Indonesia sudah dikenal sebagai negara dengan tradisi prestasi badminton kuat di dunia. Hal itu, tak lepas dari sukses Indonesia menjadi juara Thomas Cup 1958.
Lantaran perkembangan badminton yang makin meningkat di Indonesia, PBSI memutuskan untuk ikut serta dan mendaftarkan diri pada gelaran Piala Thomas 1957-1958. Saat itu kekuatan Malaya [Malaysia] yang juara tiga kali berturut-turut tengah menurun sehingga diyakini Indonesia punya peluang bagus untuk berbicara banyak di turnamen tersebut.
Soedirman dan sejumlah pengurus PBSI lain, dikutip dari Buku Perjalanan Prestasi Bulutangkis Indonesia, kemudian mencari informasi dan zona yang dianggap membuat Indonesia punya kans besar untuk lolos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia lalu bergabung dengan zona Australia yang terdiri dari Australia dan Selandia Baru. Indonesia tanpa kesulitan menang atas Australia dan Selandia Baru dengan skor 9-0.
Meski lolos ke babak antarzona, nama Indonesia belum diperhitungkan tim-tim lain. Di tengah sorotan minim tersebut, Indonesia mampu melangkahi Denmark dan Thailand yang lebih difavoritkan lolos ke babak final.
Dalam format Thomas Cup saat itu, Malaya sebagai juara bertahan memang hanya tinggal menunggu di babak final yang disebut sebagai challenge round.
Duel Indonesia vs Malaya berlangsung di Singapura Badminton Hall. Malaya diisi pemain-pemain bintang yang namanya sudah terkenal di kejuaraan internasional termasuk All England.
Sedangkan di kubu Indonesia, hanya nama Ferry Sonneville yang dikenal di luar negeri. Sedangkan pemain-pemain lain termasuk Tan Joe Hok sebelumnya lebih banyak berkiprah di kompetisi dalam negeri.
Namun nyatanya, kekuatan pemain-pemain Indonesia jauh melebihi bayangan dan merusak prediksi di atas kertas. Pada hari pertama, Indonesia mampu unggul 3-1 atas Malaya. Poin kemenangan Indonesia dipersembahkan oleh Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, dan Njoo Kim Bie/Tan King Gwan.
Pada hari kedua, ada lima laga yang dimainkan dan Indonesia hanya butuh dua poin tambahan untuk mengunci gelar juara. Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville yang kembali bermain di nomor tunggal sukses menuntaskan tugasnya dengan baik. Indonesia memimpin 5-1 dan memastikan gelar juara sebelum mengakhiri pertandingan dengan skor 6-3.
Kemenangan Indonesia di Piala Thomas 1958 ini disambut gegap gempita. Kemenangan ini juga seolah menunjukkan jalan bahwa Indonesia bisa berada di puncak dunia lewat olahraga badminton.
Seiring kehebatan prestasi generasi pertama ini, perkembangan badminton di Indonesia makin pesat. Atlet badminton kemudian terus tumbuh sebagai cita-cita dan misi membawa Indonesia berprestasi lalu menjadi sebuah warisan berharga.
Prestasi Indonesia di dunia badminton pun terus berlanjut dari dekade ke dekade, hingga saat ini.