Sayangnya kesalahan memang kerap ditemukan di penampilan Timnas Indonesia sejauh ini. Bahkan Shin Tae Yong tak bisa menyembunyikan kekecewaan di pinggir lapangan.
Shin ibarat pusing tujuh keliling melihat anak asuhnya melakukan kesalahan. Salah satu hal yang membuatnya gemas adalah penyelesaian peluang. Sejak laga pertama melawan Kamboja, hingga laga terakhir bertemu Filipina, ada saja pemain-pemain yang gagal melakukan finishing ketika mendapat peluang emas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melawan Vietnam, hal ini wajib dihindari. Terlebih Vietnam punya catatan mentereng tanpa kebobolan dari empat pertandingan. Agaknya Shin dan anak asuhnya sadar betul dan paham, namun aplikasi di lapangan tak semudah mengucap kata-kata.
"Saya sudah tegaskan bahwa semifinal dan final ini bukan lagi selisih 3-4 gol lebih, tapi 1-2 gol cukup. Yang penting bagaimana kami bisa memanfaatkan peluang dengan baik atau tidak," tegas Shin ketik ditanya soal buang-buang peluang di fase grup.
Komentar Shin yang demikian bisa saja diutarakan guna menutupi kelemahan Timnas Indonesia, tetapi di sisi lain tersirat pula pandangan pragmatis pelatih asal Korea Selatan itu mengenai laga semifinal. Tak peduli mau main seperti apa, bertahan atau menyerang, yang penting cetak gol dan jangan sampai kalah.
Selama fase grup, Indonesia setidaknya menampilkan tiga performa berbeda. Tampil menyerang dengan penguasaan bola penuh, saat melawan Kamboja dan Brunei. Bermain lebih pasif ketika menghadapi Thailand, sebelum lawan mendapat kartu merah. Serta tampil terbuka saat melawan Filipina.
![]() |
Mengacu pada performa Vietnam yang biasanya tampil menyerang, ada kemungkinan Shin 'membiarkan' lawan bermain, namun bukan lantas diartikan parkir bus.
Pilihan ini penuh risiko, tetapi bisa membuka celah di area tengah dan belakang lawan. Keberadaan Jordi Amat sebagai jenderal lapangan belakang akan sangat krusial jika benar Shin memilih untuk bertahan dulu.
Lebih masuk akal jika Timnas Indonesia bermain normal, seperti kata Shin. Bermain di kandang, di hadapan suporter yang penuh semangat melihat kemenangan tim kesayangan, bisa saja skuad Garuda menunjukkan gaya seperti saat melawan Kamboja atau Brunei.
Terlebih Vietnam juga belum dalam kondisi yang ideal betul setelah Selasa bertanding dan langsung terbang menuju Jakarta. Latihan timnas Vietnam pun terkendala cuaca.
Jika memainkan gaya penguasaan bola yang maksimal, pemain dituntut tak melakukan kesalahan dalam mengalirkan bola. Hanya saja, seperti halnya finishing yang buruk, pemain-pemain Timnas Indonesia juga beberapa kali kedapatan salah umpan yang bisa memancing lawan membuat huru-hara di lini belakang.
Vietnam, bagaimanapun memiliki kualitas dan level di atas Kamboja, Brunei, dan Filipina. Melawan tiga negara tersebut, Indonesia masih melakukan kesalahan.
Demi mengalahkan Vietnam, yang merupakan tim hebat, Indonesia wajib bermain lebih dahsyat dan kuat.
Untuk menjadi juara, sebuah kesebelasan wajib mengalahkan lawan yang lebih baik. Tak ada tim pemenang yang mendapat trofi dengan sekadar menang lawan skuad ecek-ecek.
Dua laga semifinal jadi pembuktian. Jika menang, maka Indonesia pantas disetarakan dengan Vietnam. Sementara kekalahan menunjukkan level kita belum sampai situ. Belajar lagi, latihan terus.
(har)