Apriyani Rahayu dipercaya sebagai rekan duet Greysia Polii. Apriyani memberikan bukti ia benar-benar pilihan serasi lewat prestasi hingga mencapai puncaknya di emas Olimpiade Tokyo 2020.
Greysia Polii dalam kebimbangan besar ketika Nitya Krishinda Maheswari mengalami cedera panjang usai Olimpiade Rio de Janeiro dan butuh waktu lama untuk pemulihan.
Situasi itu bahkan sempat mendorong Greysia untuk berpikir pensiun. Pelatih ganda putri, Eng Hian mencoba beberapa formula baru untuk Greysia di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah beberapa kali bongkar pasang dengan pemain lain, Greysia akhirnya diduetkan dengan Apriyani sejak pertengahan 2017.
"Ini nih, tukang pukul saya yang baru," ucap Greysia bergurau di Pelatnas Cipayung saat ia dan Apriyani baru dipasangkan.
![]() |
Apriyani Rahayu adalah atlet kelahiran 1998 yang berarti saat itu ia baru berusia 19 tahun. Apriyani baru saja mentas dari level junior ke level senior.
Berpasangan dengan Greysia Polii,tentu merupakan berkah dan beban di saat bersamaan bagi Apriyani.
Berkah lantaran itu berarti Apriyani langsung melesat masuk proyeksi sebagai andalan. Dengan demikian, hal itu meningkatkan kepercayaan dirinya sebagai seorang pemain.
Dan tentunya beban di saat bersamaan karena Apriyani harus bersiap dengan target-target utama lantaran Greysia Polii adalah tulang punggung ganda putri Indonesia di dekade 2010-an.
Perbedaan usia 11 tahun ini adalah salah satu tantangan terbesar dalam duet Greysia dan Apriyani. Greysia sudah kenyang pengalaman dan dihadapkan pada tantangan untuk menjaga motivasi tetap tinggi.
Sedangkan Apriyani dihadapkan pada minimnya jam terbang sekaligus keberanian untuk bisa berdiri sejajar dengan Greysia Polii.
Apriyani lalu berusaha untuk bisa mengimbangi langkah Greysia dengan serasi. Kerja keras Apriyani mengantar dirinya bisa bermain di level elite dalam waktu singkat.
Greysia/Apriyani tak butuh waktu lama untuk melejit dan menjadi ganda putri top 10 dunia.
Meski belum menjadi ganda putri nomor satu dunia, potensi duet Greysia/Apriyani ini yang turut membuat Greysia mau mengatur ulang rencana kariernya. Greysia mau bertahan dan terus berduet dengan Apriyani hingga Olimpiade Tokyo 2020.
Puncak sukses Greysia/Apriyani tentu adalah medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Medali emas itu adalah jawaban dari kritik-kritik yang masih menerpa mereka dalam perjalanan menuju Olimpiade.
Sukses Greysia/Apriyani tak dimungkiri merupakan sebuah kejutan. Di atas kertas, ganda putra Indonesia adalah yang terdepan untuk diberi beban medali emas Olimpiade, disusul nomor ganda campuran.
Posisi Greysia/Apriyani sejajar dengan pasukan tunggal putra yaitu di baris berikutnya dalam upaya merebut medali.
Tetapi melihat penampilan Greysia/Apriyani sepanjang Olimpiade, medali emas yang mereka dapat adalah sebuah kelayakan.
Greysia/Apriyani bisa menampilkan performa konsisten sejak awal hingga akhir turnamen.
Greysia tak hanya bertindak sebagai pemain depan dan Apriyani tidak terus-menerus jadi 'tukang gebuk' di belakang.
Greysia menempa diri agar serangan miliknya, baik smes maupun dropshot, lebih tajam sedangkan Apriyani berupaya keras agar tak canggung dalam duel di depan net.
Dengan bekal rotasi yang lebih baik, Greysia/Apriyani bisa menerapkan beberapa pola permainan sepanjang gelaran Olimpiade berlangsung. Pergerakan mereka tidak monoton dan mudah dipatahkan lawan.
Untuk Apriyani, ia terus menunjukkan kesantunan pada Greysia, baik di dalam dan luar lapangan. Namun hal itu tak mencegahnya untuk jadi pengingat sang rekan bila permainan lawan membuat mereka tertekan.
Bentuk komunikasi Greysia dan Apriyani jelas menunjukkan perbedaan usia 11 tahun hanyalah angka. Di dalam lapangan, mereka punya kedudukan sejajar dalam upaya memburu kemenangan. Saling menyemangati, saling memotivasi.
Medali emas Olimpiade 2020 adalah bukti bahwa Apriyani mampu menjadi langkah yang serasi untuk Greysia Polii.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>