Salah satu senjata Singapura di Piala AFF 2020 (2021) adalah Ikhsan Fandi. Striker yang tampil di Liga Denmark, FK Jerv ini sudah mengoleksi dua gol. Salah satu golnya tercipta lewat tandukan yang memanfaatkan situasi sepak pojok.
Striker 23 tahun ini juga punya tendangan keras. Golnya ke gawang Myanmar menjadi bukti. Karenanya anak dari legenda sepak bola Singapura Fandi Ahmad ini jadi tumpuan Yoshida dalam empat laga babak Grup A.
Beruntungnya Timnas Indonesia punya Elkan Baggott. Pemain 19 tahun ini sudah tampil dua kali di Piala AFF 2020 dan membuktikan kapasitasnya. Pemain berdarah Inggris ini tak hanya piawai dalam duel udara, tetapi punya teknik clearance yang apik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bek Malaysia yang main di Eropa, Dion Cools contohnya. Dalam laga melawan Indonesia, Cools ditempatkan sebagai penyerang pada babak kedua. Upaya Malaysia ini akhirnya patah karena Baggott tampil dingin dan lugas.
Pemain kelahiran Bangkok, Thailand yang baru punya kartu tanda penduduk Indonesia (KTP) pada November 2021 ini tampak punya intuisi tajam. Ia tahu kapan naik meninggalkan pos pertahanan dan kapan berdiam diri di teritori pertahanan.
Pada saat yang sama, tim Merah Putih memiliki bek serba bisa dan lugas: Alfeandra Dewangga. Tipikal mainnya mengingatkan sosok Manahati Lestusen pada 2016.
Pemain yang namanya mulai diperhitungkan saat tampil di Piala AFF U-19 2019 ini mulai jadi tumpuan Shin Tae Yong. Dengan tipikalnya itu, bukan tak mungkin Shin menerapkan lagi skema 3-5-2 seperti saat melawan Vietnam.
Hanya saja tidak bermain tertutup, melainkan terbuka seperti saat melawan Malaysia. Dalam pertandingan terakhir Grup B pada Minggu (19/12), Dewangga berkolaborasi dengan Fachruddin Aryanto dan Baggott.
Saat Timnas Indonesia, menyerang Baggott dan Fachruddin tetap bertahan, sedangkan Dewangga menjadi holding midfielder. Sebaliknya saat ditekan ketiganya sejajar membangun tembok pertahanan.
Yang tak kalah sengit adalah pertarungan intelegensi di lini tengah Singapura dan Indonesia. Dalam hal ini adalah pertarungan dua kapten kedua tim, yaitu Hariss Harun dan Evan Dimas.
Hariss menjadi otak permainan Singapura dan tak tergantikan, sedangkan Evan Dimas mulai sering jadi pemain pengganti karena kebutuhan strategi. Meski demikian Evan tetap senjata vital.
Saat Evan main, lini tengah Indonesia lebih hidup. Aliran bola pun lebih cair, kecuali saat melawan Vietnam. Jika Evan starter melawan Singapura, itu jadi pertanda Timnas Indonesia akan menyerang sejak menit pertama, bukan parkir bus.