LIPUTAN KHUSUS

Membedah Cuan-cuan dari Balap Jalanan

Arby Rahmat & Surya Sumirat | CNN Indonesia
Rabu, 26 Jun 2019 08:32 WIB
Road race atau balapan jalanan bukan hanya jadi sumber pemasukan bagi para pebalap. Ada banyak pihak yang menggantungkan hidup dari putaran uang di dalamnya.
(CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama H)
Tentu pundi-pundi deru balap jalanan ini bukan hanya diharapkan panitia. Para pebalap yang menggantungkan hidupnya dan keluarganya dari 'kebut-kebutan' di lintasan balap, honor menunggangi motor road race pun sangat dibutuhkan.

Honor ini bisa berbentuk kontrak per tahun atau per seri balapan.

Sebagian klub ada yang menggaji pebalap dengan bayaran Rp1,5 juta per seri. Akan tetapi, nilai ini bisa terdongkrak seiring dengan prestasi. Untuk mereka yang telah malang melintang di dunia balap road race dan pernah mengangkat trofi juara atau berstatus unggulan, kontrak yang didapat bisa puluhan hingga ratusan juta rupiah per tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau untuk event level kejurda, biasanya bayarannya per kejuaraan, sedangkan untuk kejurnas (kontrak) per tahun," ucap pebalap asal Tangerang, Reynaldi Pradana.

"Ketentuan kerja-samanya tergantung tim. Ada yang dibayar per seri (balapan), tapi tidak mendapat bonus ketika juara, tapi ada juga yang uang hadiahnya dibagi-bagi. Itu semua sesuai kesepakatan awal dengan tim tersebut," pebalap yang akrab disapa Rere itu menambahkan.

Membedah Cuan-cuan dari Balap Jalanan [EMBARGO]Selain para pebalap, gadis payung pun mendapatkan penghasilan dari sirkuit jalanan. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama H)

Dia mengatakan pembagian uang hadiah dalam kontrak kerja sama biasanya 70 persen diberikan kepada pebalap, sisanya diambil pihak klub. Tetapi ada juga klub yang memberlakukan pembagian 40 persen untuk pebalap dan 60 persen tim.

Apabila pebalap dan beberapa penyelenggara road race meniatkan diri mencari rezeki dari balap motor jalanan ini, lain halnya dengan Teddy Darmansyah pemilik tim Hamosena, Bandung. Teddy mengaku benar-benar murni hobi dalam membentuk tim balap road race.

Hal itu ditunjukkan Teddy tanpa merekrut pebalap lain untuk timnya. Di Hamosena, hanya Teddy dan adiknya, Donny Damara, yang selalu tampil dalam balapan road race. Tim ini pun mengincar level kejurda dan club event di wilayah Jawa Barat.

Teddy menuturkan, untuk awal membentuk tim Hamosena dirinya mengeluarkan biaya miliaran rupiah. Selain untuk membeli dan memodifikasi beberapa motor, dana juga untuk membeli truk yang selalu dibawa di setiap balapan.

Sementara dalam setahun mengikuti kejuaraan road race Teddy bisa menggelontorkan dana hingga Rp300 juta, dengan rincian Rp15-20 juta untuk setiap event dikalikan mengikuti 20 kejuaraan dalam setahun.

"Saya membentuk tim karena sekadar hobi untuk mengisi waktu luang. Selain itu karena kami senang dan cinta otomotif, terutama di motor. Jadi, daripada balapan di jalanan yang berbahaya, sama orang tua diarahkan untuk berani ikut kompetisi," tutur Teddy.

Kakak adik pebalap road race dari Hamosena Team (dari kiri) Donny Damara dan Teddy Darmansyah.Kakak adik pebalap road race dari Hamosena Team (dari kiri) Donny Damara dan Teddy Darmansyah.(CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama)

Geliat Tim Pabrikan


Selain tim independen, dunia balapan Indonesia juga mengenal istilah tim pabrikan, layaknya pada MotoGP. Tim ini disokong merek-merek kenamaan seperti Yamaha atau Honda.

Untuk kejuaraan nasional 2019, Yamaha memberikan dukungan kepada empat tim yang tersebar di empat regional: Suhandi Padang 88 (regional I Sumatra), Bahtera (regional II Jawa), QQ STSJ (regional IV Kalimantan), dan Adhi Motor (regional V Sulawesi).

"Selain mendapatkan bantuan dana, mereka dapat bantuan penasihat teknis. Teknisi mereka juga dapat edukasi dari Akademi Yamaha. Lalu pebalap mereka juga mendapat masukan dari pebalap kami yang sudah di level internasional," tutur GM Aftersales & Motorsport YIMM Muhamad Abidin.

"Kalau pebalapnya sangat berpotensi, biasanya kontraknya tidak oleh tim, tetapi oleh Yamaha. Tetapi kalau timnya lemah atau tidak ingin mengembangkan si pebalap tapi pebalapnya berpotensi, dia bisa dipindah ke tim lain," Abidin melanjutkan.

Gadis payung turut memeriahkan gelaran balap jalanan atau road race di Sirkuit Brigif Cimahi pada 13 Januari 2019.Gadis payung turut memeriahkan gelaran balap jalanan atau road race di Sirkuit Brigif Cimahi pada 13 Januari 2019. (CNN Indonesia/M. Arby Rahmat Putratama H)

Selain tim, pebalap, atau penyelenggara, pihak lain yang ikut kecipratan untung balap jalanan adalah para umbrella girl atau gadis payung, yang hanya muncul saat balapan memasuki fase final.

Salah seorang gadis payung berusia 26 tahun, Rara, mengaku pekerjaan itu terbilang santai dan lebih banyak senggang. Dari sekitar delapan jam pelaksanaan road race, ia dan rekan-rekannya hanya bekerja selama satu hingga jam.

Membedah Cuan-cuan dari Balap Jalanan [EMBARGO]
"Tugas utama gadis payung ya mayungin [pebalap] saja. Sisanya lebih banyak senggang. Selama balapan, nunggu start, nonton balap, selfie, foto-foto," ucap Rara.

Rara mengaku tertarik menjadi gadis payung karena selain tidak memakan waktu juga bisa mendapat teman baru. Bayarannya pun dia rasa sesuai.

"Tergantung event. Misalnya agen dapat Rp1 juta, dipotong jadi Rp500 atau Rp700 ribu untuk gadis payung. Memang kerja kita tidak capek, tapi time is money," Rara melanjutkan.

"Jumlah yang kami dapat dari agen itu bersih dengan transportasi sudah diantar-jemput. Tapi biasanya dapat uang tip dari penyelenggara, sekitar Rp300 ribu. Tapi uang tip ini jarang sekali saya dapat. Dari 2014 jadi gadis payung, mungkin hanya tiga kali dapat tip," Rara menambahkan. (vws)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER