Buntunya serangan Real Madrid di leg pertama semifinal Liga Champions ini tidak lain karena Toni Kroos dan Luka Modric yang seperti kehilangan magisnya di lini tengah. Ditambah lagi, agresivitas pergerakan N'Golo Kante membuat pergerakan Kroos dan Modric tidak leluasa, terutama dalam mengontrol permainan.
Madrid bisa bangkit di babak kedua dan mengubah formasi kembali menjadi empat pemain belakang. Akan tetapi Madrid tetap kesulitan menahan gempuran Chelsea.
Ketika barisan penyerang mulai kehabisan tenaga, Tuchel masih memiliki sumber serangan lain seperti Kai Havertz dan Hakim Ziyech.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Madrid seperti sudah kehilangan dalam meladeni kreativitas dan kecepatan pemain-pemain Chelsea. Hasil imbang di leg pertama ini jadi kerugian bagi klub ibu kota Spanyol itu dalam perburuan tiket menuju final Liga Champions.
Namun menilik performa di lapangan, Madrid layak dinyatakan beruntung dengan hasil imbang tersebut lantaran Chelsea benar-benar bermain lebih impresif dibandingkan dengan jawara Liga Champions tersebut.
Hasil leg pertama jadi tugas besar Zinedine Zidane dan juga Real Madrid di leg kedua. Di musim ini Chelsea hanya sekali kalah di kandang dalam ajang Liga Champions, saat takluk 0-1 dari FC Porto di perempat final.
Akan tetapi, hasil itu tidak berpengaruh pada Chelsea untuk lolos ke semifinal, karena mereka bisa menang 2-0 di kandang Porto di leg pertama sehingga menang agregat 2-1.
Zidane bisa meniru cara Porto menekan Chelsea sehingga menang di Stamford Bridge. Di leg kedua tersebut, Porto bisa membuat pertahanan Chelsea cukup tertekan, sehingga kiper Edouard Mendy nyaris membuat kesalahan.
Madrid perlu melakukan hal yang serupa. Ketika lini pertahanan atau kiper mereka tertekan dan membuat blunder, pada momen seperti itu, pemain Madrid bisa memanfaatkannya jadi gol.
![]() |
Guna menandingi kecepatan Chelsea, Madrid membutuhkan pemain-pemain seperti Ferland Mendy yang kemungkinan pulih pada akhir bulan ini.
Hadirnya Mendy bisa mengisi sisi kiri serangan Madrid guna mengeksploitasi pertahanan Chelsea.
Zidane juga perlu membuat Toni Kroos dan Luka Modric lebih berperan dibandingkan dengan leg pertama yang seperti dikunci N'Golo Kante.
Dengan skema konvensional Madrid yang memainkan empat pemain di belakang, tiga di tengah dan tiga di depan, permainan Madrid akan lebih cair.
Ketika menyerang, penyerang sayap biasanya menarik satu pemain belakang, dari situ celah pertahanan terbuka. Tekanan lain bisa datang dari fullback yang membantu penyerangan.
Poisis tersebut akan membuat Toni Kroos atau Luka Modric sedikit terbuka dan memiliki ruang melepaskan operan-operan akurat kepada pemain di sisi lain yang tidak terjaga lawan.
Lewat situasi tersebut, Madrid bisa mendominasi permainan dan lebih nyaman mengalirkan bola. Ketika alur permainan terbentuk, Vinicius Junior dan kawan-kawan biasanya bisa menciptakan peluang gol.
Cara lain bagi Los Merengues menang di Stamford Bridge adalah serangan balik yang cepat dan efisien. Hanya saja, Madrid membutuhkan pertahanan yang solid.
Di leg kedua nanti Madrid bisa memainkan kapten Sergio Ramos. Dengan begitu Zidane kian memiliki banyak pilihan di sektor pertahanan, meskipun sejauh ini duet Eder Militao dan Raphael Varane terbukti cukup tangguh berada di depan Thibaut Courtois.
Setelah solid bertahan, pemain-pemain cepat Madrid seperti Vinicius Junior maupun Mendy hanya perlu menunggu operan Kroos. Kompak dalam bertahan ini yang jadi kunci Porto di leg kedua perempat final melawan Chelsea.
(ptr)