Pelatih Arema FC Javier Roca kembali menceritakan momen-momen saat tragedi Kanjuruhan yang terjadi usai Singo Edan melawan Persebaya di Liga 1 2022/2023.
Kali ini pelatih asal Chili itu bercerita tentang kejadian di Kanjuruhan kepada Radio France Internasional (RFI).
Dikutip dari RFI, Roca mengatakan usai polisi menembakkan gas air mata membuat semua orang di Kanjuruhan panik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kalah dalam pertandingan dan penggemar kami memasuki lapangan. Setelah setengah jam, saat saya kembali dari konferensi pers, saya kembali ke ruang ganti. Kami melihat orang-orang mulai datang dengan gejala sesak napas, di mana para pemain saya dan dokter klub mulai membantu menyadarkan mereka," kata Roca kepada RFI, Selasa (4/10).
"Kami menyadari bahwa di lapangan itu ada bentrok antara penggemar kami dan polisi, di mana polisi melancarkan serangan gas air mata dan karena alasan itu orang-orang panik," kata pelatih asal Chili itu menambahkan.
Roca mengatakan di ruang ganti dirinya melihat empat orang meninggal di pelukan pemain Arema.
"Di ruang ganti yang sama, empat orang meninggal di depan saya, di pelukan para pemain kami. Jadi kami terpukul dengan ini," ucap Roca.
Mantan pemain Persija Jakarta itu juga mengungkapkan kalau dirinya dan tim kini tengah fokus untuk mengunjungi keluarga korban yang meninggal dunia.
"Saat ini, sebagai tim, selain sangat sedih, kami fokus mengunjungi keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai dalam tragedi ini. Jadi Liga ditunda sampai pemberitahuan lebih lanjut. Tim kami sekarang mendapatkan sanksi hingga akhir kompetisi dengan bermain di luar kota kami dan tanpa penonton," kata Roca.
Sebelumnya Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afianta mengatakan penonton pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berbondong-bondong keluar ke satu titik di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah polisi menembakkan gas air mata.
"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," kata Nico dikutip Antara, Minggu (2/10).
Jenderal bintang dua itu menjelaskan polisi menembakkan gas air mata karena para pendukung Arema tak puas dan turun ke lapangan. Polisi menganggap aksi mereka membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Polres Malang menyatakan akan mendalami ketentuan penggunaan gas air mata oleh anggota yang bertugas dalam pengamanan tersebut. Polri akan melihat apakah tindakan yang dilakukan polisi telah sesuai dengan situasi yang dihadapi atau tidak.
"Itu bagian dari materi yang sedang didalami," kata Dedi Prasetyo di Polres Malang.
Selain itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga membeberkan alasan polisi membeberkan gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10).
Menurut Mahfud, penggunaan gas air mata pada pertandingan tersebut semata-mata karena penonton mengejar pemain sepak bola.
Ia menyebut sekitar 2.000 orang turun untuk mengejar para pemain, baik dari Arema FC maupun Persebaya. Oleh sebab itu, polisi menembakkan gas air mata agar situasi kembali kondusif.
"Ada yang mengejar Arema karena merasa kok kalah. Ada yang kejar Persebaya. Sudah dievakuasi ke tempat aman. Semakin lama semakin banyak, kalau tidak pakai gas air mata aparat kewalahan, akhirnya disemprotkan," kata Mahfud kepada CNN Indonesia TV, Minggu (2/10).