Walaupun MU mendapat komentar sinis karena mengincar Antony dengan nilai fantastis, ada pula yang menganggap harga 'gila' sepadan dengan kualitas yang dimiliki Antony.
Terlebih lagi jika melihat perjuangan Antony dalam mengejar mimpi sebagai pesepak bola profesional. Pindah ke MU dianggap sebagai peningkatan karier mengingat Manchester Merah adalah salah satu klub terbesar di dunia.
Tidak ada yang menyangka karier Antony begitu cepat melesat. Sebab satu dekade lalu, Antony hanyalah anak dari keluarga dengan kondisi finansial pas-pasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam wawancara dengan The Guardian, pemain kelahiran Osasco itu mengaku dirinya harus berjibaku dengan kesulitan dalam meniti mimpi. Beruntung, ia memiliki orangtua yang 100 persen mendukung cita-citanya sebagai pesepak bola.
"Ibu saya bekerja di toko baju dan sepatu dekat rumah kami. Sepatu [sepak bola] yang saya pakai adalah dari Ibu saya yang meminjam sepatu itu secara diam-diam. Saya memakai sepatu pinjaman karena saya tidak mampu membelinya," kata Antony dikutip dari The Guardian.
Anak bungsu dari tiga bersaudara itu juga menceritakan berbagai rintangan yang dihadapi selama tumbuh besar di Sao Paulo. Kehidupan keras menjadi makanannya sehari-hari.
"Datang dari lingkungan kumuh punya segala hal buruk, tapi juga ada nilai yang baik. Sisi sulitnya adalah Anda harus berhadapan dengan narkoba, senjata api, dan lainnya," ujar Antony.
"Sisi baiknya adalah warganya rendah hati. Tidak ada satupun orang yang menganggap dirinya lebih tinggi dan lebih penting dari orang lain," ucapnya melanjutkan.
Antony masuk ke akademi Sao Paulo ketika berusia 12 tahun. Baru akhirnya pada 2018 ia mendapat kontrak sebagai pemain profesional di tim yang sudah mendidiknya.
Antony kemudian bergabung ke Ajax dengan mahar 18 juta poundsterling alias Rp313,6 juta pada 2020. Dua tahun berselang, ia akan segera berkostum Manchester United.