Dalam beberapa kali wawancara yang dilakukan dengan media-media negara asalnya di Norwegia, Ole Gunnar Solskjaer selalu menggambarkan pekerjaan di Manchester United seperti merenovasi rumah. Ada banyak hal yang perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum rumah tersebut sesuai dengan standar layak huni yang diinginkan.
Meski belum berhasil menghadirkan trofi selama tiga musim di Old Trafford, para petinggi United menunjukkan kepercayaan mereka terhadap proses renovasi yang dilakukan Solksjaer. Hal ini ditunjukkan dengan memperpanjang kontrak Solksjaer untuk tiga tahun ke depan, hingga 2024.
Jajaran manajemen The Red Devils sepertinya telah belajar dari kesalahan mereka, bahwa pergantian pelatih yang selalu terjadi dalam waktu yang singkat, hanya membuat tim yang menampilkan The Manchester Ship Canal pada logo di dadanya ini, berlayar limbung tak tentu arah selama beberapa musim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Layaknya renovasi rumah, konsistensi dalam menjalankan cetak biru yang telah ditetapkan adalah syarat mutlak terwujudnya hunian idaman. Begitupun ketika membangun tim, stabilitas merupakan salah satu pra syarat yang krusial, satu hal yang lama absen setelah era keemasan di bawah Sir Alex Ferguson.
Lagi-lagi meski tiga musim hampa gelar, progres ditunjukkan oleh anak-anak asuh Ole Gunnar Solskjaer. Dari finis di posisi keenam pada musim debut Ole, peringkat ketiga di musim 19-20, hingga menjadi runner up di Liga Inggris musim lalu dengan rekor tak terkalahkan pada laga-laga tandang.
![]() |
Dari segi permainan pun skuad Setan Merah semakin menunjukkan identitas permainan yang jelas. Game model yang didasari pada counter attack semakin mulus diterapkan Marcus Rashford dan kawan-kawan dari musim ke musim.
Meski demikian beberapa kelemahan masih belum berhasil diperbaiki Solskjaer hingga musim lalu, di antaranya antisipasi bola-bola mati, di mana sebagian besar gol yang diderita berasal dari skema bola mati tersebut. Selain itu United seringkali kesulitan ketika berhadapan dengan tim-tim yang bertahan dengan formasi rapat dengan blok rendah di depan kotak penalti ketika bertahan.
Dua kelemahan utama ini yang sepertinya menjadi fokus utama Solksjaer sebelum musim 2021/22 dimulai. Usai kekalahan di final Liga Europa kontra Villareal, Solksjaer beserta jajaran tim pelatih dan divisi teknis yang dipimpin Football Director John Murtough, dan Direktur Teknik Darren Fletcher, langsung menggelar rapat beberapa jam usai tiba dari Gdansk, Polandia.
Rapat digelar untuk menentukan pemain-pemain yang menjadi prioritas untuk direkrut pada bursa transfer. Hal ini dilakukan untuk mencegah kegagalan mendapatkan pemain-pemain incaran utama, seperti pada bursa-bursa transfer sebelumnya.
Buruan pertama yang berhasil didapatkan oleh manajemen Man Utd adalah adalah wonderkid Inggris dari Borussia Dortmund, Jadon Sancho. Jika pada musim lalu kreativitas serangan Man Utd sebagian besar bertumpu pada Bruno Fernandes, maka The Red side of Manchester dapat berharap Sancho dapat menjadi sumber kreativitas lain, terutama dalam membongkar pertahanan low block tim-tim yang sering menerapkannya seperti Burnley, Crystal Palace, West Bromwich Albion, dan Wolverhampton Wanderers.
Dapat bermain di segala posisi di lini serang, Sancho adalah attacking midfielder muda nomor wahid di Bundesliga. Bersenjatakan dribbling yang kerap membuat bek lawan linglung, dan kemampuan mengirimkan killer pass, pemain asal London Selatan ini menorehkan beberapa catatan impresif di Bundesliga musim lalu.
Catatan 0,48 assists per 90 menit, membuat Sancho yang terbaik di antara gelandang dan striker berusia di bawah 23 tahun lainnya di Bundesliga. Bahkan ia hanya kalah dari Rodrygo yang bermain di Madrid, jika dibandingkan dengan pemain-pemain lain di lima liga terbaik Eropa.
Berdasarkan metrik yang dikembangkan Wyscout, xG from ball progression, Sancho mendapat rating 94 dari 99. Artinya, progresi bola yang dilakukan Sancho ke area pertahanan lawan sangat sering berbuah peluang berbahaya.
![]() |
Menurut statsbomb tidak ada gelandang atau pemain depan yang men-dribble bola lebih sering dari Sancho, di mana ia mencatatkan 60,7 dribbles per 90 menit, dan 10,4 progressive carries per 90 menit, yang dihitung berdasarkan pergerakan bola ke area pertahanan lawan sejauh 6 meter atau lebih, atau dribbling ke area penalti.
Catatan progressive carries per 90 minutes ini membuat Sancho masuk daftar top five di Eropa dalam kategori tersebut, untuk pemain-pemain seusianya.
Rekrutan lain yang digadang-gadang akan menjadi pemain kunci di era Solksjaer adalah Raphael Varane, bek tengah dari Real Madrid yang memiliki segudang prestasi. Memasuki usia puncak karier, yakni 28 tahun, Varane telah mengoleksi semua gelar yang mungkin diraih, mulai dari juara La Liga, Copa del Rey, Liga Champions, hingga Piala Dunia.
Varane menjadi salah satu buruan utama, karena jajaran staf pelatih, tim analis, dan tim scouting tim Setan Merah sangat terkesan dengan kecepatan, kemampuan membaca permainan, kapasitas teknik saat memegang bola, serta kemampuan duel udara yang dimiliki mantan partner Sergio Ramos ini.
Kehadiran Varane diharapkan dapat menjadikannya partner yang sepadan bagu kapten Harry Maguire, sehingga duet di lini belakang layaknya Rio Ferdinand-Nemanja Vidic dapat muncul kembali. Dan bukan kebetulan, kedua bek tengah ini memiliki karakteristik yang sama dengan pendahulunya tersebut. Maguire yang cenderung lebih agresif seperti Vidic, sedangkan Varane lebih antisipatif seperti Ferdinand. Kehadiran bek tengah dengan nilai transfer 34 juta poundsterling ini, dapat menjadi kunci mengatasi kelemahan United menghadapi situasi bola-bola mati.
Selain itu Varane akan membuat The Red Devils mampu memainkan garis pertahanan yang lebih tinggi, menekan lawan di area pertahanannya sendiri, karena dengan kecepatan dan kemampuannya membaca permainan, ia akan mampu mengatasi counter attack lawan. Kondisi itu bisa membuat pemain-pemain lain dapat lebih tenang dan leluasa melakukan penetrasi ke area pertahanan lawan.
Situasi itu sesuatu yang sulit dilakukan di musim-musim sebelumnya, mengingat partner-partner Maguire sebelumnya seperti Victor Lindelof yang juga tidak memiliki kecepatan, begitupun dengan Phil Jones dan Eric Bailly. Sementara Axel Tuanzebe masih minim pengalaman sehingga rentan melakukan kesalahan.
Meski berhasil mengamankan transfer dua orang pemain yang berpotensi menjadi pemain kunci di lini pertahanan dan lini serang musim depan dalam diri Varane dan Sancho, untuk betul-betul bersaing mendapatkan titel juara Premier League, Man Utd masih perlu mendatangkan defensive midfielder berkualitas tinggi.
Dalam tiga musim terakhir skuad Setan Merah belum memiliki gelandang bertahan yang mampu berperan sebagai metronom, pengendali tempo pertandingan. Sebagian besar gelandang-gelandang yang ada saat ini, lebih bertipe box to box midfielders seperti Paul Pogba, Scott McTominay, Fred, dan Donny Van de Beek.
Sebenarnya Nemanja Matic merupakan sosok gelandang yang mampu menjalankan peran tersebut, akan tetapi, mobilitas Matic sudah jauh berkurang akibat tergerus usia.
Selain pergerakan untuk merekrut pemain di bursa transfer, Man Utd merekrut Eric Ramsay dari Chelsea dalam jajaran tim pelatih, untuk membenahi performa dalam situasi bola-bola mati.
Menyambut musim baru 2021/22, Solskjaer sendiri cukup percaya diri dengan mengatakan, "Saya merasa kami telah berkembang menjadi lebih baik. Jadi sekarang adalah saatnya melangkah ke tahap berikutnya, itulah tantangan selanjutnya."
Apakah tahap berikutnya yang dimaksud Ole adalah perburuan gelar juara?
Tentunya kepercayaan diri ini memberikan harapan dan angin segar bagi The Red Manchunians, yang telah lama menderita dahaga gelar cukup lama.
Dilengkapi dengan performa apik jajaran manajemen klub di bursa transfer sejauh ini, apakah ini saatnya Ole Gunnar Solskjaer yang semasa bermainnya seringkali mencetak gol-gol penyelamat Manchester United sebagai super sub, mulai mendekorasi rumah yang sedang ia renovasi dengan sebuah trofi?
Menarik untuk ditunggu!
(har)