TESTIMONI

Kas Hartadi: Latihan Bak Kuli Borongan demi Emas SEA Games 1991

Kas Hartadi | CNN Indonesia
Rabu, 19 Apr 2023 19:00 WIB
Kas Hartadi menceritakan perjuangan para pemain dan latihan super berat saat membawa Indonesia merebut medali emas SEA Games 1991 di Filipina.
Kas Hartadi sukses sebagai pemain dan pelatih. (Dok Kas Hartadi)

Kesuksesan saya bisa menjadi pemain Timnas Indonesia itu dilalui lewat proses panjang. Pertama kali saya main bola sekitar umur delapan tahun dengan gabung sebuah tim kalau sekarang mungkin kaya SSB. Kalau dulu itu semacam latihan kayak private tapi untuk pemantapan teknik-teknik dasar gitu, namanya Adidas Solo.

Saya latihan di situ dari kelas 3 SD sampai saya lulus SMP. Jadi enam tahun saya belajar teknik dasar. Kita latihan di lapangan samping pacuan kuda. Kami latihan kontrol, passing, dribbling, dan juggling. Dari enam tahun itu saya merasakan teknik dasar yang kuat.

Tapi dulu saya dikenal spesialis lari cepat dan crossing. Saya punya keunggulan lari cepat dan crossingnya yang mematikan, jadi dikasih julukan Si Kijang. Saya dikasih julukan itu dari koran yang ditulis wartawan olahraga Sumohadi Marsis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah lulus SMP, saya masuk ke Diklat Salatiga 1984 setelah ditemukan oleh seorang pencari bakat waktu dia memantau kejuaraan antarprovinsi. Saya di Diklat Salatiga selama 2 tahun kemudian dipindah ke Diklat Ragunan. Waktu di Diklat Ragunan saya satu kelas dengan Rexy Mainaky, Iwan Setiawan, Bonggo Pribadi dan lain-lain.

Kemudian tahun 1987 setelah lulus SMA saya masuk klub Krama Yuda Tiga Berlian. Saya jadi pemain paling muda di Krama Tuda karena masih 19 tahun. Lalu 1988 saya dipanggil untuk membela Timnas Indonesia U-19 untuk ikut kejuaraan junior di Jerman. Setelah dari Jerman saya langsung dipanggil ke tim PSSI Garuda 2 untuk pra Olimpiade. Lalu setelah itu masuk lagi ke timnas SEA Games tahun 1990-1991.

Sepulang dari SEA Games, klub Krama Yuda bubar pada 1991. Saya gabung ke Arseto Solo dan juara lagi. Habis itu saya cedera lutut sampai harus operasi. Akibatnya saya harus istirahat selama satu tahun. Pada 1992 saya pindah ke Gelora Dewata, Bali. Kemudian 1993 saya gabung ke tim BPD Jateng yang ikut Galatama.

Setelah itu 1994 saya ke Persikabo, lalu 1995 saya ke Persid Jember. Terakhir saya main di Persisam Samarinda 2003. Habis itu pensiun. Saya memutuskan pensiun karena usia dan sudah cedera juga. Jadi di usia sekitar 36 tahunan saya terakhir main bola.

Kemudian mulai 2005 saya melatih tim akademi di Sekayu sampai 2009. Nah waktu 2007 dan 2009 saya sempat bawa Timnas Indonesia U-13 ikut turnamen di Malaysia. Meski melatih timnas, tapi bagi saya belum menjadi pelatih timnas yang saya cita-citakan. Karena cita-cita saya itu minimal bisa melatih Timnas Indonesia U-19 atau SEA Games.

Dari Sekayu, pada 2009 saya disuruh pegang Sriwijaya U-21, saat itu saya sudah punya lisensi B nasional. Kemudian 2010 saya diminta untuk menjadi asisten pelatih Ivan Kolev di Sriwijaya FC senior. Waktu itu saya juga sudah punya lisensi A nasional. Pada musim berikutnya 2011 saya dipercaya pegang tim Sriwijaya FC senior dan langsung juara. Saya jadi pelatih Sriwijaya FC sampai 2013.

Setelah itu pada 2014 saya ke Persikabo. Pada 2015 saya sempat latih Cilegon United, tapi kompetisinya tidak jadi digelar. Kemudian 2016 saya di Persik Kediri tampil di ISC B.

Pada 2017 saya dikontrak Kalteng Putra, pada tahun kedua di sana saya berhasil bawa promosi dari Liga 2 ke Liga 1. Kemudian 2019 saya balik lagi ke Sriwijaya FC. Di 2020 waktu pandemi saya ke Dewa United. Pada 2021 saya berhasil bawa Dewa United promosi dari Liga 2 ke Liga 1.

Sekarang saya sudah punya lisensi A AFC Pro, tapi masih ada tiga modul lagi yang harus diselesaikan hingga tahun depan.



(rhr/rhr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER