Monumen atau museum itu juga, kata Dyan, bisa menjadi cambuk bagi Indonesia dan dunia, agar kejadian serupa tak lagi terulang di masa depan.
Pasalnya, peristiwa maut Kanjuruhan menjadi tragedi sepak bolah terbesar kedua di dunia. Setelah Estadio Nacional Disaster yang menewaskan 328 korban, pada 1964 silam.
"Menumen dan museum itu bisa dijadikan pengingat agar jangan sampai ada kasus seperti ini lagi di Indonesia maupun di dunia, karena kasus ini menjadi kedua terbesar di dunia," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, Aremania juga tak menolak adanya stadion baru. Mereka mempersilakan stadion itu dibangun di area sekitar Kanjuruhan, tapi bukan di atas stadion lama.
"Kami tidak menolak adanya stadion baru, tapi tidak di Stadion Kanjuruhan," katanya.
Bila pemerintah mau membangunnya, Dyan berharap stadion baru itu dibuat dan berdiri sesuai standar keamanan dan keselamatan FIFA.
Hal itu, kata dia, sebagaimana temuan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, yang telah mengaudit 22 stadion di Indonesia usai Tragedi Kanjuruhan.
"Pasca tragedi [Kanjuruhan] kemarin, kan disurvei Menteri PUPR, ternyata ada 22 stadion di Indonesia yang tidak berstandar internasional atau FIFA," ucap Dyan.
"Kami berharap Bapak Presiden Jokowi membangun yang sesuai [standar FIFA], tapi itu terserah, monggo kami pasrahkan, yang penting tidak di Stadion Kanjuruhan," kata Dyan menambahkan.