Selama ini masih ada anggapan bahwa badminton dan sekolah tidak bisa seiring sejalan. Atlet-atlet yang ingin menjadi pemain badminton sering diyakini harus mengorbankan sekolah mereka agar bisa total mengasah kemampuan di lapangan.
Hal ini juga yang coba diperbaiki oleh PB Djarum. Setelah latihan pagi selesai, anak-anak yang berada di asrama PB Djarum akan pergi ke sekolah untuk menimba ilmu.
Sepulang sekolah, atlet-atlet PB Djarum akan beristirahat sebelum kembali memulai latihan di sesi sore hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
SGS Bandung juga melakukan hal serupa. Anak-anak yang latihan pagi akan bersekolah di siang hari dan anak yang latihan di sesi sore sudah lebih dulu sekolah di pagi hari.
"Di tempat kami ada dua, kalau sekolah pagi, nanti latihannya siang. Kalau sekolahnya siang, latihannya pagi. Pendidikan itu wajib," ujar Taufik.
PB Mutiara yang lokasi GOR milik mereka jauh dari sekolah pun berusaha untuk tetap memberikan pelajaran pada atlet-atlet binaan mereka.
"Karena dari GOR ke sekolah jaraknya tidak terlalu dekat. Kami sekolah dengan mendatangkan guru ke lokasi latihan setiap Rabu dan Sabtu."
![]() |
"Pendidikan untuk atlet tetap diperlukan sebagai modal untuk atlet itu sendiri. Karena atlet bulutangkis di Indonesia itu banyak, dan yang berhasil tentu tidak semuanya," ujar Devi.
Dengan latihan keras di lapangan badminton dan tempaan pendidikan di luar lapangan, atlet akan punya dua pegangan. Ketika pada akhirnya mimpi di badminton tidak berlanjut, mereka punya bekal pendidikan dasar untuk meneruskan ke jenjang yang lebih lanjut.