Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala pelatih atlet tenis meja difabel Riau, Syahrial Ariawi, tak sanggup menahan haru setelah menyaksikan timnya bertanding. Tim Riau harus menghadapi Jawa Barat dalam Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) di Lapangan Tenis Indoor Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (19/10).
Meski kalah 0-3, Syahrial mengaku salut dengan perjuangan luar biasa anak didiknya. Seolah ia tak pernah lupa perjuangan berat Leli Marlina dan Nikmat Derita sejak Januari lalu untuk tampil di Peparnas 2016.
Ini merupakan kali pertama bagi Syahrial melatih atlet difabel. Sebelumnya, ia merupakan pelatih tenis meja Riau untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melatih para atlet difabel itu berbeda. Maaf," kata Syafrial kepada
CNNIndonesia.com sambil menahan air mata dan menjaga nada bicaranya yang mulai bergetar.
"Semangat para pemain sangat luar bisa sekali, saya sangat bersyukur bisa mengenal atlet-atlet berkebutuhan khusus ini. Semangat kerja kerasnya luar biasa, disiplin, tidak pernah melawan pelatih dan mengikuti apa yang dikatakan pelatih. Saya berdoa kepada mereka yang terbaik."
Sebelum bermain di nomor ganda putri, Leli/Nikmat merupakan pemain tunggal putri. Keduanya memiliki keterbatasan fisik yang berbeda, tapi saling melengkapi ketika bermain tenis meja.
Leli merupakan gadis remaja yang memiliki keterbatasan fisik di kaki dan tangan. Bukan karena bawaan dari lahir, tapi karena musibah yang ia alami empat belas tahun yang lalu.
"Saya umur empat tahun tertimpa pohon kelapa. Saya sedang pulang dari ambil rapor sama orang tua, lalu di jalan tiba-tiba ada pohon tumbang. Yang kena tiga orang: satu meninggal di tempat. satu selamat, terus yang satu lagi Leli," ucap Leli yang kini duduk di bangku SMA kelas 3 tersebut.
"Kaki kanan diamputasi di bawah lutut dan di atas lutut, tangan kiri diinfus, sedangkan kaki kiri saya sudah tak terselamatkan."
Dengan mengandalkan satu kaki kanan dan tangan kanan yang masih sempurna, Leli tampak tak kesulitan bermain tenis meja. Kakinya cukup kuat dan terlatih untuk membawanya berpindah tempat dengan cara melompat.
Berbeda dengan Leli, keterbatasan yang dialami Nikmat adalah bawaan dari lahir. Hanya tangan kanan Nikmat yang terlahir lebih pendek dan jari tangan yang kurang sempurna.
"Kami bermain sudah tidak ada beban, itu yang terbaik kami keluarkan. Tidak puas, tapi harus menerima kekalahan kami sebagai peringkat dua," ujar Nikmat menanggapi kekalahannya melawan Jawa Barat.
Perkenalan dengan Tenis MejaLeli baru terjun ke dunia olahraga tenis meja pada 2015. Awalnya, Leli hanya coba-coba saja bermain tenis meja.
"Saya diperkenalkan dengan seorang pelatih tenis meja pernah ikut ajang (olahraga difabel) ini," ujar peraih medali perunggu di ASEAN Para Games Singapura 2015 tersebut.
Sebagai atlet difabel, tak jarang Leli mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan di hati saat mulai menekuni tenis meja.
"Waktu latihan, ada (kesan) seperti diremehkan begitu karena kondisi saya. Kalau di Riau, Leli ikut klubnya bareng dengan atlet normal, hanya saya saja yang begini."
"Cara mengatasinya (perlakuan remeh), dengan senyum saja dan menunjukkan lewat permainan terbaik," ujarnya menambahkan.
Tak seperti Leli, Nikmat sudah sejak kelas 3 SD memegang bet dan hobi bermain tenis meja.
"Saya awalnya ikut tim NPC (Komite Paralimpiade Indonesia) tidak niat hati, karena saya merasa diri saya tidak berkekurangan. Jadi saya diperkenalkan oleh seorang atlet renang yang mencari atlet baru. Saya di seleksi dan lolos pada 2007."
"Yang memotivasi orang tua khususnya bapak saya. Dan terutama suami dan anak saya," tutur Nikmat yang juga berprofesi sebagai guru SMP honorer di Pekanbaru tersebut.
Selama menjadi atlet difabel, Nikmat mengaku mendapat banyak pelajaran berharga. Ia merasa bersyukur bahwa ternyata keterbatasan yang ia hadapi sedikit lebih baik daripada kawan-kawannya yang lain.
"Ternyata di luar sana masih banyak yang berkekurangan daripada diri saya. Awalnya saya merasa diri saya rendah, 'Kenapa diri saya seperti ini yang lain tidak?' Ternyata setelah saya gabung di NPC, banyak yang lebih tidak beruntung ketimbang saya," tuturnya menambahkan.
Mendatang, Nikmat pun ingin seperti Leli yang sudah memiliki kesempatan bermain tenis meja di luar negeri. "Ingin bermain di luar negeri,ikut Paragames. Itu memang cita-cita kami sebagai atlet, bisa mengharumkan nama Indonesia. Selama ini saya hanya mengharumkan nama Provinsi," katanya.
Keduanya pun berpesan agar para kaum difabel jangan pernah patah semangat dalam menjalani hidup.
"Buat teman-teman di luar sana jangan pernah menyerah. Anda pasti bisa, yang penting Anda semangat. Tidak ada yang tidak bisa kita lakukan, jangan pernah merasa malu atau rendah. Kalian pasti bisa, semangat!" ucap Nikmat.
"Untuk teman-teman (difabel) yang ada di luar sana, pokoknya jangan malu. Walupun kami punya kekurangan, pasti ada kelebihannya. Yang penting semangat!" demikian Leli melanjutkan.
(bac)