Jun Mahares
Jun Mahares
Penggemar sepak bola, penikmat kopi, dan pengagum paradigma kritis. Sempat meniti karier di SuperBall dan kini berkarya sebagai writer CNNIndonesia.com.

Hai FIFA, Apa Salahnya Timnas Rusia dan Spartak Moskow?

Jun Mahares | CNN Indonesia
Minggu, 06 Mar 2022 08:08 WIB
Apa salahnya jadi pemain timnas Rusia? Apa salahnya pemain Spartak Moskow. Apa salahnya terlahir jadi warga negara Rusia?
Timnas Rusia dicoret dari babak play off Piala Dunia 2022. (AP/Anton Vaganov)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia --

Secara kemanusiaan, invasi Rusia ke Ukraina memang tak bisa dibenarkan. Apalagi ratusan korban jiwa telah melayang karena perang yang arogan. Menyedihkan!

Saya tak ingin menyoroti muasal Rusia menyerbu Ukraina. Bagi saya itu murni politik kekuasaan antarnegara yang dibumbui sejarah panjang dan njelimet. Kedua pihak saling mengklaim benar dan salah.

Terlepas dari konflik politik dinasti berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, jalan pedang bukanlah solusi. Karena rakyat sipil yang bakal lebih banyak menderita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak heran banyak pihak yang mengutuk agresi militer Rusia yang dipimpin Presiden Vladimir Putin.

Berbagai induk organisasi olahraga dunia juga turut mengambil sikap. Demi menjalankan misi persatuan dunia, mereka ramai-ramai mengutuk serangan membabi-buta Rusia kepada Ukraina.

Tak salah memang jika dunia olahraga menentang peperangan. Ini justru sikap yang amat mulia.

Namun perdebatan muncul ketika sejumlah federasi olahraga dunia mengeluarkan sanksi terhadap olahraga Rusia dan Belarusia sebagai sekutunya.

International Olympic Committee (IOC) atau Komite Internasional Olimpiade lantas menyerukan "Gencatan Senjata Olimpiade" kepada atlet dan federasi olahraga Rusia dan Belarus.

IOC merekomendasikan badan olahraga internasional melarang atlet dan ofisial Rusia dan Belarusia ambil bagian dari ajang internasional.

FIFA sebagai badan tertinggi sepak bola dunia dan UEFA sebagai otoritas sepak bola Eropa pun mengamini rekomendasi IOC.

FIFA dan UEFA pun dengan gagahnya mengeluarkan maklumat: seluruh tim Rusia, baik tim nasional maupun klub, dilarang ambil bagian dari kompetisi yang berada di bawah naungan FIFA dan UEFA.

Imbasnya peluang timnas Rusia untuk mentas di Piala Dunia 2022 kandas. Mereka didepak dari babak playoff yang semula dijadwalkan akan menghadapi Polandia.

Kemudian klub elite Rusia Spartak Moskow juga dicoret dari babak 16 besar Liga Europa. Spartak seharusnya akan bertemu RB Leipzig pada 11 Maret mendatang.

Soccer Football - Euro 2020 - Group B - Belgium v Russia - Gazprom Arena, Saint Petersburg, Russia - June 12, 2021 Russia's Artem Dzyuba in action with Belgium's Dedryck Boyata and Jan Vertonghen Pool via REUTERS/Dmitri LovetskyTimnas Rusia ketika tampil di Euro 2020. (Pool via REUTERS/DMITRI LOVETSKY)

Puluhan badan olahraga dunia mengeluarkan seruan serupa. Yakni, melarang tim Rusia terlibat di ajang internasional.

Federasi Taekwondo Internasional bahkan mencabut gelar ban hitam kehormatan yang pernah diberikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Kalau ini tak masalah karena bersifat personal dan hanya mengarah kepada Putin.

Sementara Federasi Tenis Internasional (ITF) mengambil sikap yang sedikit berbeda. Mereka menangguhkan keanggotaan Federasi Tenis Rusia dan Belarus, namun tetap mengizinkan para atlet ambil bagian. Hanya saja tidak mengatasnamakan negara mereka.

Setidaknya kebijakan yang dikeluarkan ITF lebih menyejukkan ketimbang badan dunia lainnya. Menentang peperangan tidak harus mematikan hak manusia untuk bertanding atas nama olahraga.

Sebab olahraga yang saya tahu adalah salah satu instrumen nyata dalam mendukung misi perdamaian dunia. Itu dijewantahkan dengan melarang kegiatan politik masuk ke dalam olahraga dalam wujud apa pun.

Namun kebijakan sebagian besar badan olahraga dunia baru-baru ini tampak kelewat batas. Mereka menentang peperangan tapi mendiskriminasi atlet.

Yang jadi pertanyaan: Mengapa badan-badan olahraga dunia tersebut tak mengeluarkan kebijakan serupa terhadap invasi yang terjadi sebelumnya?

Banner video highlights MotoGP 2022

Kita tak bisa menutup mata terhadap operasi militer Amerika Serikat ke sejumlah negara Timur Tengah (termasuk Iran, Irak, dan Afghanistan). Kita juga tak bisa menafikan begitu saja agresi militer Israel ke Palestina yang hingga kini terkesan tak berujung.

Satu hal yang pasti, invasi kedua negara tersebut juga sudah menelan korban jiwa yang tak dapat dihitung jari.

Apa sikap badan olahraga terhadap agresi militer AS dan Israel? Tidak ada! Mereka berdalih, olahraga tak ada hubungan dengan politik.

Saya sangat setuju dengan sikap badan olahraga dunia memisahkan politik dan olahraga. Bahkan saya selalu membayangkan kehangatan yang bisa terjadi di arena olahraga.

Momen indah itu pernah terjadi di Piala Dunia 1998. Kala itu, tim nasional sepak bola AS tergabung satu grup dengan Iran.

Kita sama-sama tahu, AS dan Iran juga punya sejarah konflik yang cukup panjang. Artinya, duel AS vs Iran di Grup F Piala Dunia 1998 tidak sesederhana pertandingan sepak bola pada umumnya.

Media-media bahkan membumbuinya sebagai 'Grup Neraka' yang jauh dari makna sebenarnya. Istilah grup neraka biasanya disematkan ketika ada 2-3 tim kuat yang tergabung dalam satu grup. Sementara Grup F terkesan lunak karena hanya Jerman yang benar-benar layak disebut tim favorit di samping Yugoslavia, AS, dan Iran.

Ketegangan sempat terjadi sebelum laga AS vs Iran. Ancaman pemboikotan dari sejumlah penyusup membuat Kepolisian Prancis bekerja lebih ekstra. Mereka menyiapkan tim anti huru-hara di luar personel keamanan yang menjadi standar pengamanan pertandingan.

Namun pemandangan indah justru terjadi sebelum dan sesudah pertandingan. Masing-masing pemain mempertontonkan bahwa sepak bola adalah persaudaraan, bukan representasi konflik kedua negara.

Para pemain AS bersedia berjalan ke arah tim Iran dan disambut dengan pemberian buket mawar putih tanda perdamaian. Kedua tim pun memilih untuk berfoto berdampingan dan membaur tak seperti sesi foto pada umumnya.

Pertandingan bersejarah itu cukup berhasil mendekatkan kedua negara. Sekitar 18 tahun kemudian, mereka bertemu kembali dalam laga persahabatan di Pasadena.

Mantan bek AS Jeff Agoos pun mengeluarkan pernyataan menarik yang menggambarkan aksi pesepakbola dalam mewujudkan perdamaian lebih berdampak dari para politisi.

"Kami melakukan lebih banyak hal dalam 90 menit daripada yang dilakukan para politisi selama 20 tahun terakhir," kata Jeff Agoos saat itu.

Semoga kenangan indah AS vs Iran di Piala Dunia 1998 bisa kembali terulang di kemudian hari. Sepak bola atau pertandingan olahraga lainnya bisa jadi instrumen kampanye perdamaian dunia.

Dan, momen indah tersebut tak akan bisa terulang jika FIFA menghukum timnas Rusia tampil di ajang internasional. Alih-alih berpihak kepada kemanusiaan, hukuman terhadap sepak bola Rusia justru melanggar kemanusiaan itu sendiri.

Banner live streaming MotoGP 2022

Perlu saya tekankan sekali lagi bahwa saya juga mengutuk keras invasi Rusia ke Ukraina. Tapi bukan berarti olahraga Rusia harus dikucilkan.

Apa salahnya jadi pemain timnas Rusia? Apa salahnya pemain Spartak Moskow. Apa salahnya terlahir jadi warga negara Rusia? Seakan-akan dosa pemerintah dibebankan kepada rakyat sipil.

Saya pun jadi teringat salah satu kutipan dari bapak bangsa kita, Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur: "Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan."

[Gambas:Video CNN]

(har)


[Gambas:Video CNN]
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER