Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah menjadi
mualaf sejak hampir 16 tahun lalu atau tepatnya 9 Oktober 2003, tahun ini mungkin jadi ujian terberat yang harus dijalani seorang
Cristian Gonzales.
Eva, istri Gonzales, bercerita ia dan keluarganya sempat terkurung di sebuah rumah di daerah Surabaya, Jawa Timur. Semua bermula ketika 1,5 bulan lalu Gonzales sekeluarga pulang syuting dari Malang dan memilih mampir ke rumahnya di daerah Surabaya.
Rumah milik keluarga eks bomber Timnas Indonesia itu sedang proses untuk dijual sehingga dalam kondisi kosong. Semula seorang calon pembeli dari Makassar ingin melihat langsung kondisi rumah tersebut, namun akhirnya batal karena khawatir penyebaran virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah menginap semalam di rumah itu, rencananya kami mau pulang ke rumah di Yogyakarta. Tapi ternyata tidak bisa masuk ke Yogya karena masuk wilayah
red zone virus corona," cerita Eva.
Berbekal baju seadanya Gonzales, Eva, dan keempat anaknya terpaksa bertahan di Surabaya. Kondisi semakin mengkhawatirkan karena 500 meter di dekat tempat tinggal mereka di Surabaya juga dinyatakan
red zone, sehingga mereka harus tetap berada di rumah tersebut dengan fasilitas dan kondisi yang seadanya.
 Cristian Gonzales tertahan 1,5 bulan di Surabaya. (CNNIndonesia.com/M Arby Rahmat) |
Alhasil Gonzales dan keluarga tidak memiliki persiapan yang matang memasuki bulan Ramadan seperti yang biasa dilakukan tahun-tahun sebelumnya.
"Biasanya mau puasa semua sudah siap-siap. Sekarang kami tidak bisa apa-apa. Selama 1,5 bulan abang [Gonzales] tidak keluar rumah sama sekali. Hanya saya yang pergi keluar untuk membeli kebutuhan hidup kami," kata Eva.
"Abang cuma bilang, mungkin ini ujian buat saya sebagai mualaf karena mau masuk puasa kita tidak bisa siap-siap. Tapi ya tetap harus ikhlas, belajar ikhlas untuk menerima keadaan ini," ucap Eva.
Selama 1,5 bulan di rumah Surabaya, lantunan doa tak pernah putus diucapkan Gonzales setiap malam bersama sang istri. Maklum, ia tak bisa tidur karena memikirkan situasi mencekam di Surabaya.
Kondisi rumah dengan fasilitas seadanya juga membuat pemain asal Uruguay itu sedikit frustrasi. Tak ada peralatan olahraga seperti yang biasa digunakan. Tak ada bola yang bisa dimainkan untuk sekadar melepas rindu bermain di lapangan hijau.
Mantan pemain Arema itu lantas memilih mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari menyikat lantai sampai membersihkan halaman.
"Dia bilang kalau dia bisa gila, bisa depresi gitu. Semua kerjaan rumah dikerjakan sama Abang lebih gila lagi karena saking tidak ada kerjaan. Tisu toilet ditendang-tendang seperti bola sampai kena ke kaca, untung tidak pecah," ucap Eva.
Satu pelajaran yang dipetik Eva dari Gonzales di tengah masa-masa sulit saat ini adalah ikhlas dan mengingat kebesaran Allah.
 Eva mengatakan Cristian Gonzales terus berusaha menjadi mualaf yang sempurna. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
"Abang bilang ke anak-anak kalau sekarang Allah mau kita semua berdoa terus. Kalau kita tidak berdoa, tidak minta, Allah tidak akan ingat ke kita. Ibaratnya, kalau kita berdoa meminta seperti '
missed call' supaya Allah ingat. Kasih tahu ke Allah kalau kita ini hambanya, meminta pertolongan," ucap Eva.
Ujian untuk Gonzales sebenarnya sudah muncul sebelum kompetisi sepak bola Indonesia dihentikan sementara akibat virus corona. Ketika itu Gonzales diminati beberapa klub, salah satunya klub Liga 1.
Setelah mencapai kesepakatan dengan petinggi klub secara informal, Gonzales menunggu penandatanganan kontrak resmi. Tapi sampai kompetisi dimulai pada akhir Februari lalu, kontrak yang ditunggu tak kunjung datang.
Lagi-lagi, eks penyerang Timnas Indonesia itu tak banyak bicara. Ia hanya pasrah akan takdir Tuhan membawanya.
[Gambas:Video CNN]"Abang bilang ke saya, 'Selama 16 tahun jadi mualaf, saya sudah banyak sekali dikasih berkah, dikasih kenikmatan sama Allah. Tahun ini mungkin jadi ujian terberat buat saya sebagai seorang mualaf'. Dia minta kami positif saja karena Insya Allah nanti kenikmatan akan datang lagi," ucap Eva.
Gonzales menjadi mualaf di Masjid Agung Al Akbar, Surabaya, hampir 16 tahun lalu dan memiliki nama Islam, Mustafa Habibi. Mustafa adalah guru yang mengislamkan pesepakbola naturalisasi asal Uruguay itu di Surabaya. Sedangkan Eva menambahkan Habibi yang berarti cintanya untuk Gonzales.
Pemain asal Uruguay itu masih memperkuat PSM Makassar saat memutuskan menjadi mualaf. Ketika itu El Loco masih tinggal di mes pemain bersama Eva. Eva mengakui sebagai mualaf Gonzales masih belum 100 persen bisa menjalani perintah agama. Namun, Gonzales selalu berusaha memperbaiki diri.
Banyak hal yang masih perlu dipelajari El Loco. Meski tak pernah cerita, Eva selalu melihat ada Al Quran kecil dan tasbih di dalam tas yang sering dipakai Gonzales sehari-hari. Buat Eva itu jadi tanda kalau Gonzales percaya dan selalu mengingat Allah.
"Namanya mualaf, dia terus berusaha memperbaiki. Paling penting dia percaya Allah," ujar Eva.
(ttf/har)