Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah dalam dua periode persaingan kursi nomor satu Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) tak terlalu meriah, kini mendadak perebutan kursi jadi memanas seiring munculnya dua tokoh ternama, Gita Wirjawan dan Wiranto.
Dalam dua periode sebelumnya, hanya Icuk Sugiarto yang maju sebagai pesaing favorit, Djoko Santoso (pemilihan 2008) dan Gita Wirjawan(2012).
Hasilnya bisa ditebak, Icuk kalah telak. Icuk mundur sebelum pemilihan di tahun 2008 dan tak bisa bersaing lawan Gita di pemilihan Ketua Umum 2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun untuk kali ini, pemilihan Ketua Umum tak akan berlangsung landai. Tekad Gita untuk kembali maju dan munculnya nama Wiranto sebagai pesaing utama membuat pemilihan Ketua Umum PBSI semakin terasa membara.
Wiranto adalah tokoh nasional yang namanya sudah dikenal luas. Klaim dukungan 22 Pengprov PBSI yang sudah dikantongi Wiranto seolah merupakan tabuhan genderang perang pada kubu petahana.
Klaim itu menegaskan bahwa Wiranto tak akan berdiri sebagai inferior dalam persaingan melawan Gita. Kubu Gita pun memberikan respons dengan deklarasi bahwa ada 18 Pengprov di kubu mereka.
Jumlah klaim 22 Pengprov dan 18 Pengprov tentu tak masuk di hitungan di atas kertas lantaran jumlah Pengprov hanyalah 34 Pengprov.
Jangan sampai nantinya di sisa waktu yang ada, ada saling sikut di internal Pengprov PBSI mengenai siapa calon yang harus didukung oleh mereka.
Lalu mengapa Kursi Nomor Satu PBSI menjadi menarik dan diminati?
Di Indonesia, bulu tangkis adalah olahraga terpopuler kedua setelah sepak bola. Itu berarti siapa yang ada di pucuk pimpinan pasti akan mendapat banyak sorotan dan perhatian.
Tetapi cemerlangnya kilauan kursi nomor satu PBSI tentunya selaras dengan beban besar yang ditanggung oleh sang pemimpin dalam empat tahun ke depan.
Gita sebagai petahana lebih diunggulkan karena dinilai lebih berpengalaman di bulutangkis, namun Wiranto juga bukan anak kemarin sore di bidang olahraga karena pernah jadi ketua di beberapa asosiasi olahraga.
Sejatinya, tugas Ketua PBSI dan jajarannya dalam empat tahun ke depan sangatlah berat.
Nama-nama yang jadi andalan dalam beberapa tahun terakhir, Greysia Polii, Nitya Krishinda Maheswari, Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir, Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan sangat dipaksakan bila terus dijadikan tumpuan.
Di bawah nama-nama itu, belum banyak nama yang bisa diharapkan jadi juara di tahun depan. Nama-nama yang disebut punya potensi besar seperti barisan tunggal putra muda pun masih memiliki rute yang panjang menuju kesuksesan.
Gelar-gelar individu seperti emas Kejuaraan Dunia, emas Asian Games, dan puncaknya emas Olimpiade pasti bakal masuk dalam daftar tuntutan yang harus segera direalisasikan.
Belum lagi harapan agar kembalinya trofi turnamen beregu seperti Piala Thomas, Uber, serta Piala Sudirman yang sudah lama tak pulang.
Itu artinya banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan Ketua Umum periode 2016-2020 mendatang.
Dari segi manajemen, Gita dan kabinetnya telah melakukan tugas yang bagus lewat kontrak individu pemain dengan sponsor. Ketua Umum selanjutnya butuh mencari cara menjaga kenyamanan yang ada sekarang agar tak terlalu melenakan dan tak mendorong pemain untuk agresif mengejar prestasi karena sudah terpenuhi secara materi.
Selama ini PBSI hidup dengan biaya pribadi tanpa meminta bantuan dari pemerintah. Ketua Umum dan kabinetnya mesti piawai mencari dana agar roda organisasi tak berhenti.
Mengacu pada target prestasi internasional, ketersediaan dana besar sudah merupakan kewajiban. Dengan kisaran 70-an pemain di pelatnas Cipayung, bisa dihitung berapa puluh miliar rupiah yang harus ada di kantong PBSI setiap tahunnya.
Hal lain yang krusial adalah mengembalikan pamor bulu tangkis di mata masyarakat umum. Di tengah zaman cepat informasi seperti ini, nama-nama pemain top Indonesia saat ini belum setenar jagoan bulu tangkis di dekade-dekade sebelumnya dalam pandangan masyarakat umum.
Beratnya beban dan tugas Ketua Umum PBSI inilah yang patut dipikirkan ulang oleh Gita Wirjawan dan Wiranto sebelum akhirnya benar-benar meneruskan niat untuk maju memperebutkan kursi nomor satu?
Apakah Gita Wirjawan tak dilanda kejenuhan setelah empat tahun sebelumnya sudah merasakan pahit-manis duduk di posisi tertinggi PBSI?
Jangan sampai ketika kembali menang, Gita malah menghilang karena jenuh dengan rutinitas yang sudah bertahun-tahun ia lakukan.
Apakah Wiranto tidak terlalu sibuk dalam posisinya sebagai Menkopolhukam?
Jangan sampai ketika berhasil menang, Wiranto malah kesulitan mengatur waktu untuk menyambangi pelatnas Cipayung dan mengetahui secara detail perkembangan dan keseharian roda organisasi di sana.
Satu lagi, Pengprov PBSI harus benar-benar melihat program yang ditawarkan kedua calon Ketua Umum dan terus mengawasinya saat Ketua PBSI 2016-2020 telah diumumkan.
Jangan sampai Pengprov PBSI hanya terlihat ikut menikmati pesta dan aktif bersuara saat Musyawarah Nasional berlangsung, lalu kemudian hening tanpa banyak gerakan saat kepengurusan telah berjalan.
(vws)