
TESTIMONI
Jatuh Bangun Dedeh Erawati, Legenda Lari Gawang Indonesia
Rabu, 25 Mei 2022 19:10 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Sempat ada perdebatan karena saya orang baru. Tapi, guru saya bersikeras bahwa saya harus dipilih mewakili Sumedang karena unggul dalam proses seleksi. "Buat apa ada seleksi kalau yang dipilih bukan hasil terbaik," kata guru saya kala itu.
Akhirnya saya yang dikirim untuk seleksi Jawa Barat di Tasikmalaya dengan kuota 11 putra dan 11 putri. Saya pun lolos seleksi dan harus masuk asrama.
Saya bangga sekaligus takut menghadapi kenyataan bahwa saya akan tinggal di asrama sebagai atlet pelajar. Karena selama ini saya hanya seorang anak rumahan yang tak pernah jauh dari orangtua. Tapi, saya harus menghadapi hidup disiplin di asrama dengan program latihan rutin setiap hari.
Semula berat sekali, tapi karena ada teman-teman yang bernasib sama lama-lama jadi enjoy bareng.
Pelatih saya sejak awal adalah Wita Witarsa. Dia yang menemukan bakat saya lebih condong di nomor lari gawang. Awalnya saya kurang suka tapi lama-lama mulai menikmati usai mencicipi kemenangan di beberapa kejuaraan.
PON 1996 jadi ajang nasional pertama yang saya ikuti. Saat itu saya memang belum berhasil meraih medali tapi mental dan kepercayaan diri makin teruji. Di tahun yang sama, saya berhasil memecahkan rekor nasional di nomor lari gawang 100 meter dengan catatan 14,2 detik.
Prestasi itu yang membawa saya masuk pelatnas atletik ke SEA Games 1997 di Jakarta. Saat itu saya masih 17 tahun dan belum lulus SMA.
Rasanya senang sekali bisa terpilih mewakili Indonesia di event bergengsi se-Asia Tenggara. Sayang, saya masih belum mampu meraih kemenangan.
Di tiga edisi SEA Games berikutnya (1999, 2001, dan 2003) saya ternyata juga hanya sebagai penggembira di babak final. Selalu pulang tanpa medali.
Tahun 2003 menjadi titik terendah dalam karier saya. Usai melahirkan, saya merasa tak sanggup lagi melanjutkan karier sebagai atlet. Toh, sebelumnya saya juga selalu gagal berprestasi di SEA Games.
"Untuk pecahkan rekor nasional saja sudah susah apalagi turun di kejuaraan lebih tinggi," ujar saya dalam hati.
Kemudian saya memilih pensiun dan berencana bekerja kantoran untuk melanjutkan hidup seperti kebanyakan orang. Namun, hati saya bergejolak ketika mengunjungi tempat latihan.
Saya tak pernah bermimpi untuk menjadi atlet nasional hingga pada satu titik saya dianggap punya 'kelainan' oleh guru sekolah saya.
Awalnya, saya hanya ikut tes jasmani karena baru masuk SMP Sumedang Ujung Jaya. Namun, saya terkejut karena guru bilang saya punya 'kelainan' karena hasil tes saya melebihi nilai murid laki-laki.
Kelainan yang dimaksud adalah bakat yang berbeda dari yang lain. Mulai dari situ, saya diminta untuk latihan rutin untuk mengikuti seleksi atlet atletik kelas pelajar di Sumedang.
Kelainan yang dimaksud adalah bakat yang berbeda dari yang lain. Mulai dari situ, saya diminta untuk latihan rutin untuk mengikuti seleksi atlet atletik kelas pelajar di Sumedang.
Dari lima nomor atletik yang diperlombakan, saya ternyata berhasil memenangi tiga nomor. Artinya, prestasi saya melebihi atlet-atlet pelajar Sumedang yang sudah pernah tanding.
Sempat ada perdebatan karena saya orang baru. Tapi, guru saya bersikeras bahwa saya harus dipilih mewakili Sumedang karena unggul dalam proses seleksi. "Buat apa ada seleksi kalau yang dipilih bukan hasil terbaik," kata guru saya kala itu.
Akhirnya saya yang dikirim untuk seleksi Jawa Barat di Tasikmalaya dengan kuota 11 putra dan 11 putri. Saya pun lolos seleksi dan harus masuk asrama.
Saya bangga sekaligus takut menghadapi kenyataan bahwa saya akan tinggal di asrama sebagai atlet pelajar. Karena selama ini saya hanya seorang anak rumahan yang tak pernah jauh dari orangtua. Tapi, saya harus menghadapi hidup disiplin di asrama dengan program latihan rutin setiap hari.
Semula berat sekali, tapi karena ada teman-teman yang bernasib sama lama-lama jadi enjoy bareng.
![]() |
PON 1996 jadi ajang nasional pertama yang saya ikuti. Saat itu saya memang belum berhasil meraih medali tapi mental dan kepercayaan diri makin teruji. Di tahun yang sama, saya berhasil memecahkan rekor nasional di nomor lari gawang 100 meter dengan catatan 14,2 detik.
Prestasi itu yang membawa saya masuk pelatnas atletik ke SEA Games 1997 di Jakarta. Saat itu saya masih 17 tahun dan belum lulus SMA.
Rasanya senang sekali bisa terpilih mewakili Indonesia di event bergengsi se-Asia Tenggara. Sayang, saya masih belum mampu meraih kemenangan.
![]() |
Di tiga edisi SEA Games berikutnya (1999, 2001, dan 2003) saya ternyata juga hanya sebagai penggembira di babak final. Selalu pulang tanpa medali.
Tahun 2003 menjadi titik terendah dalam karier saya. Usai melahirkan, saya merasa tak sanggup lagi melanjutkan karier sebagai atlet. Toh, sebelumnya saya juga selalu gagal berprestasi di SEA Games.
"Untuk pecahkan rekor nasional saja sudah susah apalagi turun di kejuaraan lebih tinggi," ujar saya dalam hati.
Kemudian saya memilih pensiun dan berencana bekerja kantoran untuk melanjutkan hidup seperti kebanyakan orang. Namun, hati saya bergejolak ketika mengunjungi tempat latihan.
Saya tidak bisa membohongi diri bahwa sebagian diri saya masih tertinggal di atletik. Saya harus melanjutkan mimpi untuk meraih prestasi.
Baca lanjutan artikel ini di halaman berikutnya>>>Sempat Pensiun dan Bangkit Rebut 3 Emas SEA Games
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK