Dalam kasus pemain AHHA PS Pati, Syaiful Indra Cahya, yang melakukan tendangan kung fu ke pemain muda Persiraja Banda Aceh, Muhammad Nadhiif, Kusnaeni menunjukkan level profesional pemain sepak bola di Indonesia masih harus diperjuangkan.
Sebab itu banyak pemain yang tidak sadar jika ada kode etik yang mengikat dan tidak boleh dilanggar karena akan berujung dengan hukuman dan sanksi.
Untuk bisa menjatuhkan hukuman dalam kasus ini, Kusnaeni menjelaskan harus melihat jenis pertandingan yang dimainkan. Kusnaeni menyatakan setiap pertandingan ada penyelenggara yang memiliki kewajiban untuk memastikan pertandingan yang digelar berjalan sesuai aturan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persiraja menggelar laga uji coba dengan AHHA PS Pati dengan tujuan untuk memberikan jam terbang dan mematangkan pemain muda sesuai dengan program pelatih di libur 10 hari jelang pekan kedua Liga 1 2021/2022. Dengan demikian status laga tersebut adalah uji coba, bukan pertandingan resmi seperti kompetisi atau turnamen yang punya aturan jelas dan mengikat.
"Maka yang ada kesadaran masing-masing pihak yang memegang teguh terhadap law of the game serta memegang teguh etika sebagai pemain profesional. Kalau ada yg dilanggar, akan dibalikkan ke penyelenggara. Berarti kedua klub yang menegur dan memberikan sanksi kepada pemain yang terlibat di tindakan indisipliner tersebut," terangnya.
Kedua klub, disebut Kusnaeni harus bertanggung jawab atas kejadian itu karena pertandingan bersifat uji coba atas kesepakatan keduanya. Jenis hukuman atau sanksi juga tergantung jenis tindakan yang dilakukan, mulai dari teguran lisan, tertulis, sanksi sampai pemecatan.
"Pemain sebagai penerima kerja ada perjanjian dengan klub sebagai pemberi pekerjaan. Pemain harus mematuhi aturan di klub. Hanya saja, klub jangan melakukan pembiaran sekecil apapun karena jika itu terjadi akan terakumulasi menjadi sebuah kewajaran dan pembenaran," tegas Kusnaeni.
(ttf/ptr)