Mendatangkan pemain kelas dunia ke Liga Indonesia sejatinya bukan hal baru. Pada 1993 klub Galatama Pelita Jaya mendatangkan bintang Argentina Mario Kempes. Setahun setelahnya giliran Roger Milla yang dipinang.
Era awal Liga Indonesia, setelah unifikasi kompetisi Perserikatan dan Galatama, kompetisi sepak bola negeri ini seperti menemukan roh. Gairah tinggi dan operator kompetisi dikunjungi negara lain untuk belajar.
Namun titik tolok yang dibangun itu roboh karena krisis ekonomi pada 1998 yang memicu gerakan reformasi menjatuhkan Presiden Soeharto. Kompetisi sepak bola Indonesia yang mulai matang, jatuh ke dasar lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi sulit ekonomi membuat banyak klub mati, utamanya eks Galatama. Hanya beberapa yang bertahan. Klub-klub Perserikatan yang punya basis massa dan didukung pemerintah daerah bisa bertahan, tetapi ala kadarnya.
Upaya mengembalikan marwah sepak bola Indonesia dimulai lagi pada 2017. PSSI membuat kebijakan merekrut marquee player. Pemain kategori ini harus pernah tampil di Piala Dunia. Jatah pemain asing pun ditambah.
Mantan bintang Chelsea Michael Essien hingga pemain timnas Nigeria Peter Odemwingie didatangkan. Mereka ini diharapkan jadi duta kampanye era baru sepak bola Indonesia setelah PSSI dibekukan oleh FIFA.
![]() |
Kini tanpa ada aba-aba dari PSSI untuk menghidupkan atmosfer pada 1994 dan 2017, Rans mengambil langkah sendiri. Dengan tujuan bisnis dan hiburannya, Rans ingin mendatangkan bintang sepak bola lainnya Mesut Ozil.
Biasanya saat ada yang menggebrak dengan pembelian besar, klub lain tak mau kalah. Utamanya klub kaya seperti Persib, Bali United, Madura United, Borneo FC, hingga Persija, akan ikut memburu pemain bintang.
Namun upaya membangkitkan nilai kompetisi sepak bola dalam negeri ini tak selaras dengan upaya perbaikan infrastruktur. Klub yang punya lapangan sendiri masih hitungan jari, yang itu pun kualitasnya pas-pasan.
Apalagi akhir-akhir ini kompetisi sepak bola Indonesia, dari level paling atas hingga terbawah, mempertontonkan level bawah. Kepemimpinan wasit dianggap tidak becus, pemain emosional, dan baku hantam sering terjadi.
Ketimpangan semacam ini hingga kini belum bisa diurai PSSI. Upaya mendatangkan pemain bintang seperti Ozil bisa menjadi langkah brilian, tetapi perbaikan ketimpangan level sepak bola nasional juga tidak kalah penting.
(har)