Jakarta, CNN Indonesia -- Permainan sepak bola tak identik dengan permainan kaum laki-laki. Kaum hawa juga ternyata bisa melakukannya di lapangan.
Adalah Eva Dewi Rahmadiani, sosok anomali dalam sepak bola. Eva menjadi perempuan pertama yang masuk
Timnas Indonesia untuk tampil di kejuaraan dunia sepak bola jalanan alias Homeless World Cup (HWC) 2018, di Meksiko pada 13-18 November 2018 mendatang.
Perjalanannya menggeluti si kulit bundar dimulai di Bandung sejak 2013 silam. Saat itu, Eva yang mulai menggandrungi permainan sepak bola mengikuti seleksi timnas perempuan HWC 2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eva bercerita, timnas berencana mengirimkan dua tim dalam ajang itu, yakni laki-laki dan perempuan. Namun karena kendala biaya, tim perempuan gagal berangkat.
Eva yang sangat berharap pada saat itu rupanya tidak mengenal menyerah. Sambil memupuk keinginan untuk tampil, wanita 35 tahun ini bergabung di Rumah Cemara, organisasi advokasi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan rehabilitasi narkoba.
 Timnas Indonesia di ajang Homeless World Cup 2018. (Huyogo Simbolon/CNN Indonesia) |
Selama di Rumah Cemara, Eva mengurusi program pemberdayaan kaum marginal melalui olahraga sebagai staf Sport for Development. Tak hanya itu, Eva juga sering menjadi penyeleksi pemain yang akan bergabung di timnas HWC setiap tahun.
"Tadinya saya berpikir main sepak bola karena buat kesehatan sendiri. Dasarnya memang suka olah raga," kata dia saat ditemui di acara pelepasan Timnas Indonesia oleh Wakil Wali Kota Bandung di Balai Kota, Selasa (30/10).
Kecintaan pada sepak bola jalanan bahkan membawa lulusa Universitas Padjadjaran ini menjadi manajer perempuan pertama untuk kelompok belia di klub sepak bola Dalem Kaum Rumah Cemara.
 Eva Dewi Rahmadiano satu-satunya perempuan di Timnas Indonesia untuk HWC 2018. (CNN Indonesia/Huyogo Simbolon) |
Di klub itu, Eva terpilih mewakili Indonesia untuk mengikuti festival sepak bola di Lyon Perancis pada 2016 yang merupakan salah satu acara pembukaan ajang Piala Eropa.
Sampai akhirnya pada tahun ini ia mengikuti seleksi dan lolos untuk memperkuat Timnas Indonesia di HWC 2018.
"Saya berterima kasih kepada Rumah Cemara telah memberi kesempatan kepada perempuan ikut serta dalam HWC tahun ini. Sebelumnya HWC lebih sering mengangkat isu sosial, sekarang ditambah isu perempuannya," ungkapnya.
Diakui Eva, menjadi pesepakbola perempuan pertama di skuat Timnas Indonesia dalam ajang HWC, adalah momen membanggakan. Namun, ia melihat lebih dari itu.
"Buat saya pribadi, kesempatan ini ingin mengangkat isu gender juga bahwa perempuan bisa beraktivitas seperti biasa dan saya yakin perempuan bisa berolahraga terutama sepak bola. Mau digabung laki-laki dengan perempuan bisa," ungkapnya.
Menjadi seorang perempuan penderita human immunodeficiency virus (HIV), bukan persoalan yang mudah. Setidaknya ia ingin berjuang melawan stigma terhadap pengidap HIV yang dianggap lemah dan tak berdaya di mata masyarakat.
Eva mengatakan ia pernah berada pada masa kelam menggunakan narkoba suntik secara bergantian sejak tahun 2000 dan memutuskan berhenti pada 2003. Keputusannya berhenti karena tak sedikit temannya yang dinyatakan positif HIV.
Pada tahun 2014, Ibu dari tiga anak ini mengetahui status HIV-nya, dan dua tahun kemudian ia memutuskan untuk membuka statusnya secara umum dalam sebuah acara publik di Kedutaan Prancis.
Selama menjalani kehidupannya, Eva tak jarang mendapati pandangan negatif dari masyarakat.Namun ia tak patah semangat. Eva yang tergolong aktif berolahraga tidak hanya memperlihatkan bahwa dirinya sehat, namun juga untuk menunjukkan bahwa pejuang penderita HIV berhak sehat dan dapat melakukan hal yang sama dengan orang lain.
"Saya tetap berolah raga. Enggak mikirin harus olahraga apa, yang penting olahraga aja," ujarnya.
Eva mengaku bangga mewakili Indonesia di ajang internasional seperti HWC, terlebih ajang ini juga dapat menjadi wadahnya untuk mengusung kampanye kesetaraan gender serta menghilangkan stigma negatif bagi para penderita HIV/AIDS.
"Kalau sering ditanya apa targetnya jadi juara itu nomor sekian. Yang penting ke sana kita membawa perubahan buat diri sendiri dan kalau bisa untuk orang lain," kata dia.
(hyg/bac/jun)