Jakarta, CNN Indonesia -- Sepak bola mampu memberikan kejutan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Final
Tottenham Hotspur vs
Liverpool pun terjadi karena Ajax Amsterdam bermain antiklimaks dalam 45 menit pertandingan.
Liga Champions musim ini sudah memberi kita banyak kejutan. Namun, apa yang dilakukan Tottenham di Johan Cruyff Arena adalah sesuatu yang berbeda. The Lilywhites mungkin melakukan kejutan terbaik di Liga Champions musim ini.
Bagaimana tidak. Tim asuhan Mauricio Pochettino itu hanya punya waktu 45 menit untuk membalikkan keadaan dengan mencetak tiga gol setelah mental mereka runtuh di babak pertama karena Ajax sukses mencetak dua gol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa dibayangkan bagaimana stres dan tertekannya Tottenham di babak kedua. Harus mencetak tiga gol dalam 45 menit, bermain di bawah tekanan puluhan ribu suporter tuan rumah, menghadapi tim pembunuh raksasa, dan bermain tanpa penyerang terbaiknya dalam beberapa musim terakhir (Harry Kane).
Sebuah tim biasanya akan jatuh mentalnya jika dalam posisi Tottenham. Kalah 0-1 pada leg pertama di kandang, kebobolan gol cepat saat leg kedua baru berjalan lima menit, dan tertinggal dua gol di babak pertama. Namun, klub asal London Utara itu bermain tanpa beban di babak kedua dan sukses membalikkan keadaan.
Tertinggal satu gol saat leg kedua dimulai, Tottenham berusaha mengimbangi permainan Ajax di babak pertama leg kedua. Barisan pertahanan Tottenham bermain cukup tinggi dalam usaha memberi tekanan kepada Ajax. Kembalinya Son Heung-min membuat Tottenham menyerang lebih percaya diri.
 Ajax sempat unggul 2-0 lebih dulu di babak pertama. (Reuters/Matthew Childs) |
Tottenham bermain spartan di babak pertama dengan Heung-min terus berlari tanpa kenal lelah. Namun, penyelesaian akhir yang kurang tenang membuat tim tamu gagal mencetak gol. Sebaliknya, Ajax mampu mencetak gol lewat sundulan Matthijs de Ligt (5') dan tendangan keras Hakim Ziyech (35').
Peran LlorenteDi awal babak kedua Pochettino memasukkan Fernando Llorente dan menarik keluar Victor Wanyama. Sebuah pergantian pemain yang memberi kontribusi besar untuk kemenangan Tottenham. Padahal jika dilihat penampilan El Rey Leon tidak terlalu bagus, namun mampu merepotkan Daley Blind, terutama dalam menahan bola pertama hingga memberi Tottenham ruang untuk membangun serangan.
Tottenham sebenarnya tidak punya strategi yang jelas di babak kedua. Mereka hanya berusaha terus menyerang, berharap Llorente mampu menahan bola dan membuka ruang, serta menaruh badan sebanyak mungkin di lini pertahanan Ajax.
Ajax limbung. Tuan rumah kembali menunjukkan permainan antiklimaks di kandang sendiri. Perlu diingat De Godenzonen tidak pernah menang di kandang pada fase knock-out Liga Champions musim ini. Tim asuhan Erik ten Hag pun terlihat demam panggung di babak kedua, terutama setelah Lucas Moura mencetak gol pertama pada menit ke-55.
Gol kedua Tottenham yang dicetak Moura pada menit ke-59 menunjukkan betapa demam panggungnya Ajax. Setelah kiper Andre Onana secara gemilang memblok sontekan Llorente di mulut gawang, Lasse Schone dan Onana justru berebut bola hingga keduanya terjatuh. Padahal sudah tidak ada tekanan yang diberikan Tottenham. Bola lepas dan dengan cerdik Moura mengecoh Frenkie de Jong untuk membobol gawang Ajax.
Saat kedudukan imbang 2-2 Ajax sebenarnya mampu menemukan kembali ritme permainan. Ajax masih di atas angin. Terlebih seluruh sembilan gol kandang Ajax di Liga Champions musim ini tercipta di babak kedua. Satu gol tambahan Ajax di babak kedua akan membuat Tottenham sulit comeback.
Namun, Dewi Fortuna lebih berpihak kepada Tottenham. Dua peluang emas Ziyech pada menit ke-63 dan 79 hanya tipis di sisi kiri gawang Hugo Lloris serta membentur tiang. Sebaliknya Tottenham mampu mencetak gol kemenangan secara dramatis saat injury time babak kedua memasuki menit ketujuh.
Llorente berhasil memenangi duel lawan De Ligt saat menyambut umpan lambung Moussa Sissoko. Bola jatuh ke kaki Dele Alli yang dengan cerdik mengirim umpan terobosan ke Moura. Penyerang asal Brasil itu pun melepaskan tendangan sekali sentuhan kaki kiri ke pojok kiri gawang tanpa mampu dihentikan Onana.
Skor 3-2, Ajax membuang final yang ada di depan mata, Tottenham lolos ke Liga Champions untuk kali pertama sepanjang sejarah klub, dan All English Final pun terjadi.
Orang-orang mungkin akan mengatakan final Liga Champions musim ini tidak ideal karena mempertemukan dua tim asal Inggris Tottenham vs Liverpool. Ini sama saja kita melihat pertandingan Liga Inggris dan kedua klub bahkan belum pernah menjadi juara liga era Liga Primer.
Namun, kita harus angkat topi untuk Tottenham dan Liverpool. Mereka mampu membalikkan semua prediksi yang ada dan membuktikan sepak bola terlalu indah untuk diprediksi.
(sry)