Alan Budikusuma
Alan Budikusuma
Mantan atlet bulutangkis Indonesia yang merebut emas pada Olimpiade Barcelona 1992. Pria 48 tahun itu kini mengelola bisnis produsen raket bermerek Astec bersama istrinya yang juga seorang Olimpian, Susy Susanti.

Emas Olimpiade yang Abadi

Alan Budikusuma | CNN Indonesia
Jumat, 05 Agu 2016 10:50 WIB
Emas Olimpiade tak akan pernah terlupakan dalam perjalanan hidup saya. Detail-detail kecilnya tetap bersemayam dalam pikiran dan jadi memori indah.
Ilustrasi emas Olimpiade. (Michael Dodge/Getty Images)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Olimpiade Barcelona sudah 24 tahun berlalu. Namun detik-detik, kenangan-kenangan yang ada di dalamnya, masih terasa jelas di benak saya. Emas Olimpiade yang pernah menggantung di leher, meninggalkan cerita yang tak pernah pudar hingga sekarang.

"Berjuang semaksimal mungkin, harumkan nama bangsa!"

Itulah pesan yang keluar dari mulut Presiden Soeharto ketika tim bulutangkis dijamu di Istana Negara jelang keberangkatan kami menuju Olimpiade Barcelona.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pesan yang benar-benar lekat dalam ingatan karena memang itulah alasan saya berangkat ke Barcelona. Ingin juara.

Juara Olimpiade bukanlah sebuah hal yang mudah diraih karena untuk bisa tampil di sana pun tiap atlet sudah harus bersusah payah. Ada momen pengumpulan poin menuju Barcelona yang berlangsung selama satu tahun, sebelum akhirnya saya dipastikan lolos ke Barcelona bersama Ardy B. Wiranata dan Hermawan Susanto.

Di antara deretan pemain tunggal putra, saya adalah pemain dengan peringkat paling rendah. Hal itu memunculkan semangat untuk berlatih keras selama tiga bulan masa persiapan. Saya tak banyak melakukan aktivitas lain selain latihan selama masa persiapan.

Ketika hari pertarungan tiba dan kami terbang ke Barcelona, saya sudah berada dalam kondisi sangat siap. Itulah hasil dari persiapan maksimal yang telah dilakukan.

Meski demikian, persiapan bagus itu tak lantas meruntuhkan ketegangan. Ada rasa gugup, takut salah, dan kecemasan yang mengiringi keinginan besar untuk mencapai prestasi tinggi.

Secara keseluruhan, tim Indonesia pun juga diliputi ketegangan. Tak banyak canda keluar waktu itu karena tiap atlet fokus pada diri masing-masing.

Tidur serasa tak tidur, makan seperti hanya sekadar memasukkan makanan ke mulut tanpa ada kenikmatan berarti. Itulah yang dilalui dalam hari-hari di Barcelona. Setiap laga yang usai dijalani tak membuat ketegangan itu berkurang. Intensitasnya justru bertambah.

Saya tak bisa menghilangkan ketegangan itu, namun harus bisa memaksa diri mengatasinya. Itu yang ada dalam pikiran dan harus dilakukan. Saya yakin bahwa persiapan sudah maksimal dan kini tinggal berjuang habis-habisan. Soal hasil akhir, itu nantinya jadi kehendak Tuhan.

Satu per satu babak dilewati sampai akhirnya saya tampil di babak final melawan Ardy.

Menghadapi Ardy, aroma ketegangan sudah agak berkurang. Ada beberapa alasannya. Pertama, Susy Susanti sudah memastikan jadi juara Olimpiade. Kedua, saya berhadapan dengan pemain Indonesia yang berarti medali emas sudah pasti jadi milik Indonesia.

Namun saya tak mau melepas seluruh ketegangan dan tetap fokus karena ingin medali emas. Ini Olimpiade dan begitu gagal di kesempatan tersebut, saya harus menunggu empat tahun lagi untuk mendapatkannya. Padahal, belum tentu bisa berlaga di Olimpiade empat tahun kemudian. Itulah kelebat pikiran jelang final.

Sebelum final, tak banyak kata yang terucap ketika bertemu dan berpapasan dengan Ardy. Kami sadar, meskipun kami rekan setim, kami tetap bakal jadi musuh di lapangan pada final nanti.

Final berlangsung dan akhirnya saya memenangkan pertandingan. Saya juara Olimpiade! Sangat gembira meskipun di saat bersamaan masih tak percaya terhadap apa yang baru saja terjadi pada diri saya.

Sampai beberapa hari setelah juara, saya masih juga dinaungi rasa tak percaya. Ketika saya dan Susi duduk-duduk di pantai di Barcelona beberapa hari setelah juara, terlontar pertanyaan pada Susi, "Ini beneran kita juara Olimpiade?"

Bagi seorang atlet, Olimpiade adalah impian terbesar dalam kariernya. Namun saya sendiri tak menyangka bahwa efek yang ada untuk Indonesia sedemikian besar.

Dalam perjalanan pulang, sesaat sebelum mendarat, saya dan Susi diminta untuk bersiap-siap. Medali emas pun kembali dikalungkan di leher kami.

Saya bertanya,"Ada Apa Pak?"

Dan jawabannya adalah deretan ribuan orang yang sudah menanti kami. Mereka mengelu-elukan nama kami. Kami diarak keliling Jakarta dan saya semakin sadar betapa besarnya arti emas ini untuk publik Indonesia.

Emas Olimpiade tak akan pernah terlupakan dalam perjalanan hidup saya. Detail-detail kecil dalam Olimpiade tetap bersemayam dalam pikiran dan jadi memori indah yang tak akan terhapus selamanya.

Itulah yang saya rasakan. Dari kisah ini, saya berpesan agar tiap atlet yang berlaga di Olimpiade kali ini benar-benar memanfaatkan kesempatan yang mereka genggam.

Atlet Indonesia pastilah sudah melakukan persiapan dengan baik. Dengan membawa persiapan yang baik, mereka juga harus pintar menjaga kondisi agar bisa selalu berada dalam kondisi prima ketika turun bertanding.

Olimpiade berlangsung empat tahun sekali dan kenangan medali di Olimpiade akan abadi. Itulah yang harus jadi motivasi.

Selamat berjuang Atlet Indonesia! (ptr)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER