Jakarta, CNN Indonesia --
Arema FC dan
Persija Jakarta jadi dua tim yang paling dekat untuk mengikuti jejak Bali United melantai di bursa saham. Hal itu mengacu pernyataan dua petinggi klub tersebut setelah Bali United resmi jadi klub pertama Indonesia dan Asia Tenggara yang masuk pasar modal, Senin (17/6) lalu.
Manajer Arema FC, Ruddy Widodo, menyatakan tim Singo Edan sedang berproses sebelum melepas sebagian saham ke publik. Oleh karena itu, pihaknya tidak ingin terburu-buru masuk bursa efek meski ia mengaku sejak 2011 Arema sudah menyewa akuntan publik untuk transparansi keuangan.
"Intinya tengah diproses di Bursa Efek, yang penting matang dan benar-benar siap, tidak grasah-grusuh," kata Ruddy kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"IPO [Initial Public Offering] sangat memberikan keuntungan untuk kelangsungan hidup di sepak bola. Non suporter juga bisa memiliki [saham klub]. Banyak hal yang bisa kita dapat," ia melanjutkan.
Ruddy memastikan Arema akan memaksimalkan peran anak usaha untuk menggerakkan kinerja perushaan seperti halnya yang dilakukan oleh Bali United. Semua hal yang bisa mendukung perjalanan IPO Bali United disebutnya bisa diikuti.
Seperti diketahui, PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA) atau Bali United memiliki bisnis lain seperti PT Kreasi Karya Bangsa (Perdagangan Umum dan Jasa), PT Bukit Radio Swara Indah (Siaran Radio), PT Bali Boga Sejahtera (Jasa Boga, Restoran, dan Kafe), serta PT IOG Indonesia Sejahtera (Aktivitas olahraga dan rekreasi lainnya).
 Persija Jakarta berencana melantai di bursa saham. (Dok. Persija Jakarta) |
"Kita tahu Bali United persiapkan ini tidak singkat. Kami persiapkan, paling cepat enam bulan. Bukan pesimistis, tapi sepertinya kami lewat sedikit [dari enam bulan]. Lebih baik kami stabil dulu, jangan tergesa-gesa," tukasnya.
Senada, Persija juga mengaku masih menjalani proses yang saat ini sudah masuk tahap audit sebelum nantinya didaftarkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar bisa segera IPO. Diperkirakan Persija bisa go public pada September 2019 mendatang.
Menurut CEO Persija, Ferry Paulus faktor penunjang Macan Kemayoran untuk IPO adalah keberadaaan Jakmania. Melepas saham ke publik berarti membuat Jakmania bisa ikut memiliki saham tim kesayangan mereka.
Sedangkan manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar, memastikan tim Maung Bandung belum akan mengikuti jejak Bali United untuk melantai di bursa saham. Umuh mengungkapkan Persib belum merasa perlu masuk ke pasar modal karena tidak punya rapor merah soal finansial tim.
"Persib enggak dulu [melantai di bursa saham]. Masih tetap ditangani dengan baik dan Persib tidak ada masalah. Kami tidak kekurangan modal dan masih bisa sendiri," kata Umuh kepada CNNIndonesia.com.
Kendati demikian, Umuh tidak dapat memastikan keinginan untuk tidak go publik itu akan bertahan dalam jangka panjang. "Kami menunggu dulu, lihat situasi. Sampai saat ini belum ada yang bahas juga soal ini di manajemen," terang Umuh.
Go Public Solusi Persoalan FinansialSriwijaya FC yang mengalami masalah finansial saat tampil di Liga 1 2018 meyakini go public bisa menjadi solusi atas persoalan ekonomi yang kerap menganggu stabilitas klub dalam mengarungi kompetisi.
Sekretaris Sriwijaya FC, Faisal Mursyid, pun membeberkan persoalan finansial yang membelit Laskar Wong Kito musim lalu. Pergantian kepemilikan klub diakuinya cukup berpengaruh pada masalah finansial klub. Belum lagi, pengeluaran tim untuk gaji pemain bergantung pada subsidi yang diterima klub dari operator, PT Liga Indonesia Baru (LIB) maupun PSSI.
"Kejadian kemarin kan [penunggakan gaji pemain] karena subsidi tidak kami terima. Ada juga sponsor yang tidak komitmen. Itu yang jadi salah satu faktornya. Padahal untuk anggaran satu musim kan sudah kami buat," sebut Faisal kepada
CNNIndonesia.com.
Sebenarnya Sriwijaya FC disebut Faisal sudah berencana untuk go public. Bahkan sebelum Bali United, tepatnya pada 2012 setelah Sriwijaya FC jadi klub pertama dari Asia Tenggara yang lolos ke Liga Champions Asia.
Bedanya dengan Bali United, lanjut Faisal, Serdadu Tridatu dikelola profesional yang bidang usahanya sudah fokus dan tidak hanya di sepak bola saja.
"Saat tampil di Liga Champions Asia, kami dituntut untuk menyesuaikan dengan standar lisensi klub di AFC. Namun dinamika di Sriwijaya, pada 2018 kami degradasi. Proyeksi IPO ini masih jadi pembahasan di manajemen dan langkah-langkah ke sana sudah kami siapkan," ujarnya.
 Sriwijaya FC saat tampil di Liga 1 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha) |
Menurut Faisal, klub-klub di luar Pulau Jawa dan Bali kesulitan untuk bisa melantai di bursa karena fanatisme suporter yang berbeda. Hal itu mempengaruhi pasara atau pasar penjualan saham sebuah klub yang berencana IPO.
"IPO adalah salah satu solusi seluruh klub di Indonesia dan tidak hanya Sriwijaya yang juga punya masalah finansial. IPO ini kan bentuk kepercayaan masyarakat terhadap sebuah klub sepak bola. Kalau dikelola secara profesional, kepercayaan masyarakat tinggi. Kalau kepercayaan tinggi mereka akan berpikir untuk mengambil keuntungan dengan membeli saham," ia menuturkan.
Keberadaan Bali United di pasar saham dan rencana beberapa klub untuk mengikuti jejak tersebut disambut baik PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia. Anggota Exco PSSI, Refrizal mengatakan memang sudah seharusnya klub-klub sepak bola di Indonesia berbentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT).
Dari tiga kasta level kompetisi sepak bola di Indonesia, ujar Refrizal, hanya Liga 1 yang sudah menuju profesional. Sedangkan Liga 2 dan Liga 3 masih kesulitan mencari sponsor dan sistem manajemen klub yang serba apa adanya.
"Yang membiayai klub biasanya yang mendirikannya. Mereka yang gila bola yang kalau bertanding mengorek kocek sendiri untuk ikut kompetisi. Yang seperti ini ke depannya harus dipikirkan juga," katanya.
Di mata Refrizal, go public bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan finansial yang selama ini dialami klub. Pengelolaan klub, termasuk dari sisi manajemen juga bakal lebih profesional dan transparan yang bakal berdampak baik buat kesehatan klub.
(ttf/jal/bac)