ASIAN GAMES 2018

Pengamat: Bonus Bikin Prestasi Olahraga Indonesia Stagnan

Arby Rahmat | CNN Indonesia
Sabtu, 18 Agu 2018 14:18 WIB
Mental atlet yang buruk dan terlalu perhitungan dengan bonus dianggap membuat prestasi Indonesia stagnan di Asian Games sejak edisi 2002.
Angkat besi jadi salah satu andalan Indonesia untuk meraih medali. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mental atlet yang buruk dan terlalu perhitungan dengan bonus membuat prestasi Indonesia stagnan di Asian Games sejak edisi 2002.

Setelah Asian Games 2002 di Busan, Korea Selatan, kontingen Indonesia tidak pernah lagi berada di peringkat 10 besar klasemen medali. Dalam 16 tahun terakhir Indonesia tidak pernah bisa meraih lebih dari empat medali emas.

Pengamat olahraga Indonesia Abdul Kholik berpendapat banyak faktor yang mempengaruhi prestasi Indonesia di multievent empat tahunan itu. Salah satunya pemberian uang bonus sebagai bentuk penghargaan kepada atlet berprestasi juga memiliki andil tidak adanya peningkatan prestasi di Asian Games.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdul mengatakan pemerintah Indonesia mesti berpikir dua kali dalam memberikan apresiasi terutama uang tunai kepada atlet berprestasi, khususnya di Asian Games 2018.

"Sepertinya akhir-akhir ini pemerintah kurang tepat dalam memberikan penghargaan. Rata-rata bentuknya uang tunai dan membuat atlet agak malas dan perhitungan. Kalau dulu itu [murni] Merah Putih, sekarang kalau uang saku atau bonus kecil [atlet] jadi malas," kata Abdul kepada CNNIndonesia.com.

Bulutangkis dianggap sebagai salah satu olahraga yang menjanjikan di Indonesia.Bulutangkis dianggap sebagai salah satu olahraga yang menjanjikan di Indonesia. (Dok. PBSI)
"Seharusnya jangan bentuk uang tunai, tapi semacam beasiswa. Pemberian penghargaan berupa uang tunai ini juga menjadi sebab ada kasus jual beli atlet saat PON [Pekan Olahraga Nasional], itu yang terkadang membuat mental atlet kurang baik menurut saya," katanya menambahkan.

Abdul yang juga dosen dari Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Jakarta menilai sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap olahraga bukan kebutuhan. Hal ini, ujarnya, berbeda dengan pengalaman dia saat berada di China, Korea Selatan, dan Belanda.

"Atlet juga dianggap secara profesi kurang menjanjikan. Kecuali mungkin bulutangkis, sepak bola, tenis yang mulai digandrungi. Tapi itu hanya beberapa cabang, jadi pandangan dari orang tua tentang olahraga kurang greget," tutur Abdul.

Di luar mental atlet, Abdul berpandangan faktor lain yang mempengaruhi prestasi Indonesia di Asian Games karena pemerintah selama ini kurang konsisten dalam membina atlet. Sarana dan prasarana, juga dinilai kurang mumpuni.

Perhatian pemerintah terhadap sarana latihan atlet Indonesia diklaim masih minim.Perhatian pemerintah terhadap sarana latihan atlet Indonesia diklaim masih minim. (CNN Indonesia/Titi Fajriyah)
Karena itu perkembangan yang dialami Indonesia tidak begitu terasa. Bagi Abdul saat Indonesia bisa maju selangkah, negara lain jutsru bisa joging atau bahkan berlari.

"Kalau di kota besar lumayan, tapi masih jauh dengan Singapura dan China. Kalau sarana dan prasarana kurang, bagaimana masyarakat mau olahraga dan berprestasi?" pungkas Abdul.

Olahraga Tak Penting di Indonesia

Hal yang sama juga disampaikan pengamat olahraga Tommy Apriyantono yang berpendapat olahraga Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.

"Pendapat saya adalah Indonesia belum menganggap penting olahraga di mata pemerintahan, sehingga target [olahraga Indonesia] tidak jelas. Kalau lihat medali emas yang sebelumnya, pasti datangnya dari bulutangkis dan angkat besi," kata dia.

Pemerintah perlu memberikan dana besar untuk cabang olahraga yang dianggap potensial memberikan prestasi.Pemerintah perlu memberikan dana besar untuk cabang olahraga yang dianggap potensial memberikan prestasi. (ANTARA/INASGOC/Ary Kristianto)
Tommy mengatakan prestasi gemilang untuk Indonesia tidak bisa dicapai dengan instan. Ia berpendapat dibutuhkan waktu paling cepat 12 tahun agar olahraga Indonesia berkembang signifikan.

"Artinya mereka [atlet Indonesia] harus disiapkan dari umur 5 tahun. Angkat besi dapat medali emas karena kita beruntung punya tenaga olahraga yang bagus di Lampung, Bandung, Kalimantan Timur. Harusnya kita fokus ke olahraga potensial dan diberikan dana terbesar," ucap dosen Institut Teknologi Bandung tersebut.

"Sekarang [ada Asian Games] 2018, nanti ada Olimpiade 2020. Pada 2019, pasti ada kualifikasi untuk mendapatkan 'kursi'. Seharusnya dari sekarang sudah disiapkan dan dianggarkan. Anggaran itu kan yang menentukan DPR, sehingga ganti atau tidak presidennya tidak berpengaruh," ucapnya menambahkan.

Selain itu Tommy menyampaikan tugas pemerintah adalah menyiapkan infrastruktur yang baik. Tak hanya itu, ia juga menerangkan pemerintah harus siap mengirim atlet untuk uji coba ke luar negeri.

"Tapi [anggaran] jangan disamakan dengan potensial. Kalau sudah berprestasi, baru [dikasih dana]. Pajak negara tidak boleh dipakai hura-hura," ujar Tommy. (sry/jun)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER