Jakarta, CNN Indonesia -- Luis Milla telah mendapat jawaban pada eksperimen permainan di uji coba perdananya menghadapi Myanmar, di Stadion Pakansari Cibinong, Selasa (21/3).
Milla tetap mencoba menerapkan permainan menyerang dalam tempo tinggi sejak babak pertama dengan formasi 4-3-3. Alhasil, Indonesia mendapat pelajaran kalah 1-3 dari Myanmar dengan filosofi permainan berorientasi menyerang yang ia terapkan.
Pada awalnya, Indonesia mampu bermain cepat dan cukup menekan Myanmar. Teror kerap dilakukan di kedua sisi sayap Timnas Indonesia melalui aksi Saddil Ramdani dan Febri Hariyadi.
Indonesia bahkan sempat unggul lebih dulu melalui umpan silang Saddil yang diselesaikan dengan sundulan Nur Hadianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Myanmar menyamakan kedudukan lewat gol Mg Mg Lwin. Lemahnya koordinasi di lini belakang menjadi catatan pada babak pertama.
Memasuki babak kedua, Indonesia kembali kebobolan dua gol. Gol pertama yang dicetak lewat eksekusi penalti Kyaw Ko Ko juga akibat kesalahan di lini pertahanan.
Sedangkan gol terakhir Myanmar ke gawang Dicky Indrayana terjadi akibat lemahnya Evan Dimas dan kawan-kawan dalam mengantisipasi serangan balik lawan.
Sejak awal, Milla memang berusaha menerapkan permainan tempo tinggi. Namun, gaya permainan itu tampaknya berisiko besar bagi Timnas Indonesia U-23.
Stamina para pemain langsung kedodoran begitu memasuki babak kedua. Kelelahan tampak sekali dialami para pemain arahan Milla di babak itu.
Umpan-umpan pendek cepat yang coba diperagakan Timnas Indonesia juga belum berjalan dengan baik. Banyak sekali kesalahan mendasar seperti salah umpan diperlihatkan para pemain Garuda.
Peran gelandang bertahan untuk menjembatani lini belakang dan depan pun tidak maksimal. Keseimbangan permainan yang juga seharusnya dijaga di sektor ini justru tidak berjalan dengan baik.
Kecepatan dua winger Timnas Indonesia, Saddil dan Febri, juga belum bisa diimbangi rekan-rekannya di sektor gelandang maupun lini depan.
Sejak babak pertama, Indonesia juga cenderung monoton lebih banyak hanya mengandalkan kecepatan permainan dari sisi sayap.
Pun di lini belakang, kerap terlambat dalam menutup celah pergerakan para penyerang Myanmar. Terutama ketika lawan melakukan serangan balik, para pemain terlihat kurang siap mengantisipasi serangan balik.
Artinya, transisi dari menyerang ke bertahan menjadi pekerjaan rumah bagi Luis Milla.
Milla pun tampaknya sadar ini merupakan risiko awal baginya untuk menerapkan permainan menyerang di skuatnya.
Meski demikian, tak lantas bisa langsung disimpulkan, para pemain Indonesia tak cocok dengan permainan umpan-umpan pendek nan cepat.
Masih banyak waktu bagi Milla menemukan formulasi yang tepat untuk mengkompromikan idealisme strateginya dengan kemampuan di skuat timnas.