LIPUTAN KHUSUS

Daftar Masalah Pembinaan Badminton: Curi Umur Hingga Transfer Klub

CNN Indonesia
Jumat, 28 Okt 2022 14:16 WIB
Pembinaan badminton di Indonesia, dari dekade ke dekade, tidak selalu berjalan mulus. Sejumlah masalah pernah dan masih mengadang.
Ilustrasi badminton. (iStockphoto/Edwin Tan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pembinaan badminton di Indonesia, dari dekade ke dekade, tidak selalu berjalan mulus. Sejumlah masalah pernah dan masih mengadang.

Salah satu masalah klasik yang sering muncul adalah perihal pencurian umur yang memang sering terjadi di dunia olahraga Indonesia. Biasanya ini dilakukan dengan mendokumentasikan usia atlet lebih muda dibandingkan usia sebenarnya.

Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin mengakui praktek-praktek pencurian umur masih terjadi. PB Djarum bahkan pernah jadi pihak yang kecolongan dengan aksi ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pernah beberapa kali. Biasanya mencuri umur 1-2 tahun. Kami dirugikan itu. Ada yang mengubah akta [saat anaknya sudah besar], ada juga yang aktanya diubah data-nya sejak anaknya lahir," ucap Yoppy.

Misal seorang anak berusia 16 tahun, namun ia melakukan pencurian umur sehingga punya dokumen bahwa ia berumur 14 tahun. Hal itu membuat dirinya masih bisa bermain di kategori pemula, padahal seharusnya ia sudah bermain di kategori remaja.

Pencurian umur dalam dunia badminton terbilang terencana. Bahkan bila mengubah data akte sejak akte itu kali pertama diterbitkan, hal itu berarti orang tua pemain punya andil sejak awal untuk berlaku curang.

Ketua PB Djarum Yoppy RosiminYoppy Rosimin menyebut kasus pencurian umur biasanya dilakukan dengan mencuri umur 1-2 tahun. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)

"Kami tahu dari tanya ke tetangga si atlet, tetangganya ada yang bilang ternyata lahirnya tahun sekian [lebih tua dari usia yang dicantumkan]," ujar Yoppy.

Walaupun kecewa dengan masih timbulnya praktek pencurian umur, Yoppy memilih tak setuju terhadap sanksi berat dan larangan bertanding pada atlet muda yang melakukan pencurian umur.

"Saya tidak setuju karena seharusnya tidak boleh menghukum anak yang masih usia muda. Pernah dibahas di PBSI, saya mengutarakan itu tetapi PBSI sudah pada keputusannya."

"Menurut saya bila ada anak usia 15 tahun mengaku berumur 13 tahun, lebih baik dihukum dengan bermain di kategori atasnya. Misal dia jadi harus main di kategori 19 tahun [taruna]," tutur Yoppy.

Hukuman tersebut menurut Yoppy dirasa lebih adil karena tidak benar-benar mematikan kesempatan atlet untuk tetap bermain.

"Jadi dia merasakan bertanding menghadapi lawan yang tidak seumuran. Karena sebelumnya dia merasakan lawan yang usia di bawahnya, sekarang dia merasakan bagaimana saat menghadapi lawan yang lebih tua."

"Sedangkan untuk orang tua atau pelatih yang bersangkutan, hukumannya baru berupa denda," kata Yoppy.

Ketua SGS Taufik Hidayat menyebut perilaku pencurian umur ini tak lepas dari peran orang tua. Karena itu Taufik meminta orang tua untuk jujur.

"Kami punya data soal itu [identitas anak]. Tinggal dari orang tuanya saja yang harus jujur soal umur anaknya," tutur Taufik.

Ketua PB Suryanaga, Yacob Rusdianto, meyakini bahwa kasus pencurian umur saat ini sudah jauh berkurang bila dibandingkan dekade-dekade sebelumnya.

"Saya tidak berani mengatakan bahwa kasus pencurian umur ini sudah hilang, tetapi saya yakin bahwa kasus seperti ini sudah jauh berkurang. Bahkan mungkin tinggal satu persen bila dibandingkan sebelumnya," tutur Yacob.

Yacob yang juga pernah berperan sebagai pemandu bakat menceritakan bahwa banyak trik yang dilakukan oknum orang tua untuk melakukan tindakan pencurian umur.

"Ada yang melakukan kecurangan saat pendaftaran di Dinas Kependudukan. Jadi misal anaknya sudah dua tahun lahir baru dibuatkan akta. Itu berarti catatan di akta lebih muda dua tahun."

"Rata-rata menurut saya pencurian umur itu mengambil di 1-2 tahun lebih muda. Karena bila lebih dari itu, bisa kelihatan dari segi tampilan," ucap Yacob.

Curang di Perjalanan

Dengan modus memalsukan akta di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, terlihat orang tua sudah berniat sejak awal mendorong sang anak jadi atlet dengan berlaku curang.

Namun ada pula yang niat "mencuri umur" baru mencuat dalam perjalanan. Biasanya mereka menggunakan modus akta palsu atau menggunakan akta atas nama adik sang pemain yang lebih muda.

"Akta palsu itu berarti dia membeli akta dari orang yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan menggunakan akta atas nama adik, berarti dia menggunakan identitas adiknya selama bertanding. Ada kasus seperti ini dulu," ujar Yacob.

Selain itu, ada juga kasus pencurian umur yang memanfaatkan ijazah palsu. Saat itu aturan penyerahan akta kelahiran disebut Yacob tidak terlalu ketat sehingga ijazah palsu bisa ikut mendukung pelaku melakukan pencurian umur.

"Karena saat itu kadang-kadang akta hanya diminta fotokopi-nya saja. Sedangkan untuk ijazah sekolah, oknum orang tua yang nakal membeli ijazah sekolah dari sekolah-sekolah tertentu. Jadi waktu itu kami yang bertugas sebagai tim menemukan kesamaan ada beberapa atlet yang mendapat ijazah dari sekolah-sekolah tertentu saja."

"Ada juga yang domisili rumah di mana, tetapi lulusan sekolah-nya dari pulau yang berbeda. Hal ini menimbulkan kecurigaan," katanya.

Seiring kemajuan zaman, Yacob yakin bahwa praktek-praktek macam itu sudah tidak lagi marak dilakukan walaupun Yacob juga tak berani menjamin sudah benar-benar 100 persen hilang.

Sejak 2018, PBSI sudah menerapkan pendaftaran online di tiap turnamen. Karena itu, setiap atlet usia muda yang sudah punya nomor induk dan pernah mengikuti turnamen di bawah PBSI bakal punya rekam jejak yang jelas. Dengan demikian, atlet atau orang-orang di sekitar atlet tidak bisa melakukan manipulasi data di tengah jalan karena bakal terlihat keganjilannya bila merujuk rekam jejak sebelumnya.

"Sekarang entry data pemain sejak awal dilakukan. Dengan data sudah tercatat di sistem, itu berarti bila ada niat untuk kecurangan dan perubahan pasti bakal ketahuan."

"Selain itu pada Seleksi Nasional, yang dilihat bukan hanya kemampuan teknis, melainkan juga identitas yang melekat pada atlet. Apakah benar usianya seperti yang tertera di data diri mereka. Karena itu juga Seleknas melibatkan dokter," ujar Yacob.

Dalam gelaran Seleksi Nasional, PP PBSI kini telah melibatkan tim dokter yang bertugas melakukan tes forensik dan memeriksa anatomi tubuh calon pemain Pelatnas Cipayung. Mereka mencocokkan identitas usia yang tertera dengan kondisi atlet, semisal susunan gigi atlet, sesuai dengan usianya atau tidak.

Yacob pun mengimbau pada orang tua dan pelatih untuk tidak lagi melakukan praktek-praktek pencurian umur karena merugikan orang lain dan juga merugikan anak sendiri.

"Modus pencurian umur ini tentu dari orang tua atau pelatih karena atlet yang masih anak-anak pasti tidak tahu banyak. Dengan melakukan pencurian umur, andai si pelaku berprestasi, berarti merampas hak anak lain yang seharusnya mendapatkan hal itu."

"Sedangkan bagi anak yang melakukan pencurian umur, dia pasti juga tidak akan merasa percaya diri karena dia tahu bahwa ia lebih tua dari kategori usia yang ia mainkan."

Pendaftaran Pemain ke Luar Negeri

Pelatnas Cipayung bukan jalan satu-satunya untuk berprestasi. Ketika seorang atlet belum mendapat panggilan dari Pelatnas Cipayung, mereka masih bisa meniti karier secara mandiri atau lewat bantuan klub.

Namun dalam setiap upaya mendaftarkan diri ke pertandingan internasional, PBSI jadi satu-satunya jalur yang harus digunakan untuk mendaftar.

Pelatih PB Tangkas, Christian, mengeluhkan satu aturan baru yang diberlakukan tahun ini soal pengiriman pemain luar negeri. Dalam peraturan baru itu disebutkan bahwa pemain yang ingin mendaftar ke turnamen luar negeri harus memiliki ranking BWF terlebih dulu. Pemain yang tidak punya ranking harus diverifikasi terlebih dulu oleh PP PBSI.

Situasi ini kemudian jadi rumit karena justru sang pemain ingin diberangkatkan ke turnamen luar negeri demi bisa mendapat poin dan akhirnya punya peringkat dalam daftar ranking BWF.

"Atlet kami, Rafi [Zafran], kemarin kalah di semifinal Seleknas. Itu berarti dia tidak masuk Pelatnas Cipayung. Sempat dipanggil latihan bersama selama dua pekan tetapi kemudian dipulangkan ke klub tanpa ada evaluasi apapun."

"Karena kami lihat Rafi ini punya potensi dan dia siap ikut turnamen dengan biaya mandiri, maka kami berupaya mendorongnya untuk ikut turnamen di tahun ini," tutur Christian.

Tangkas lalu berusaha mendaftarkan Rafi ke sejumlah turnamen di level di bawah Super 100 yaitu kategori International Challenge, International Series, dan Future Series. Sebagai pemain yang belum punya ranking, ia harus memulai dari turnamen terbawah.

"Setiap daftar lalu ditolak. Katanya belum punya ranking BWF, tetapi ada juga pemain yang belum punya ranking bisa berangkat."

"Daftar International Challenge di Indonesia juga tidak bisa masuk. Mungkin wajar karena banyak peminat dari Indonesia. Namun ketika kami coba daftar Sydney International, ternyata juga ditolak, padahal tidak banyak atlet Indonesia yang ikut," ujar Christian.

Imelda Wiguna Pembina PB Jaya RayaImelda Wiguna menyebut bagian pendaftaran PBSI harus lebih teliti terkait pendataan dan pendaftaran turnamen. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)

Menurut Christian, hal-hal seperti ini seharusnya bisa diperhatikan oleh PP PBSI. Ketika atlet masih punya semangat juang untuk ikut turnamen, mereka harus mendukung dan memberikan ruang untuk pemain-pemain di luar Pelatnas Cipayung yang ingin aktif berkompetisi.

"Kalau setahun ini dia terus kesulitan ikut kompetisi internasional, bisa saja kan semangatnya sudah keburu hilang," tutur Christian.

Christian menyatakan PB Tangkas juga sudah mengirimkan surat ke PBSI Jakarta Selatan tempat mereka bernaung terkait kondisi ini. Christian berharap Rafi bisa ikut turnamen internasional di sisa tahun 2022.

"Kami belum coba untuk daftar di turnamen kategori Future. Kemarin kan International Challenge dan International sudah ditolak. Ini kami mau coba daftar di turnamen kategori Future," ujar Christian.



Sedangkan menurut Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wiguna, bagian pendaftaran PBSI harus berbenah karena sempat melakukan kesalahan. Atlet PB Jaya Raya yang ingin didaftarkan ikut turnamen malah tidak didaftarkan.

"Kalau tidak daftar [ikut turnamen], atlet itu tidak bisa masuk ranking [yang bagus]. Karena kalau tidak masuk ranking, ke depannya saat mau ikut turnamen yang levelnya lebih tinggi jadi masuk waiting list," ujar Imelda.

Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>

Kemelut Transfer Pemain

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER