Sembilan hari setelah insiden Tragedi Kanjuruhan, mata Aremania bernama Raffi Atha Dziaulhamdi hingga hari ini masih merah.
Raffi merupakan Aremania yang duduk di tribun 10 saat Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu. Remaja 14 tahun itu hadir bersama saudara dan teman-temannya.
Selama pertandingan berlangsung, Raffi mengatakan semua berjalan lancar. Seusai laga Raffi mengakui ada beberapa suporter yang turun ke lapangan, termasuk Raffi. Saat Raffi berjalan di lapangan, polisi mulai menembakkan gas air mata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian peluit tanda berakhirnya babak kedua dibunyikan. Sekitar 15 menit setelahnya saya turun ke tribun berdiri. Pas jalan, dari aparat menembakkan gas air mata dan saya di kepulan asap itu," ujar Raffi dikutip dari detik.
Raffi kemudian mencoba menyelamatkan diri melalui pintu keluar tribun 12. Tapi karena berdesak-desakan Raffi kesulitan bernafas dan akhirnya pingsan selama kurang lebih 2 jam. Ketika sadar Raffi sudah berada di tribun bagian bawah.
"Saat bangun itu mata saya langsung merah. Di dalam mata kayak sakit dan sesak napas. Teman-teman bawa saya ke Rumah Sakit Teja Husada sekitar pukul 00.30 WIB. Tapi lama enggak dapat penanganan akhirnya pulang dan pukul 02.00 WIB sudah sampai rumah," kata Raffi.
Raffi kemudian dirawat di RSSA Malang pada 2 Oktober. Oleh dokter, Raffi mendapat resep lima jenis obat. Tapi keluarga Raffi memilih untuk tidak menebusnya karena tiga jenis obat tidak ada.
Sementara itu ayah Raffi, Sutrisno, menjelaskan dua hari kemudian pada Selasa (4/10) anaknya dibawa ke posko Balai Kota Malang dan dirujuk periksa ke RS Hermina pada Rabu (5/10). Raffi selanjutnya dibawa ke posko yang ada di Balai Kota Malang.
"Dari situ, dirujuk ke RS Hermina. Katanya sih mata merah ini karena iritasi terkena gas air mata. Mata merah ini bisa sembuh, tapi butuh waktu sekitar satu bulan atau bisa lebih. Tapi kata Raffi matanya habis dipakai tidur sudah tidak sakit lagi sampai sekarang," ucap Sutrisno.
Sutrisno bersyukur anaknya bisa selamat meski matanya hingga kini masih merah karena gas air mata yang ditembakkan.
"Saya lihat di rumah itu langsung khawatir karena ada tembakan gas air mata. Saya terus cari info, nomornya Raffi coba saya hubungi tapi dia enggak bawa handphone. Khawatir sekali, tapi bersyukur dia selamat," ucap Sutrisno.
Gas air mata yang digunakan polisi saat Tragedi Kanjuruhan saat ini menjadi polemik. Panpel Arema FC yang juga tersangka Tragedi Kanjuruhan, Abdul Haris, akhir pekan lalu meminta pihak terkait memeriksa gas air mata yang digunakan polisi karena berbeda dari yang dia rasakan saat insiden Arema vs Persib Bandung pada 2018.
Pihak Mabes Polri kemudian mengakui sejumlah gas air mata yang digunakan telah kedaluwarsa atau melewati batas masa guna. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan sejumlah gas tersebut telah kedaluwarsa sejak 2021.
"Ya ada beberapa yang diketemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Sealtan, Senin (10/10).
(har)