Jakarta, CNN Indonesia --
Tim Badminton Indonesia masih mampu menempatkan diri sebagai cabang olahraga yang paling diandalkan Indonesia di 2021 meski sejumlah kejutan besar tak lepas menyertai kemenangan-kemenangan yang menyenangkan.
Setelah banyak turnamen batal karena tahun pertama pandemi Covid-19 pada 2020, kehidupan badminton mulai menggeliat meski belum 100 persen sempurna.
Kemenangan terbaik dari badminton Indonesia tahun ini tentunya adalah medali emas Olimpiade lewat Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan keberhasilan Tim Thomas Indonesia melepas dahaga juara selama 19 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Greysia/Apriyani di Olimpiade Tokyo adalah perwujudan dari ambisi-ambisi yang tak pernah berhenti. Setelah selama ini ganda putri Indonesia di Olimpiade lekat dan erat dengan kegagalan, Greysia/Apriyani menunjukkan bahwa cerita ganda putri juga bisa berupa cerita tentang kemenangan.
Greysia/Apriyani hadir sebagai perwujudan harapan, setelah wakil Indonesia di empat nomor lainnya bertumbangan dalam perjalanan.
Di final, Greysia/Apriyani menampilkan perjuangan yang mengagumkan dan layak dikenang untuk waktu yang sangat panjang.
 Gryesia Polii/Apriyani Rahayu saat juara Olimpiade Tokyo 2020. (REUTERS/Leonhard Foeger) |
Kemenangan Greysia/Apriyani bisa bercerita banyak, tentang Indonesia yang bisa melanjutkan tradisi emas di Olimpiade, tentang nomor ganda putri yang kini bisa sejajar dengan empat nomor lainnya dalam sejarah Olimpiade Indonesia.
Tim Badminton Indonesia makin bersorak karena raihan perunggu Anthony Ginting juga membuat Tim Badminton Indonesia melebihi pencapaian mereka empat tahun sebelumnya saat 'hanya' membawa pulang satu emas.
Kemenangan besar yang paling dirayakan tahun ini selanjutnya adalah keberhasilan membawa pulang Piala Thomas.
Sejak kali terakhir menang di 2002, Indonesia selalu gagal dalam perburuan Piala Thomas di edisi-edisi berikutnya.
Pada edisi Piala Thomas 2020, yang diundur setahun karena pandemi Covid-19, Indonesia akhirnya bisa kembali mengangkat tinggi Piala Thomas.
Sebagai unggulan pertama tak berarti jalan Indonesia mulus menuju tangga juara.
 Tim Thomas Cup Indonesia mengakhiri paceklik gelar 19 tahun. (REUTERS/RITZAU SCANPIX) |
Indonesia datang ke Piala Thomas dengan kondisi penuh kecewa karena baru saja dihajar Malaysia di Piala Sudirman di pekan sebelumnya.
Setelah hadir di Aarhus, Denmark, hari-hari Indonesia dalam berburu Piala Thomas adalah hari-hari penuh harap cemas.
Sempat berada dalam kondisi penuh keraguan, Indonesia menjelma jadi kekuatan yang makin menakutkan.
Indonesia susah payah menang lawan Thailand dan Taiwan, namun kemudian sukses menjungkalkan Malaysia, Denmark, dan China tanpa perlu menanti hingga partai kelima.
Kemenangan Indonesia bisa jadi pembuktian bahwa generasi pebulutangkis putra Indonesia saat ini bisa meninggalkan jejak emas yang berharga.
Ginting, Jonatan Christie, Shesar Hiren Rhustavito, Chico Aura Dwi Wardoyo di nomor tunggal dan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin bahu-membahu mengangkat Indonesia kembali berada di podium tertinggi dunia.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Di luar kemenangan-kemenangan yang patut dirayakan, ada hal-hal yang mengejutkan yang ikut menemani perjalanan Tim Badminton Indonesia di 2021.
Kejutan terbesar pertama adalah soal Indonesia yang dipaksa pulang dari All England. Hal tersebut mencuatkan ketidakcakapan BWF dalam mengatur pelaksanaan sebuah turnamen.
Tanpa jeda karantina yang memadai, plus ketidakberhasilan BWF dan panitia lokal mendapat pengecualian, Indonesia dipaksa mundur lantaran masuk dalam kategori close contact pasien covid-19.
Indonesia bahkan tak punya kesempatan meminta tes ulang sebagai bentuk kepastian terkait kondisi kesehatan para pemain setelah nama mereka masuk dalam close contact.
Situasi makin aneh lantaran pemain-pemain Indonesia sudah berbaur dengan pebulutangkis dari negara lain saat hari latihan dan juga beberapa mereka sudah terlibat dalam pertandingan.
Insiden dipaksa mundurnya Tim Indonesia dari All England itu memunculkan rasa marah dan kecewa dari atlet dan juga para pendukung. Akun media sosial BWF dibanjiri oleh kecaman-kecaman dari penggemar badminton Indonesia.
 PBSI tak mengirim tim ke Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2021. (Arsip PBSI) |
Setelah kejutan di All England, kejutan kembali muncul di akhir tahun ketika PBSI memutuskan menarik atlet pelatnas Cipayung dari Kejuaraan Dunia Badminton 2021.
Keputusan ini terbilang mengejutkan lantaran setelah memenangkan Piala Thomas, target besar di akhir tahun yang dikejar oleh pelatih, atlet, dan PBSI adalah gelar juara dunia.
Selain itu jelang Kejuaraan Dunia, performa sejumlah pemain Indonesia tengah dalam kondisi bagus, terutama Kevin/Marcus yang sukses berturut-turut masuk final di lima turnamen dan Greysia/Apriyani yang juga bisa konsisten setelah jadi juara Olimpiade.
Secara resmi, PBSI mengumumkan alasan atlet pelatnas Cipayung mundur dari Kejuaraan Dunia adalah lantaran situasi pandemi yang kembali tidak pasti seiring munculnya varian omicron.
Namun jarak dari rumor muncul hingga keputusan resmi terjadi membuat banyak spekulasi liar yang mengalir ke permukaan. Salah satu spekulasi yang muncul ditulis New Strait Times adalah mundurnya Tim Badminton Indonesia disebut berkaitan dengan dana.
Terkait spekulasi ini, hanya waktu yang akan bisa menjawab. Sebagai organisasi besar yang rutin mengirim atlet ke turnamen luar negeri setiap tahunnya, PBSI adalah organisasi yang butuh roda penggerak berupa dana pembinaan yang sangat besar.
 PBSI wajib kembali menggelar Sirnas. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra) |
Sebelum keputusan PBSI menarik atlet dari keikutsertaan di Kejuaraan Dunia, PBSI masih terlihat sangat aktif memberangkatkan atlet ke berbagai turnamen, termasuk turnamen-turnamen yang bukan level utama seperti di Republik Ceko, Finlandia, hingga Bangladesh.
Bukan hanya soal pengiriman, pembiayaan operasional sehari-hari Pelatnas Cipayung juga membutuhkan biaya besar lantaran ada sekitar 80-90 atlet yang bernaung di sana. Selama ini PBSI bisa beroperasi dengan dana mandiri sedangkan bantuan pemerintah hanya ada pada ajang multicabang.
Di tahun depan, tantangan PBSI bukan hanya sekadar membina dan mengirimkan atlet ke turnamen-turnamen internasional. PBSI juga harus mulai kembali menggerakkan kompetisi di Sirkuit Nasional.
Setelah melewati dua tahun pandemi, PBSI wajib menemukan cara untuk menggulirkan kompetisi lantaran sejumlah agenda olahraga nasional juga sudah mulai berjalan sejak 2021.
Seri Sirkuit Nasional adalah denyut nadi pembinaan. Dengan kompetisi rutin yang digelar di beberapa kota sepanjang tahun, PBSI akan lebih mudah menyemai bibit-bibit berbakat untuk direkrut ke pelatnas di masa yang akan datang.
Bila memang ada masalah di dana, PBSI seharusnya terbuka dan Kemenpora pun wajib ikut serta mencari solusinya. Bila dana ternyata memang kurang, PBSI harus terus terang dan Kemenpora wajib ikut turun tangan.
Tahun 2021 sudah mendekati akhir dan penggemar badminton Indonesia melewatinya dengan kemenangan-kemenangan yang layak dirayakan meski ada kejutan yang terpaksa harus direlakan.
[Gambas:Video CNN]