Samantha Edithso Lebih Dulu Fenomenal dari Dewa Kipas
Sebelum fenomena Dadang Subur alias Dewa Kipas muncul, ternyata ada sosok Samantha Edithso yang lebih dulu fenomenal.
Menyebut nama catur di Indonesia belakangan ini hampir tak bisa lepas dari Dewa Kipas. Namun sebelum Dadang Subur, orang di balik nama Dewa Kipas, ada sosok yang lebih dulu fenomenal.
Dia adalah Samantha Edithso. Pecatur muda bertalenta asal Kota Bandung, Jawa Barat.
Samantha bersinar di antara bidak catur dengan prestasi gemilang. Ia nyatanya sudah pernah mengharumkan nama Indonesia dalam beberapa kesempatan.
Namanya mulai muncul ketika menjuarai catur kilat dalam Kejuaraan Catur Antar Pelajar Asia ke-13 2017 di Liaoning, China.
Dihadapinya Woman FIDE Master (WFM) Doroy Allaney Jia asal Filipina yang pada waktu itu berusia 16 tahun. Samantha yang berusia 9 tahun kala itu menyapu bersih sembilan babak untuk menang mutlak dari sang lawan.
Tak sampai di situ, prestasinya semakin meroket setelah tahun berikutnya meraih gelar di kejuaraan catur kadet dunia 2018 di Santiago de Compostela.
Kejuaraan Internasional FIDE World Championship 2018 U-10 di Minks, Belarusia, juga menjadi ajang bagi Samantha mengharumkan Indonesia.
Di kejuaraan itu, Samantha tak terkalahkan dalam sembilan babak dan berhasil mendapatkan nilai akhir 8,5 poin. Kemenangan ini juga menempatkan Samantha pada peringkat pertama level Asia dan peringkat kelima dunia pecatur U-10.
Samantha Edithso lahir di Jakarta, 17 Februari 2008. Anak pertama pasangan Larry Edith dan So Siau Sian ini bukan berasal dari keluarga pecatur.
Dalam pertemuan dengan CNNIndonesia.com di salah satu restoran di kawasan Dago, Jumat (26/3), Samantha berujar jika dirinya mulai mengenal catur sejak usia 6 tahun. Salah satu kewajiban siswa-siswi di SD Santa Ursula yaitu mengikuti salah satu dari beberapa ekstrakurikuler (ekskul) yang diadakan oleh sekolah.
Tanpa tedeng aling-aling, Samantha memilih untuk menekuni catur karena menurutnya suara langkah di papan catur enak didengar.
"Waktu itu ada ekskul catur pas kelas 1 dan kebetulan hari itu yang kosong antara futsal dan catur. Jadi saya pilih catur. Saya enggak tahu main catur itu seperti apa, langsung masuk saja dan ternyata mainnya bagus," katanya.
Di ekskul catur, Samantha bersama sekitar 20 siswa-siswi lainnya diajarkan bermain catur. Mereka juga saling bermain catur di kala mengikuti ekskul.
"Dulu guru ekskul ada Pak Anton yang ngajarin. Karena olahraga yang saya bisa cuma main catur. Saya tidak bisa berenang, saya tidak bisa bermain sepeda. Jadi cuma bisa catur untuk olahraga," kata Samantha.
Bakat Samantha juga ditemukan oleh PB Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) pada Kejuaraan Nasional 2016. Saat itu dia bermain di kategori 17 tahun, tetapi berhasil menempati peringkat kedua.
"Setelah ekskul itu saya pernah masuk klub catur di Bandung. Karena ada yang lihat potensi aku, salah satu pemilik tv swasta mengundang guru dari Jakarta IM Danny Juswanto. Jadi setiap Jumat, Sabtu, Minggu, Senin diajarin.
Bocah yang kini beranjak remaja dengan ciri khas poni yang menutupi dahi ini mengaku untuk mengasah teknik bermain catur bisa berjam-jam dalam sehari.
"Biasa mulai pagi dari jam 8 sampai jam 12. Terus jam 12 istirahat lanjut sampai jam 5. Biasa sampai tujuh jam," ujarnya.
Di usianya yang masih sangat muda, Samantha tetap bertekad mencatatkan sejarah menjadi grand master di dunia.
"Saya ingin jadi grand master atau jadi juara dunia wanita," katanya.
Untuk meraih gelar grand master secepat mungkin, selain berlatih, Samantha berharap ada turnamen atau kejuaraan internasional yang digelar segera. Hal itu mengingat sepanjang satu tahun belakangan pandemi Covid-19 telah meniadakan kegiatan catur.
"Kalau ada lagi dan sudah siap ya saya ikut turnamen lah," ujarnya.
(hyg/rhr)