Situasi ini membuat klub yang keuangannya stabil bisa belanja dengan leluasa. Sebaliknya, klub yang kesulitan mencari sponsor belanja pemain apa adanya dan umumnya dilakukan menjelang kompetisi dimulai.
Contoh kasus hal ini dialami Persipura menjelang Liga 1 2021/2022. Ketika itu Persipura ditinggal manajer Rudy Maswi, sponsor tak kunjung datang, dan terjadi disharmoni di dalam internal tim. Ujungnya Persipura degradasi.
"Padahal dulu Persipura itu kalau beli pemain asing itu selalu bagus. Kemarin Persipura dapat pemain asing yang kualitasnya abu-abu. Ini akibat dari situasi industri yang tidak menentu," ucap Yuke, sapaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Terlepas dari itu, saat ini ada fenomena baru menjelang Liga 1 2022/2023 bergulir. Saat ini seperti ada kecenderungan klub melakukan pembelian pemain secara panik. Ada klub yang buru-buru, ada pula yang santai-santai.
Persija Jakarta contohnya. Belum juga memiliki pelatih, klub berlambang Monumen Nasional (Monas) tersebut sudah membeli tiga pemain baru. Terlepas pemain itu berkualitas, konsep belanja klub bukan sesuai kebutuhan pelatih.
Kabar baiknya, saat ini klub-klub Liga 1 2022/2023 sudah menerapkan kontrak dengan harga normal. Jika sebelumnya membayar pemain sebesar 50 persen dari kontrak, kini situasinya sudah normal kembali.
"Situasinya klub sekarang buru-buru karena jeda kompetisi singkat. Juni kompetisi sudah akan mulai, jadi April paling tepat belanja. Mei klub harus sudah mulai persiapan. Sebulan itu waktu yang minim," ucap Yusuf.
Terlepas dari sulitnya memberlakukan nilai transfer pemain, kompetisi Liga 1 tetap bergeliat. Para pemain top Indonesia dan juga legiun asing tetap hadir untuk menambah persaingan.
(abs/jun)