Floyd Mayweather vs Logan Paul telah selesai. Gambaran duel tak sedahsyat gembar-gembor yang ada sebelum laga. Mayoritas publik kecewa, namun punya peluang terjerembab di lubang yang sama layaknya penggemar sinetron yang begitu-begitu saja alurnya.
Mayweather vs Logan Paul adalah duel tinju bertajuk laga ekshibisi. Laga tersebut sama sekali tidak berpengaruh pada rekor tinju Mayweather yang sempurna di angka 50-0. Logan Paul sendiri bukan murni petinju meski ia sudah pernah melakoni duel tinju profesional melawan KSI dan kalah angka di akhir pertarungan.
Sebagai laga ekshibisi, duel ini sah-sah saja dilakukan. Namun melihat perkembangan alur tinju saat ini, tinju ekshibisi ini rasanya menginjak-injak dan mengejek tinju profesional yang sedang kesulitan memiliki bintang besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mayweather sudah gantung sarung tinju pada 2015 dan sempat sekali come back untuk menghajar Conor McGregor di 2017. Namun nama Mayweather masih jadi bayang-bayang yang sulit dihilangkan. Mayweather masih selalu jadi nama yang diburu oleh petinju-petinju yang aktif saat ini.
Mayweather pun paham bahwa posisinya masih dinilai begitu tinggi. Mayweather dengan mudah mengatakan ia bisa sambil menutup mata mendapatkan angka ratusan juta dolar AS untuk menghadapi petinju manapun di dunia ini.
Namun Mayweather sudah tak berminat untuk tinju profesional. Ketika ada tawaran duel lawan Logan Paul dan Mayweather melihat ada potensi meraup uang banyak dengan mudah, di situlah Mayweather bergerak.
"Saya menghadapi Youtuber yang berpikir dia adalah petarung sejati dan saya mendapat uang besar untuk itu. Ini bukan laga sesungguhnya bagi saya. Ini adalah laga sesungguhnya untuk dia," kata Mayweather yang yakin bisa mendapat keuntungan hingga US$100 juta alias Rp1,4 triliun.
Langkah Mayweather memang mengesalkan, namun begitulah pasar berjalan. Selama masih ada magnet besar dalam diri Mayweather dan tingginya permintaan, semua harus menerima keadaan.
Suasana makin miris karena Mayweather terang-terangan tak lagi berminat untuk kembali bertinju.
"Tentu saja tidak. Saya sudah melakukannya sepanjang hidup saya. Ketika melakukan sesuatu sekitar 40 tahun dan memecahkan setiap rekor lalu mendominasi tiap laga, tentu sudah waktunya fokus pada hal lain di dalam hidup," ucap Mayweather dikutip dari Sports Illustrated.
![]() |
Keberhasilan Logan Paul menantang Mayweather juga patut membuat kesal banyak petinju profesional. Bermodalkan basis massa yang besar dan potensi keuntungan yang menggelegar, Logan Paul mampu memiliki pengalaman tukar pukulan lawan Mayweather, bahkan turut mendapat reputasi dan untung dari sana.
Andai Logan Paul benar-benar meniti jalan sebagai petinju profesional, butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya ia bisa berdiri berhadapan dengan Mayweather yang merupakan Sang Raja.
Namun dengan latar belakang ketenaran dan puluhan juta pengikut di media sosial, Logan Paul bisa membawa Mayweather ke arena hanya dalam 1-2 tahun perencanaan.
Bintang Tinju yang Tak Bersinar Terang
Dunia tinju profesional saat ini kekurangan bintang yang bisa menjaga nama besar tinju. Popularitas tinju pun mulai tergusur oleh UFC yang bisa memasarkan produk lebih baik ke seluruh penjuru dunia dan punya bintang-bintang yang punya nilai jual tinggi.
Di tataran dunia tinju profesional, saat ini mungkin hanya nama Manny Pacquiao dan Saul Canelo Alvarez yang bisa menyaingi popularitas Mayweather. Itu pun dua-duanya sudah ditundukkan oleh Mayweather.
Sekeras apapun Canelo dan Pacquiao meminta rematch, Mayweather sudah menegaskan bahwa ia telah pensiun bertinju dan hanya bersedia bertarung untuk laga ekshibisi.
Di luar itu mungkin hanya rivalitas kelas berat antara Tyson Fury vs Anthony Joshua yang masih bisa jadi jualan utama tinju saat ini dan menghasilkan potensi keuntungan ratusan juta dolar AS.
Minimnya bintang tinju yang dikenal luas dan jadi magnet untuk dunia akhirnya berakibat besar. Bukan hanya Mayweather, duel nostalgia Mike Tyson ketika menghadapi Roy Jones Jr. juga laris tahun lalu.
![]() |
Tahun ini Mike Tyson sudah merencanakan duel lawan Evander Holyfield dan Lennox Lewis. Andai duel-duel ekshibisi yang menjual kenangan masa lalu itu menghasilkan keuntungan besar, hal itu bisa jadi bukti sahih bahwa dunia tinju saat ini kekurangan bintang yang bersinar terang sehingga banyak penggemar masih memilih terhanyut pada kenangan masa lalu.
Kembali ke duel Mayweather vs Logan Paul. Terlepas dari segala kontroversi yang ada, semua petinju dan promotor harus banyak belajar pada dua sosok tersebut.
Mayweather dan Logan Paul sama-sama piawai menjual pertarungan. Dengan menjual perbedaan bobot tubuh yang besar di laga ini, Mayweather dan Logan Paul sama-sama mengumbar mimpi bahwa Mayweather mungkin saja roboh oleh pukulan keras Logan Paul.
Padahal sepanjang sejarah karier Mayweather, ia sama sekali tidak pernah mengecap kekalahan dari petinju-petinju hebat dari tahun ke tahun. Sedangkan Logan Paul adalah petinju dadakan yang baru terjun ke dunia profesional dalam dua tahun terakhir.
Mayweather kalah atau Logan Paul dibungkam mulutnya oleh petinju asli adalah opsi hasil yang kemudian membuat publik penasaran dan berdebar-debar.
Skema ala sinetron yang dihadirkan Mayweather dan Logan Paul laris-manis menarik perhatian publik.
Ketika duel Mayweather vs Logan Paul berakhir tanpa pemenang, banyak pihak yang kecewa. Belum lagi sejumlah penonton yang menganggap duel Mayweather vs Logan Paul terlalu banyak dihiasi oleh pelukan.
Mayweather jelas tak bisa disalahkan. Ia hanya menawarkan pertunjukan dan penawaran itu disambut antusias oleh banyak orang.
"Tidak ada seorang pun yang diharuskan membayar. Lakukan apapun yang kamu rasa baik. Dan saya akan melakukan apa yang membuat saya merasa nyaman," ujar Mayweather dikutip dari Sports Illustrated.
Laga ekshibisi seharusnya tak perlu mendapat perhatian yang lebih karena tak banyak yang ditawarkan dari kualitas pertandingan. Namun selama petinju aktif tak bisa menyaingi sinar petinju-petinju yang aktif di laga ekshibisi macam Floyd Mayweather atau Mike Tyson, hukum pasarlah yang berlaku.
Tetapi para penggemar tinju, baik lama maupun baru, tentu juga harus siap terlarut dalam ritme yang sama halnya dengan penggemar sinetron.
Di sinetron, kebanyakan berisi adegan yang sama dan berulang seperti anak yang tertukar, istri yang merana, kecelakaan hingga operasi plastik atau amnesia. Meski sudah berulang-ulang, penonton sinetron seolah tak bisa keluar dari jeratan tiap kali ada promosi sinetron terbaru.
Nantinya bila tinju ekshibisi terus-menerus lebih bergelora, mereka bakal dihadapkan dengan kenyataan bahwa laga ekshibisi hanya panas di fase konferensi pers namun tidak dahsyat di arena pertempuran.
Celakanya penggemar tinju bakal punya potensi terjerat di lubang yang sama dengan penggemar sinetron.
Kumenangis...
Membayangkan...