Jakarta, CNN Indonesia -- Prestasi membanggakan ditorehkan
Timnas Indonesia U-22 dengan menjadi juara
Piala AFF U-22 2019. Sebuah prestasi yang diraih ketika wartawan sedang tidak baik.
Timnas Indonesia U-22 merebut gelar Piala AFF U-22 2019 usai mengalahkan Thailand 2-1 pada laga final yang berlangsung di Stadion Olimpiade, Phnom Penh, Selasa (26/2). Sebuah prestasi yang cukup luar biasa, pasalnya ini kali pertama tim Garuda Muda mengikuti turnamen Piala AFF U-22.
Selepas keberhasilan Indonesia merebut gelar juara di Phnom Penh, saya jadi teringat ucapan mantan Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi beberapa waktu lalu. Ketika Timnas Indonesia tersingkir dari Piala AFF 2019, Edy mengeluarkan pernyataan yang kemudian viral: "Wartawan harus baik. Jadi kalau wartawannya baik, Timnas-nya baik."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sulit untuk menemukan korelasi antara prestasi tim nasional sepak bola suatu negara dengan pemberitaan media di negara tersebut. Bahkan sejumlah media Prancis tetap memberikan kritikan tajam sebelum Piala Dunia 2018 berlangsung, sebelum Les Bleus dielu-elukan ketika menjadi juara.
 Timnas Indonesia U-22 selanjutnya akan tampil di Kualifikasi Piala Asia U-23 2020. (Dok. PSSI) |
Keberhasilan Timnas Indonesia U-22 menjadi juara Piala AFF U-22 2019 menjadi bukti lainnya bahwa tidak ada korelasi antara prestasi sepak bola dengan pemberitaan media. Pasalnya, media tetap kritis terhadap PSSI dan Timnas Indonesia U-22 mulai dari persiapan hingga Piala AFF U-22 2019 berlangsung.
PSSI mendapat kritikan selama persiapan Timnas Indonesia U-22 menuju Piala AFF U-22 2019. Pasalnya, tim asuhan Indra Sjafri itu tidak mendapat uji coba yang bagus jelang keberangkatan ke Kamboja. Andy Setyo dan kawan-kawan hanya menjalani uji coba melawan tiga klub Liga 1, Bhayangkara FC, Arema FC, dan Madura United.
PSSI juga mendapat kritikan karena hanya menjadikan Piala AFF U-22 2019 sebagai ajang uji coba jelang Timnas Indonesia U-22 tampil di Kualifikasi Piala Asia U-23 2020 pada akhir Maret 2019.
Media juga sempat memberi kritikan terhadap penampilan Timnas Indonesia U-22 di babak grup, terutama ketika ditahan imbang Malaysia meski sempat dua kali unggul.
 Kinerja PSSI harus terus diawasi media untuk sepak bola Indonesia yang lebih baik. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama) |
Kritikan-kritikan di atas tidak membuat Timnas Indonesia U-22 patah semangat. Seperti yang diungkapkan pelatih Indra Sjafri, permainan Osvaldo Haay dan kawan-kawan terus meningkat seiring dengan berjalannya turnamen. Timnas Indonesia U-22 mampu menjadikan kritikan sebagai suntikan motivasi, bukannya dijadikan alasan untuk tidak mampu berkembang atau untuk berkeluh kesah.
Sukses Timnas Indonesia U-22 menjadi juara di Phnom Penh juga terjadi ketika wartawan sedang tidak 'baik' terhadap PSSI menyusul sejumlah kasus pengaturan skor muncul sejak penyelidikan yang dilakukan Satgas Anti Mafia Bola.
Timnas Indonesia U-22 meraih gelar Piala AFF U-22 2019 ketika Plt Ketua PSSI Joko Driyono dan dua mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Hidayat dan Johar Lin Eng menjadi tersangka.
Media tidak pernah berusaha tidak baik terhadap PSSI, melainkan justru menginginkan yang terbaik untuk PSSI dan sepak bola Indonesia. Kritikan dari media muncul karena masih ada ruang bagi PSSI untuk memperbaiki diri.
PSSI jangan menjadikan kritikan dari media sebagai beban. PSSI seharusnya menjadikan kritikan media sebagai bentuk kasih sayang, karena sepak bola sudah menjadi bagian penting dari masyarakat Indonesia. Sepak bola sudah menjadi alat pemersatu bangsa, alat untuk membuat masyarakat gembira dan melupakan kesumpekan yang ada.
Percayalah, media akan selalu memberikan kritikan kepada PSSI demi sepak bola Indonesia yang lebih baik.
[Gambas:Video CNN] (ptr)