Di luar kemenangan-kemenangan yang patut dirayakan, ada hal-hal yang mengejutkan yang ikut menemani perjalanan Tim Badminton Indonesia di 2021.
Kejutan terbesar pertama adalah soal Indonesia yang dipaksa pulang dari All England. Hal tersebut mencuatkan ketidakcakapan BWF dalam mengatur pelaksanaan sebuah turnamen.
Tanpa jeda karantina yang memadai, plus ketidakberhasilan BWF dan panitia lokal mendapat pengecualian, Indonesia dipaksa mundur lantaran masuk dalam kategori close contact pasien covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia bahkan tak punya kesempatan meminta tes ulang sebagai bentuk kepastian terkait kondisi kesehatan para pemain setelah nama mereka masuk dalam close contact.
Situasi makin aneh lantaran pemain-pemain Indonesia sudah berbaur dengan pebulutangkis dari negara lain saat hari latihan dan juga beberapa mereka sudah terlibat dalam pertandingan.
Insiden dipaksa mundurnya Tim Indonesia dari All England itu memunculkan rasa marah dan kecewa dari atlet dan juga para pendukung. Akun media sosial BWF dibanjiri oleh kecaman-kecaman dari penggemar badminton Indonesia.
![]() |
Setelah kejutan di All England, kejutan kembali muncul di akhir tahun ketika PBSI memutuskan menarik atlet pelatnas Cipayung dari Kejuaraan Dunia Badminton 2021.
Keputusan ini terbilang mengejutkan lantaran setelah memenangkan Piala Thomas, target besar di akhir tahun yang dikejar oleh pelatih, atlet, dan PBSI adalah gelar juara dunia.
Selain itu jelang Kejuaraan Dunia, performa sejumlah pemain Indonesia tengah dalam kondisi bagus, terutama Kevin/Marcus yang sukses berturut-turut masuk final di lima turnamen dan Greysia/Apriyani yang juga bisa konsisten setelah jadi juara Olimpiade.
Secara resmi, PBSI mengumumkan alasan atlet pelatnas Cipayung mundur dari Kejuaraan Dunia adalah lantaran situasi pandemi yang kembali tidak pasti seiring munculnya varian omicron.
Namun jarak dari rumor muncul hingga keputusan resmi terjadi membuat banyak spekulasi liar yang mengalir ke permukaan. Salah satu spekulasi yang muncul ditulis New Strait Times adalah mundurnya Tim Badminton Indonesia disebut berkaitan dengan dana.
Terkait spekulasi ini, hanya waktu yang akan bisa menjawab. Sebagai organisasi besar yang rutin mengirim atlet ke turnamen luar negeri setiap tahunnya, PBSI adalah organisasi yang butuh roda penggerak berupa dana pembinaan yang sangat besar.
![]() |
Sebelum keputusan PBSI menarik atlet dari keikutsertaan di Kejuaraan Dunia, PBSI masih terlihat sangat aktif memberangkatkan atlet ke berbagai turnamen, termasuk turnamen-turnamen yang bukan level utama seperti di Republik Ceko, Finlandia, hingga Bangladesh.
Bukan hanya soal pengiriman, pembiayaan operasional sehari-hari Pelatnas Cipayung juga membutuhkan biaya besar lantaran ada sekitar 80-90 atlet yang bernaung di sana. Selama ini PBSI bisa beroperasi dengan dana mandiri sedangkan bantuan pemerintah hanya ada pada ajang multicabang.
Di tahun depan, tantangan PBSI bukan hanya sekadar membina dan mengirimkan atlet ke turnamen-turnamen internasional. PBSI juga harus mulai kembali menggerakkan kompetisi di Sirkuit Nasional.
Setelah melewati dua tahun pandemi, PBSI wajib menemukan cara untuk menggulirkan kompetisi lantaran sejumlah agenda olahraga nasional juga sudah mulai berjalan sejak 2021.
Seri Sirkuit Nasional adalah denyut nadi pembinaan. Dengan kompetisi rutin yang digelar di beberapa kota sepanjang tahun, PBSI akan lebih mudah menyemai bibit-bibit berbakat untuk direkrut ke pelatnas di masa yang akan datang.
Bila memang ada masalah di dana, PBSI seharusnya terbuka dan Kemenpora pun wajib ikut serta mencari solusinya. Bila dana ternyata memang kurang, PBSI harus terus terang dan Kemenpora wajib ikut turun tangan.
Tahun 2021 sudah mendekati akhir dan penggemar badminton Indonesia melewatinya dengan kemenangan-kemenangan yang layak dirayakan meski ada kejutan yang terpaksa harus direlakan.
(har)