Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Siapa pun bakal sulit membantah
Lionel Messi adalah satu satu pesepakbola terbaik yang pernah dilahirkan. Hal itu bisa mudah diukur dengan prestasi yang ia raih hingga usianya genap 32 pada 24 Juni lalu.
Messi adalah dewa sepak bola. Demikian jika mengacu pendapat pelatih kontroversial asal Portugal, Jose Mourinho. Tidak sedikit pula yang mengatakan Messi ada di level yang lebih tinggi dari Diego Maradona, salah satu maestro si kulit bundar yang juga berasal dari Argentina.
'Si Kutu', julukan Messi, melakoni debut di Barcelona saat 16 tahun, empat bulan, dan 23 hari. Messi lantas tumbuh dan menimba ilmu di tim Barcelona senior bersama Ronaldinho. Bintang asal Brasil itu adalah sentral permainan tim yang kemudian tempatnya sebagai pemain berpengaruh digeser sang junior, yakni Messi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uniknya Ronaldinho sudah sejak jauh hari memprediksi bintang Messi akan bersinar terang di masa depan. Pengakuan akan hal itu datang dari legenda klub basket LA Lakers, Kobe Bryant, yang diketahui lumayan akrab dengan Ronaldinho.
"Saya rasa Messi saat itu masih berusia 18 atau mungkin 17. Ronaldinho memanggilnya [Messi] dan mengatakan: 'Kobe, saya ingin kamu bertemu pemain yang bakal jadi pesepakbola terhebat yang pernah ada'. Saya bilang, 'pesepakbola terhebat itu kamu?'. Lalu Ronaldinho bilang, 'tidak, dia [Messi] akan jadi yang terhebat'," tutur Bryant meniru ucapan Ronaldinho.
 Lionel Messi memiliki sukses yang lebih baik bersama Barcelona ketimbang timnas Argentina. (JOSE JORDAN / AFP) |
Prediksi Ronaldinho dan Bryant terbukti tepat. Messi menjelma jadi 'manusia super' bagi tim yang bermarkas di Camp Nou. Kehebatan Messi di Barcelona ibarat Superman, karakter pahlawan super buatan seniman Kanada, Joe Shuster, dan penulis Amerika Serikat, Jerry Siegel, yang begitu legendaris.
Pria kelahiran Rosario itu ibarat punya kekuatan super di kaki maupun kepalanya saat tampil di lapangan dengan seragam Blaugrana. Pada 2007 atau saat masih berusia 19, Messi sudah berhasil menyihir pencinta sepak bola dengan mencetak gol
solo run sejak dari tengah lapangan. Gol ajaib itu tercipta ke gawang Getafe.
Messi mengolongi pemain tengah, mengecoh pemain belakang, mengelabui kiper, dan diakhiri tendangan menggunakan kaki kanan yang membobol gawang Getafe. Aksi individu itu kerap dibandingkan dengan apa yang dilakukan Maradona ke gawang Inggris di Piala Dunia 1986.
Messi seperti tidak memiliki kesulitan untuk mencetak gol demi gol untuk Barcelona. Ia bisa mencetak gol dengan kaki kiri, kaki kanan, kepala, dan tendangan bebas yang belakangan jadi senjata utama ayah dari tiga putra ini.
Sejak saat itu Messi telah bermain dalam 687 pertandingan di laga kompetitif hingga kini. Sejak musim 2009/2010, Messi bahkan minimal 40 kali menggetarkan gawang lawan.
Yang paling fenomenal Messi bisa menjaringkan total 91 gol dalam waktu satu tahun kalender tahun bersama Barcelona dan timnas Argentina pada 2012. Pencapaian yang jelas bakal sulit dilakukan kecuali oleh pemain berlabel 'alien' macam Messi.
Kehebatan Messi di level klub berbanding lurus dengan prestasi yang diukir Barcelona. Sejak kemunculannya, Messi sudah terbiasa beralih dari satu podium juara ke podium juara lainnya. Messi telah memberikan 34 gelar untuk klub yang sudah membinanya sejak masih 13 tahun tersebut. Gelar yang dipersembahkannya untuk Barcelona juga tidak sembarangan.
 Lionel Messi seperti Clark Kent saat memperkuat timnas Argentina. (CNN Indonesia/Fajrian) |
Messi telah sepuluh kali mengantarkan Azulgrana juara La Liga Spanyol. Selain itu, empat gelar trofi paling bergengsi di Eropa, Liga Champions, masuk lemari juara klub tersebut dengan peran Messi di dalamnya.
Aksi Messi di Barcelona ibarat representasi kehebatan Superman di dalam kisah komik dari Negeri Paman Sam tersebut. Saat membela Barcelona, Messi adalah pahlawan super yang ditakuti setiap musuhnya.
Namun, sihir Messi seolah luntur begitu ia berganti seragam dari Barcelona ke timnas Argentina. Kekuatannya yang sangat menonjol di tim Catalonia seolah tak berbekas ketika memperkuat La Albiceleste.
Messi bersama timnas Argentina adalah sosok yang berbeda dari apa yang kita lihat saat Messi mengenakan seragam Barcelona. Ia tidak tampak seperti manusia super yang sangat dipuja pendukung Barcelona.
Layaknya Superman dan Clark Kent, Messi seperti memiliki
alter ego. Jika berseragam Barcelona, Messi memiliki kekuatan seperti Superman. Namun, semuanya berubah ketika La Pulga mengenakan kostum timnas Argentina. Messi seperti Clark Kent.
Bagi fan fanatik tim Tango, Messi tak lebih dari pemain lain di timnas Argentina, meski harapan pada dirinya tak bisa dipungkiri sangat besar. Messi dianggap belum sampai level Maradona, pemain yang masih selalu dikenang hingga saat ini.
Tak seperti Maradona yang memberikan gelar Piala Dunia 1986, Messi malah lebih sering gagal di fase akhir. Pengalaman pahit itu sudah empat kali dirasakan Messi bersama timnas Argentina.
Percobaan pertama Messi untuk meraih gelar bersama timnas Argentina terjadi di Copa America 2007. Messi yang masih 20 tahun berhasil membawa timnas Argentina melangkah hingga ke partai puncak. Apesnya, performa Messi dkk di laga final bak antiklimaks dan takluk dengan skor telak 0-3 dari timnas Brasil.
Pada 2014, Messi kembali menjejaki partai final. Kali ini Messi dan timnas Argentina melangkah hingga final Piala Dunia 2014, turnamen yang jauh lebih bergengsi ketimbang Copa America. Hanya saja, plot cerita untuk Messi masih tetap sama seperti tujuh tahun silam. Timnas Argentina takluk 0-1 dari timnas Jerman dan di akhir laga Messi tak kuasa menahan tangis atas kenyataan pahit tersebut.
Di Copa America 2015 dan 2016, timnas Argentina selalu masuk hingga fase akhir kompetisi. Namun lagi-lagi tim Tango hanya bisa menyaksikan timnas Chile mengangkat trofi paling bergengsi di Amerika Latin itu dua kali beruntun.
 Lionel Messi tidak pernah membawa timnas Argentina merebut gelar juara. (REUTERS/Diego Vara) |
Beban berat dan beragam kegagalan itu membuat Messi sempat memutuskan gantung sepatu dari sepak bola internasional usai Piala Dunia 2018. Messi seperti sadar kekuatannya sebagai manusia super seolah tak berbekas saat mengenakan kostum timnas Argentina.
Messi jika dianalogikan dengan jalan cerita Superman selalu tidak berdaya ketika terkena radiasi dari kryptonite hijau. Timnas Argentina ibarat kryptonite yang membuat Messi tak pernah bisa mengeluarkan kekuatan terbaiknya.
Dari setiap kali pertarungan, Messi justru lebih banyak jadi sosok Clark Kent, sosok tanpa kekuatan super ketimbang muncul sebagai Superman yang dieluk-elukan oleh banyak orang sebagai pahlawan.
Cerita Messi di timnas Argentina pada Copa America 2019 juga tidak menunjukkan tanda-tanda ia akan menunjukkan kekuatan supernya. Pemain berusia 32 itu masih kesulitan untuk mengangkat performa tim karena terkadang seperti berjuang seorang diri.
Kesan itu muncul saat timnas Argentina ditahan timnas Paraguay 1-1 pada
matchday kedua Grup B Copa America 2019. Messi mencetak satu gol lewat titik penalti setelah Paraguay unggul lebih dulu 1-0 berkat gol Rafael Sanchez Guerrero.
Di masa injury time, Messi yang tahu timnas Argentina butuh kemenangan sampai menjemput bola ke tengah lapangan. Di sisi lain, salah satu pemain timnas Argentina tampak sudah kepayahan dan tidak memberikan dukungan untuknya.
Beruntung bagi timnas Argentina laga itu bukan akhir perjalanan di Copa America 2019. Timnas Argentina akhirnya bisa lolos ke perempat final dengan susah payah usai menang 2-0 atas timnas Qatar di
matchday terakhir fase grup meskipun hanya dengan status runner up.
Rapor di penyisihan grup membuat peluang Messi meraih gelar pertamanya bisa terbilang tipis. Lantas, bisakah Messi di Copa America edisi kali ini mengakhiri derita bersama timnas Argentina?
(har)