Jika mengacu media sosial, ada lima sosok yang dianggap layak menggantikan Mochamad Iriawan sebagai Ketua Umum PSSI saat KLB nanti.
Kelima sosok tersebut adalah Erick Thohir, Achsanul Qosasi, Ratu Tisha Destria, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Hary Tanoesoedibjo. Mereka ini diglorifikasi netizen atau warganet.
Adakah kans mereka ini menggantikan Iwan Bule? Peluang tentu saja ada, tetapi realitanya tidak demikian. Menguasai PSSI tidak semudah membentuk koloni opini di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara garis besar ada tiga kerajaan suara PSSI. Pertama Asprov PSSI (34 suara), klub Liga 1 dan Liga 2 (34 suara), dan Liga 3 bersama asosiasi lain (19 suara).
Biasanya calon Ketua Umum PSSI akan menjalin relasi ke Asprov terlebih dahulu. Menguasai Asprov sama dengan menguasai separuh kuasa federasi. Suara mereka bisa paketan.
Dengan demikian tinggal membuat kesepakatan dengan 10 klub, baik Liga 1, Liga 2, atau Liga 3. Dengan mengumpulkan 44 suara, seorang calon sudah pasti terpilih sebagai ketua umum.
![]() |
Fakta lainnya, pemilik suara PSSI nyaris tak berubah dalam satu dekade terakhir. Penguasa klub, dari Liga 1 hingga Liga 3, masih sama dan perubahannya tak sampai 20 persen.
Suara Asprov tak jauh berbeda. Kiranya lebih dari 80 persen adalah orang-orang yang sudah berkecimpung di sepak bola nasional dalam 10 tahun terakhir atau lebih.
Selanjutnya, saat kongres pemilihan, sosok yang dianggap punya integritas tak jaminan dipilih. Biasanya sebelum kongres pemilihan sudah ada koalisi untuk posisi ketua, wakil, dan Exco.
Kurniawan Dwi Yulianto misalnya adalah primadona media sosial dalam kongres 2016. Nyatanya mantan striker Timnas Indonesia itu tak dipilih satu pun voters PSSI saat kongres.
Karenanya koalisi adalah jalan sukses.