Jakarta, CNN Indonesia -- Jika masih ada yang menyangsikan transfer Rp100 yang pernah dialami mantan penyerang
Timnas Indonesia Indriyanto Nugroho, mungkin Chaidir Ramli bisa membuktikannya. Perpindahan pemain dengan selembar uang kertas merah bernilai Rp100 itu merupakan yang termurah dalam sejarah sepak bola Tanah Air.
Menurut Chaidir yang saat ini menjabat Ketua Bidang Kompetisi dan Pertandingan Askot PSSI Solo, angka Rp100 rupiah keluar karena bentuk frustrasi Arseto atas sikap Indriyanto. Lantaran, pemain kelahiran Solo tersebut membantah pernah dibina Arseto Solo.
Padahal banyak pihak mengetahui Indriyanto besar di Arseto. Nama Indriyanto semakin meroket setelah PSSI memasukkan nama sosok yang kini menjadi pelatih di SSB Kabomania itu ke proyek Primavera pada 1993.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Transfer Rp100 itu ada. Saya pegang buktinya, uang Rp100-nya asli, hanya tulisan dan bukti-bukti lainnya yang fotokopi," ujar Chaidir kepada
CNNIndonesia.com.
"Dulu karena Indriyanto tidak mengakui dibina di Arseto. Sementara, kalau di PSSI kan harus ada bukti transfer sebagai surat keluar. Akhirnya karena terlanjur kecewa, ya sudah Rp100 saja. Istilahnya Arseto ingin mencela," Chaidir menambahkan.
 Chaidir Ramli memegang bingkai berisikan bukti dan uang asli transfer Rp100. (Dok. Pribadi) |
Chaidir yang menjadi bagian sekretariat Arseto Solo saat transfer terjadi mengumpulkan berkas-berkas tersebut pada 1998. Dalam satu bingkai foto, ada terdapat lima dokumen, termasuk uang pecahan kertas Rp100.
Dari data fotokopi kuitansi, transaksi transfer 'Mister Cepek' terjadi di Jakarta pada 29 Maret 1996, tiga tahun setelah proyek Primavera I. Arseto Solo menerima uang tersebut dari pengurus PS Pelita Jaya.
Bunyi tulisan dalam kuintansi tersebut adalah, 'Uang transfer saudara Indrijanto Setia Adinugroho dari PS Arseto ke PS Pelita Jaya'.
 Chaidir Ramli menyimpan rapi berkas-berkas transfer Rp100 yang sempat fenomenal di sepak bola Indonesia. (Dok. Pribadi) |
"Saya bingkai berkas-berkas itu kira-kira tahun 1997. Lalu ada kerusuhan Mei 1998, jadi berkas hilang dan berantakan, yang aslinya juga tidak ada," Chaidir menuturkan.
Chaidir pun bercerita Indriyanto merupakan hasil seleksi atau penyaringan dari turnamen lokal seperti Arseto Cup, sebelum 'direkrut' ke Diklat Arseto.
"Waktu itu dia dibina di Diklat Arseto sekitar dua tahun, lalu pindah ke Pelita Jaya," ucap Chaidir.
Saat pergi memperkuat Primavera, Arseto mengizinkan Indriyanto lantaran proyek itu menjadi program PSSI. Namun yang disayangkan pihaknya, Indriyanto justru tidak pamit saat ingin pindah ke Pelita Jaya.
"Ya, tidak pamit. Kalau pamit mungkin tidak ada transfer-transferan. Namun, ini bukan untuk membuka aib, tapi bagian dari sejarah sepak bola saja," Chaidir menambahkan.