Jakarta, CNN Indonesia -- Selama bertahun-tahun gagasan penggunaan sistem perangkat tunggal elektronik (ECU) dalam setiap morot memunculkan resistensi dari sebagian besar pebalap maupun tim MotoGP.
Namun, 'anjing menggonggong, kafilah berlalu', otoritas penyelenggara MotoGP, Dorna, memaksa insan MotoGP beradaptasi dengan penggunaan ECU lewat aturan yang diterapkan.
Penggunaan ECU standar musim ini membuat setiap pebalap tak lagi bisa mengatur sendiri traksi dan konsumsi bensin sepanjang balapan. Walhasil sehingga tiap pebalap tak lagi bisa mengatur perangkat elektronik mereka sesuai dengan kebutuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, usai musim kompetisi 2016 berakhir, para bos tim MotoGP mulai mengakui penggunaan sistem ECU tersebut. Sebagian dari bos tim elite MotoGP menyebut penggunaan sistem ECU itu sejauh ini cukup baik dalam perkembangan olahraga otomotif tersebut.
"Saya kira dari sebuah pandangan umum mengenai penggunaan ECU tunggal ini terbuka di kalangan pabrikan lain. Ini penapat saya. Kita lihat dengan bergabungnya KTM [mulai musim depan] dan performa Suzuki tahun ini lebih baik. Jadi mungkin ini menjadi sebuah langkah yang bagus bagi kejuaraan motor ini," kata manajer tim Repsol Honda, Livio Suppo seperti dikutip dari
Crash, Kamis (8/12).
"Jujur. [Penggunaan sistem ECU] ini sangat sulit pada awalnya, namun bicara secara keseluruhan ini langkah bagus untuk MotoGP."
Honda berhasil mengantarkan Marc Marquez menjadi juara dunia 2016. Marquez mengalahkan dua rivalnya yang berasal dari tim Movistar Yamaha, Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo.
Bicara tentang performa timnya, direktur pelaksana Yamaha Racing Lin Jarvis mengatakan timnya kehilangan keuntungan pada musim ini karena banyak faktor nonteknis. Adapun secara keseluruhan, tentang perkembangan kompetisi pada musim 2017, Jarvis mengangkat jempolnya.
"Faktanya anda juga melihat begitu banyak pemenang [grand prix] berbeda tahun ini adalah hal yang sangat, sangat positif," ujar Jarvis.
"Di masa lalu kita mungkin hanya akan melihat tim-tim elite - HRC, Yamaha, dan Ducati - sekarang kita juga bisa meliat beberapa kemenangan dari tim satelit."
Menurut Jarvis hal tersebut menimbulkan tantangan bagi para tim pabrikan. Para tim pabrikan, seperti timnya, harus mencegah ketidakuntungan dari penggunaan sistem ECU itu bisa menjadi maksimal.
"Namun, pada akhirnya hari ini kita di sini tidak hanya bicara dari perspektif teknis, namun juga untuk mempromosi olahraga [otomotif]. Jadi saya kira ini adalah hal yang positif," tukas Jarvis.
Sementara itu bagi tim Ducati, diakui petingginya, Paolo Ciabatti merupakan salah satu kunci sukses para pebalapnya musim ini. Pasalnya, diakui Ciabatti, timnya sudah mencoba mempelajari penggunaan pernagkat elektronik standard dari dua musim sebelumnya.
"Memang ada beberapa pabrikan yang berjuang sedikit lebih keras, tetapi yang lain mungkin mengalami situasi yang menyenangkan di awalnya. Namun, pada akhirnya setiap orang menjadi kompetitif. Saya pikir perangkat elektronik tunggal ini sebuah keputusan yang bagus," ujar Ciabatti.
Kemudian bos tim Suzuki Ecstar, Davide Brivio, mengatakan aturan baru tersebut pun menjadi salah satu alasan tim-tim pabrikan lain seperti timnya, termasuk Aprilia dan KTM untuk kembali ke MotoGP.
"Kami menjadi salah salah satu tim pabrikan yang mendapatkan keuntungan dari perubahan peraturan, karena untuk kembali ke MotoGP dengan aturan elekronik lama itu pastinya lebih sulit untuk mengejar [tim-tim mapan]," tukas Brivio.
(kid)