Jakarta, CNN Indonesia --
Timnas Indonesia sudah dipastikan tak lolos ke Piala Asia U-17 2023 sehingga tak ada lagi yang perlu dikambinghitamkan. Namun PSSI kiranya bisa mereformasi dua hal krusial.
Selama Kualifikasi Piala Asia U-17 2023, tim asuhan Bima Sakti tersebut selalu bermain malam hari. Jadwal ini tidak dibuat oleh federasi sepak bola Asia (AFC), tetapi oleh tuan rumah dalam hal ini PSSI.
Sejatinya main malam hari, setelah pukul 20.00 WIB, tak hanya dirasakan Indonesia U-17. Tiga ajang sebelumnya, Piala AFF U-16 2022, Piala AFF U-19 2022, dan Kualifikasi Piala Asia U-20 2023, juga berlangsung pada malam hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak jauh berbeda dengan tiga ajang ini, jeda waktu antar-laga hanya sehari atau dua hari. Hal ini membuat tim yang rutin main malam hari lebih berpeluang menata kebugaran dengan baik sesuai jam biologis normal.
Istirahat, dalam hal ini tidur malam, merupakan bagian dari proses peningkatan performa. Menurut penelitian Stanford University pemain sepak bola yang mendapat istirahat malam lebih baik, tingkat kelelahannya menurun.
Inilah yang tidak didapat anak-anak Indonesia U-17 selama Kualifikasi Piala Asia U-17 2023. Mereka baru selesai bertanding jam 10 malam dan baru sampai di hotel sekitar jam 11 lewat.
Tentu saja pemain tidak bisa langsung istirahat. Selesai bertanding biasanya pemain akan sulit tidur. Ada yang butuh waktu tiga jam, ada pula yang hingga lima jam. Artinya pemain baru bisa tidur di tengah malam.
Sudah tidur larut, terkadang program pelatihan yang diterapkan kurang pas, yakni latihan pemulihan pagi. Pemain masih dalam keadaan ngantuk, tetapi sudah diajak kembali ke lapangan untuk masa pemulihan plus persiapan.
 Timnas Indonesia U-17 tersingkir di Kualifikasi Piala Asia U-17 2023. (CNN Indonesia/ Andry Novelino) |
Berkaca dari Shin Tae Yong, latihan pemulihan biasanya dilakukan pada tengah hari bolong. Alasannya pemain sudah mendapat tidur yang cukup dan terik mata hari siang dianggap cocok untuk pemulihan kondisi.
Karena itu PSSI kiranya bisa menimbang matang di masa depan. Masih ada Piala AFF dan Kualifikasi Piala Asia pada tahun-tahun mendatang. Jika Indonesia dipercaya kembali jadi tuan rumah, jam malam seyogyanya dihindarkan.
Konsep lebih banyak penonton yang datang di stadion dan rating penonton televisi lebih tinggi pada malam hari kiranya harus diubah PSSI. Jangan sampai karena alasan 'cuan' sisi efektif dan keselamatan sepak bola dikesampingkan.
Jadwal malam juga mulai terbiasa digelar musim ini. Pecahnya Tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pun terjadi usai pertandingan malam.
Baca selanjutnya di halaman berikutnya>>>
Dua kisah terkait regulasi membuat Timnas Indonesia tak beruntung selama 2022. Pertama saat Piala AFF U-19 2022 dan kedua di Kualifikasi Piala Asia U-20 2023.
Ketidakpahaman akan regulasi membuat strategi yang diterapkan jadi kurang tepat. Dampaknya pada performa tim yang berujung kerugian. Kesempatan menambah jam terbang pemain melawan tim-tim lebih kuat pun sirna.
Saat Piala AFF U-19 2022, Shin Tae Yong dan PSSI tampak tidak memahami regulasi kejuaraan. Hal ini memantik perdebatan dari pelatih dan federasi. PSSI bahkan sampai meminta AFF menerapkan regulasi baru mulai edisi berikutnya.
Adapun di Kualifikasi Piala Asia U-17 2023, tim pelatih salah membuat perhitungan. Padahal sejak awal sudah ditetapkan bahwa nantinya hasil pertandingan dengan tim terbawah klasemen tak akan dihitung untuk mencari runner up terbaik.
Indonesia U-17 yang mengawali kiprahnya di ajang ini dengan melawan tim lemah malah tampil dengan kekuatan penuh, Guam. Bima Sakti memasang pemain utama sehingga menang 14-0. Sebelumnya Guam kalah 0-9 dari Palestina.
Bima pun mengaku salah menerapkan rotasi. Menurutnya laga melawan Guam tidak dijadikan sarana memberi menit main kepada pemain yang tak banyak mendapat jam terbang. Bima menilai ini sebagai murni kesalahannya.
Kemenangan 14-0 pun akhirnya tak berguna. Hasil ini tak dihitung dalam pencarian enam tim runner up terbaik. Dampaknya Indonesia malah minus tiga gol, karena dilumat Malaysia dengan skor 1-5 di laga pemungkas.
Pada saat yang sama PSSI bisa menjadi pelopor reformasi. Inilah saat yang tepat untuk mereformasi regulasi AFC. Konsep pembagian grup harus lebih merata dan tak ada lagi hasil pertandingan yang dihapuskan.
 Pembagian grup di turnamen AFC sering kali tak merata. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp) |
Dalam kualifikasi kali ini misalnya, dari 10 grup ada empat grup yang terdiri dari lima tim dan enam grup lainnya terdiri empat tim. Grup yang terdiri dari empat tim ini jadi punya waktu pemulihan lebih baik.
Padahal bisa saja AFC membagi grup menjadi 11, sehingga pencarian runner up terbaik hanya lima dan bukan enam. Istilahnya buat apa menggelar laga jika pada akhirnya hasil dari pertandingan tersebut tidak dianggap.
Terlepas dari itu regulasi tak pantas jadi kambing hitam. Ia harus dipelajari sebaik mungkin sebelum pertempuran. Sebelum itu lagi sudah saatnya PSSI menggugat kebijakan hasil lawan tim termudah tak dianggap. Ini kurang fair play.
[Gambas:Video CNN]