Persipura pada periode pertama saya bergabung punya materi pemain yang bagus. Ada saya, Boaz Solossa, dan Ernest Jeremiah di lini depan. Boaz pemain yang pintar dan bagus sekali. Jeremiah juga begitu, dia pemain pintar dan kuat.
Di pertahanan ada Jack Komboy, Bio Paulin, Victor Igbonefo. Sedangkan di lini tengah diisi pemain-pemain seperti Manu Wanggai, Eduard Ivakdalam, dan David da Rocha.
Persipura masa itu tim yang bagus sekali. Kami menang terus dan jarang kalah. Bersama Persipura juga saya meraih gelar juara Liga Indonesia musim 2008/2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya saya punya kesempatan untuk dua kali jadi juara bersama Persipura tetapi justru cedera.
Apa yang saya punya di hidup ini semua berawal dari Persipura. Saya sangat hormat dengan masyarakat Papua dan tim Persipura. Di sana karier saya naik dan pindah ke Arema dapat kontrak besar di sana.
Saat bergabung dengan Sriwijaya FC saya juga dapat kontrak besar. Akan tetapi kalau bicara kontrak paling besar saya dapat saat bermain di Malaysia bersama Penang FA tahun 2015.
Saya juga punya cerita karier yang singkat bersama Persijap Jepara yang penuh kesan. Persijap tim yang memberikan saya kesempatan untuk bangkit setelah sempat menepi karena cedera tendon achilles putus.
Cedera itu membuat saya absen sekitar tujuh bulan dan menghabiskan waktu pemulihan di Brasil. Selepas pemulihan, Persijap mengontrak saya memasuki putaran kedua kompetisi tahun 2011.
![]() |
Saya kemudian main bagus di sana membantu Persijap terhindar dari jeratan degradasi. Seingat saya sekitar tujuh atau delapan gol berhasil saya cetak bersama Persijap.
Setengah musim di sana saya kembali ke Persipura. Saya berhasil meraih gelar top skor pada akhir musim ISL 2011/2012 meski Persipura gagal jadi juara.
Setelah membela Persipura di periode kedua, saya berkarier di Arema, Penang, lalu Sriwijaya. Di klub ini saya punya kesan tersendiri karena mereka yang membantu proses naturalisasi saya untuk menjadi Warga Negara Indonesia.
Saya memang punya keinginan untuk bisa menjadi WNI karena saya punya istri orang Indonesia, anak-anak saya lahir di sini, dan punya rumah juga di sini. Apalagi saya sudah lama menetap dan berkarier di Indonesia.
Saya jadi tidak perlu bolak-balik lagi ke Singapura untuk urus visa kerja. Lebih bagus lagi kemudian karena ada kesempatan membela Timnas Indonesia.
Saya dipanggil pelatih Luis Milla untuk memperkuat Timnas Indonesia tahun 2018. Ketika itu saya sudah berusia 37 tahun.
Saat pertama kali dibantu untuk menjadi WNI saya sama sekali tidak terpikir bisa membela Timnas Indonesia. Pikiran saya hanya naturalisasi agar bisa lama tinggal di sini bersama keluarga.
Makanya saya kaget ketika dipanggil ke timnas oleh Luis Milla. Sekitar satu bulan setelah dinaturalisasi panggilan untuk membela tim Garuda itu datang. Begitu panggilan datang, saya siap karena ingin membela negara ini. Saya sangat hormat dengan Indonesia.
Semua pun senang tahu saya dipanggil ke Timnas. Buat saya ini kabar yang membahagiakan karena bermain untuk negara itu jadi puncak dari mimpi seorang pesepakbola.
Keluarga, orang tua saya di Brasil pun senang mendengar kabar ini. Papa dan Mama saya sampai menangis mendengar saya dapat kesempatan membela Timnas.
Debut bersama timnas saya lakoni saat memperkuat Timnas Indonesia U-23 melawan Thailand di Stadion PTIK, Jakarta, 31 Mei 2018. Perasaan saya di momen tersebut begitu bahagia, sulit untuk digambarkan. Sebuah momen yang spesial.
Saya kemudian membela Timnas Indonesia U-23 di Asian Games 2018. Sebuah momen yang luar biasa dan unik dalam perjalanan karier saya sebagai seorang pesepak bola.
Saya tidak akan pernah melupakan momen tersebut sepanjang hidup saya. Kebahagiaan saya bertambah karena dilatih Luis Milla, pelatih yang luar biasa.
Dia pelatih pintar dan baik bukan hanya soal strategi tetapi juga soal kemampuan mengelola pemain. Sayang sekali langkah kami terhenti karena kalah adu penalti dari Uni Emirat Arab di babak 16 besar.