highbury sendiri waktu itu tak berjalan terlalu mulus lantaran publik London --dan Inggris-- tak terlalu mengenal mantan arsitek Nagoya Grampus itu. Bahkan, 'Arsene who?' merupakan pertanyaan wajib bagi pendukung The Gunners saat itu.
Namun, diawali dengan kemenangan 2-0 atas Blackburn Rovers pada laga perdananya, Wenger mampu membuktikan tangan dinginnya dengan mengantar The Gunners bercokol di peringkat ketiga pada akhir musim.
Setelah melakukan perombakan besar di kubu Arsenal dan mendatangkan sejumlah nama yang kini melekat di hati pendukung The Gunners seperti Marc Overmars, Emmanuel Petit. hingga Thierry Henry, Wenger menjelma menjadi manajer yang ditakuti di Liga Primer lantaran berhasil membawa timnya merebut trofi Liga Primer musim 1997/98.
Trofi liga di musim keduanya itu semakin manis lantaran Wenger berhasil mengawinkannya dengan gelar Piala FA berkat kemenangan dua gol tanpa balas atas Newcastle United di partai puncak.
Sejak saat itu, Wenger selalu membawa stabilitas bagi klub London Utara itu, membuat Arsenal selalu berada di empat besar Liga Primer sambil beberapa kali mencuri trofi liga seperti pada musim 2001/02 dan 2003/04.
Bertahan Dari Gempuran Raksasa Finansial InggrisThe Gunners yang harus terus berhemat demi relokasi mereka ke Stadion Emirates, membuat Wenger tak memiliki keleluasaan untuk memperkuat skuatnya, sejak membawa Arsenal melaju satu musim tak terkalahkan di musim 2003/04.
Namun, hal itu tak membuat Arsenal kehilangan stabilitas mereka lantaran Wenger selalu membawa klub itu tetap berada di empat besar Liga Primer dengan 'pemain-pemain minim'.
Bahkan, alih-alih mendatangkan pemain-pemain baru, Wenger justru 'menciptakan' bintangnya sendiri seperti sejumlah talenta muda yang mencuat di era kepemimpinannya yaitu Cesc Fabregas, Theo Walcott, hingga Alex Oxlade-Chamberlain.
Kedatangan era kekuatan finansial yang diawali dengan kehadiran Roman Abramovich di Chelsea, kemudian Syeikh Mansour bin Zayed Al Nahyan di Manchester City, maupun taipan-taipan Amerika Serikat di Manchester United dan Liverpool juga tak menggoyahkan stabilitas Arsenal.
Bahkan The Gunners tetap terus berada di empat besar, ketika Liverpool, Chelsea, dan Manchester United mulai goyah dan tergeser oleh kehadiran Tottenham Hotspur maupun Southampton.
Stabilitas Arsenal juga tetap dipertahankan Wenger dengan memastikan klub itu selalu melewati babak penyisihan grup Liga Champions, membuat nama The Gunners selalu bercokol di jajaran elite Inggris dan Eropa.
Menuju Pintu Keluar Emirates?Namun, stabilitas selama dua dekade yang dibawa Wenger tak melulu memuaskan para pendukung Arsenal.
Pasalnya, 11 musim telah berlalu sejak The Gunners berhasil mengangkat trofi Liga Primer. Puasa yang tampaknya akan terus berlanjut lantaran musim ini upaya Arsenal mengejar Leicester City dan Tottenham bak misi yang tak mungkin dilakukan.
Selama beberapa musim terakhir, seruan untuk pemecatan Wenger terus terlontar dari para suporter, yang ingin merasakan manisnya gelar juara dibandingkan stabilitas empat besar yang selalu ditawarkan manajer berusia 66 tahun itu.
Wenger, yang kini menjadi 'manajer veteran' paling lama bertahan di satu klub setelah Sir Alex Ferguson pensiun dari ManUtd, juga dianggap usang dibanding sejumlah nama manajer muda seperti Juergen Klopp, Mauricio Pochettino, hingga Jose Mourinho dan Pep Guardiola.
Teriakan-teriakan negatif suporter semakin terasa ketika The Gunners hanya mampu bermain imbang 1-1 dengan Crystal Palace, akhir pekan ini, membuat mereka kini tertinggal 13 poin dari pemuncak klasemen, Leicester.
Di era sepak bola modern yang selalu mementingkan hasil, para suporter tak lagi sabar menanti tim mereka mencetak prestasi, membuat manajer yang menawarkan stabilitas seperti Wenger mulai tergeser dengan hasil instan yang ditawarkan pembelian besar-besaran sebuah klub.
Setelah dua dekade, stabilitas yang dibawa Wenger tak lagi menjadi nilai jual di mata suporter, membuat langkah manajer asal Perancis itu semakin dekat menuju pintu keluar Emirates.
Namun relakah Arsenal melepaskan stabilitas yang dibawa Wenger?
(ptr)