Banting tulang juga dirasakan oleh Jaya Raya. Klub legendaris ibu kota ini saat ini menaungi 94 atlet mulai dari kategori pemula hingga taruna. Untuk menggembleng atlet-atlet tersebut, PB Jaya Raya menggelontorkan dana di kisaran Rp20 miliar-Rp30 miliar per tahun.
Dari jumlah fantastis tersebut, Jaya Raya menegaskan bahwa misinya memang untuk pembinaan pemain badminton Indonesia. Misi yang terus mereka pegang sejak berdiri pada 1975.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini [sumber dana dari] Yayasan Pembangunan Jaya Raya. CSR. Perusahaan Jaya itu banyak, jadi mereka mengumpulkan dana untuk membangun Yayasan."
"Kami murni pembinaan meskipun tidak mendapat apa-apa [keuntungan dari segi finansial] dari pembiayaan segitu banyak," ucap Ketua PB Jaya Raya Imelda Wiguna.
Selain dari CSR perusahaan-perusahaan yang membentuk Yayasan Pembangunan Jaya Raya, Imelda menyebut PB Jaya Raya terbuka untuk masuknya sponsor. Sejauh ini mereka punya Yonex sebagai sponsor apparel.
"Kami terbuka sebenarnya, seandainya ada yang mau gabung untuk sponsor, itu kami terima. Sebelumnya memang tidak, sekarang baru ada Yonex."
"Jadi untuk ke depannya, kami terbuka terhadap sponsor. Tetapi intinya, kami tidak mencari keuntungan," ucap Imelda.
Jaya Raya menganut sistem perekrutan atlet lewat klub-klub satelit. Mereka memberikan subsidi pembinaan pada 17 klub satelit yang tersebar di berbagai daerah.
![]() |
Atlet-atlet terbaik yang ada di tiap klub satelit akan masuk ke PB Jaya Raya.
"Saat 2014 saya menggantikan Mbak Koes [Retno Kustijah]. Kami mulai membentuk tim-tim satelit karena membayangkan klub-klub lain itu bisa ambil atlet muda di daerah. Kami mulai membiayai klub tersebut agar bisa eksis di pertandingan."
"Kami terus belajar dan banyak kegagalan. Setelah berhasil, klub-klub lain mulai mengikuti sistem satelit. Di PB Jaya Raya ini kami menerima anak-anak di usia SMP karena ketika masih SD, sebaiknya ditangani oleh klub di daerah asalnya. Jadi kalau ada pemain berusia 10 tahun yang sudah bagus di daerah, kami bantu dulu."
Imelda mengakui bahwa secara umum klub-klub di Indonesia harus menjalani pengorbanan besar untuk membina atlet dari usia muda hingga matang dan dipetik Pelatnas Cipayung.
"Dari kacamata klub, bila banyak klub yang terus membina pemain muda, dampaknya juga bagus.Semua klub berusaha membina atlet. Tujuan utama klub kan mengirim pemain ke Pelatnas, di sini juga sama," tutur juara dunia ganda campuran tahun 1980 ini.
Dana puluhan miliar rupiah yang dikeluarkan PB Jaya Raya, tidak akan kembali dalam wujud keuntungan. Namun dalam wujud lain yang lebih megah, yaitu kebanggaan.
"Saya rasa lumrah, momen kerja keras terobati ketika atlet kami juara. Pak Ciputra juga senang ketika ada atlet kami yang bisa juara Olimpiade," tutur Imelda.
Sementara itu Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin tak mau mengungkap biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pihaknya.
"Tergantung dari program. Kalau program banyak kirim turnamen apalagi di luar negeri dan luar pulau, pengeluaran akan banyak."
"Kalau kami sebut, nanti kami dikira sombong. Saya tetap tidak mau jawab itu karena nanti membuat orang lain merasa tersindir. Pokoknya tergantung bujet dari perusahaan dan sponsor," ucap Yoppy.
Sebagai gambaran, PB Djarum saat ini menaungi sekitar 140 atlet. Seluruh atlet yang bernaung di PB Djarum mendapatkan beasiswa penuh yang berarti segala keperluan tiap atlet sudah ditanggung.
Bila membandingkan dengan pembiayaan yang dilakukan oleh PB Jaya Raya, kemungkinan besar biaya operasional PB Djarum ada di kisaran angka yang sama, bahkan lebih besar mengingat mereka punya sekitar 50 atlet lebih banyak.
Yoppy menilai angka besar pembinaan yang dikeluarkan PB Djarum sejatinya bisa juga dilakukan oleh pihak-pihak lain di Indonesia.
"Pendapat orang mungkin PB Djarum duitnya banyak, pantas bisa begitu. Tetapi yang punya duit banyak di Indonesia itu tidak sedikit."
"Saya yakin banyak banget. Sebenarnya kembali lagi ke komitmen. Kami punya komitmen [untuk pembinaan badminton]," kata Yoppy.
![]() |
PB Djarum melakukan pola perekrutan atlet dengan membuka audisi umum, pemanduan bakat, dan juga kerja sama dengan klub-klub mitra.
"Saat pandemi Covid-19 kami tetap melakukan perekrutan tetapi caranya berbeda. Sebelumnya audisi umum, tetapi saat pandemi kami bergerilya."
"Kami datang ke klub mitra di beberapa tempat. Ada 19 mitra, saya tidak menyebut klub-klub tersebut sebagai satelit. Kami tidak pernah kasih uang ke klub mitra. Tapi kami beri shuttlecock, fasilitas sparring, training pelatih, dan pertandingan antarklub mitra," ujar Yoppy.
Menurut Yoppy, di balik pengeluaran besar yang dilakukan PB Djarum, ada hal-hal yang bakal membuat mereka tersenyum puas ketika kerja keras yang mereka lakukan menghasilkan. Momen ketika atlet-atlet asal PB Djarum bisa berjaya dan membawa nama Indonesia berada di podium tertinggi kompetisi tingkat dunia.
"Kompensasi yang kami terima adalah glory [kejayaan badminton Indonesia] yang tidak bisa dibeli dengan uang. Untuk membina, jangan meminta instan."
"Soal pembinaan, tidak bisa instan. Dan kami punya komitmen untuk terus melakukan itu," tutur Yoppy menegaskan.