Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyatakan tragedi Kanjuruhan terjadi karena PSSI dan pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia tidak profesional.
Hal tersebut tercantum dalam poin nomor satu kesimpulan laporan TGIPF yang dirilis Jumat (14/10).
TGIPF menyebut ketidakbecusan berbagai pihak terkait sebagai penyebab tragedi yang membuat ratusan orang meninggal dan luka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, di mana terjadi kerusuhan pasca pertandingan sepak bola antara Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggung jawab pada pihak lain," tulis laporan TGIPF.
"Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepak bola nasional," sambung pernyataan tersebut.
Dalam kesimpulan juga terdapat soal TGIPF yang menyatakan Ketua PSSI dan Komite Eksekutif PSSI harus mundur dan meminta PSSI menggelar Kongres Luar Biasa.
TGIPF pun menjabarkan delapan alpa PSSI dalam poin kesimpulan yang mengakibatkan tragedi Kanjuruhan terjadi. Deret kesalahan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) selaku operator kompetisi sepak bola profesional Indonesia juga dijabarkan dalam dokumen bab lima berisi 14 halaman.
Selain itu TGIPF pun menyebutkan poin-poin lain yang mencakup aparat Polri dan TNI serta suporter.
Di sisi lain PSSI belum mengetahui poin-poin kesimpulan dan rekomendasi TGIPF.
"Saya belum tahu isinya," ujar Ahmad Riyadh yang merupakan salah satu anggota Komite Eksekutif PSSI.
"Sementara no comment dulu," kata anggota Komite Eksekutif PSSI lainnya, Hasani Abdulgani, ketika dihubungi secara terpisah.
(nva/jun)