Bermain di kompetisi tertinggi membuat nama saya mulai dikenal para pelatih. Saya juga masuk skuad Piala Tiger 2000 yang saat ini berganti nama jadi Piala AFF.
Piala Tiger 2000 jadi salah satu momen terbaik yang tidak akan terlupakan. Ada cerita menarik di sana.
Semula saya kecewa berat mendengar pengumuman bahwa saya dicoret dari Timnas Indonesia karena saat itu jujur persaingan di lini depan berat sekali. Ada Kurniawan, Miro Baldo Bento, Rochy Putiray, Seto Nurdiantoro, Bambang Pamungkas, dan saya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya memutuskan pulang kampung dulu ke Salatiga. Tapi di tengah perjalanan saya di telepon asisten pelatih kalau dipanggil balik ke Timnas.
Saya minta restu orang tua di kampung, langsung balik lagi ke Jakarta. Ternyata saya terpaksa dipanggil lagi karena Rochy dan Bambang berhalangan hadir.
Rochy tak mendapat izin dari klubnya saat itu, Instant Dict [Liga Hong Kong]. Sementara Bambang Pamungkas sedang mendapat kesempatan trial di klub Belanda, EHC Norad.
![]() |
Saya sadar bakal diproyeksikan sebagai cadangan Kurniawan dan Miro Baldo. Tapi saya berhasil membuktikan si pemain buangan jadi top skor dengan koleksi lima gol.
Yang paling saya ingat saya sukses mencetak dua gol penting saat menghadapi Vietnam di semifinal. Saya bawa Indonesia unggul 1-0 sebelum disamakan Vietnam.
Seto Nurdiantoro kemudian kembali membuat Indonesia unggul 2-1 namun mampu disamakan Vietnam di menit akhir untuk memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.
Beruntung saya berhasil cetak gol di menit-menit akhir babak kedua extra time untuk memastikan kemenangan Indonesia 3-2. Sayang kami kalah telak 1-4 dari tuan rumah Thailand di partai puncak.
Karier saya di klub ikut naik setelah pulang dari Tiger Cup 2000. Saat itu usia saya 22 tahun dan merasakan itu sebagai salah satu momen terbaik di awal karier profesional saya. Maka itu saya mulai menggunakan nomor punggung 22 sebagai pengingat momen indah tersebut.
Di tahun yang sama, saya terima tawaran pindah ke Persija meski sempat bermasalah dengan Persijatim. Alhamdulillah saya langsung merasakan gelar juara Liga Indonesia 2001 bersama Persija.
Saya kembali mendapat kepercayaan membela Timnas Indonesia di Piala Tiger 2002. Pada edisi ini Bambang Pamungkas yang jadi top skor dengan torehan delapan gol, sementara saya cuma bikin satu gol karena sempat kartu merah juga di babak penyisihan grup.
Beruntung saya masih dipercaya tampil sebagai starter di final melawan Thailand. Ini juga salah satu momen tak terlupakan dalam karier saya di Timnas Indonesia.
Saat itu kita tertinggal 0-2 di babak pertama dari Thailand, kemudian Yaris dan saya berhasil menyamakan kedudukan jadi 2-2 hingga waktu normal berakhir.
Ada cerita aneh juga di momen ini. Sebelum pertandingan saya sempat bilang ke Yaris: "Kamu cetak satu gol, saya juga satu". Padahal cuma ngucap, eh terbukti kejadian. Ajaib juga kalau dipikir-pikir.
Namun, skor tak berubah di masa perpanjangan waktu dan pertandingan pun harus berlanjut ke babak adu penalti.
Jujur saat itu pelatih Ivan Kolev menunjuk saya sebagai salah satu algojo adu penalti. Saya menolak karena sudah sempat keram di babak tambahan waktu.
Posisi saya akhirnya digantikan Firmansyah yang kebetulan gagal cetak gol. Indonesia akhirnya kalah 2-4 di babak tos-tosan dan kami kembali pulang dengan status runner-up.
![]() |
Pada 2002 saya meninggalkan Persija untuk gabung dengan Persikota Tangerang arahan Rahmad Darmawan. Dua tahun kemudian saya pindah ke Persebaya Surabaya untuk berduet dengan Kurniawan dan berhasil mencicipi gelar juara Liga Indonesia lagi. Ini gelar liga kedua saya setelah sebelumnya sukses bersama Persija.
Dari Persebaya saya mulai akrab gonta-ganti klub. Kebanyakan orang mungkin mencap saya sebagai pemain tidak setia. Padahal saya pilih pindah-pindah klub demi keberlangsungan karier saya.
Jadi saya sadar kelebihan dan kekurangan saya sebagai pemain bola. Saya hanya bisa bermain sebagai striker dan tak bisa main sama baiknya di posisi lain. Itu yang membuat saya memilih pindah kalau posisi saya sebagai striker mulai terancam pemain asing.
Setelah dari Persebaya saya sempat membela Arema Malang, Persib Bandung, Persitara, Pelita Jaya Bandung, Persiba Balikpapan, Persijap Jepara, hingga akhirnya pensiun di Persikota pada 2012.
Kini saya beralih profesi jadi staf pelatih dan saat ini bertanggung jawab sebagai asisten pelatih Bhayangkara FC. Saya ingin terus belajar dan meningkatkan pengalaman saya untuk melatih agar suatu saat kelak bisa berkesempatan melatih Timnas Indonesia.
Mimpi terbesar saya saat ini bisa terus berkarier sebagai pelatih klub dan mendapat kesempatan melatih Timnas Indonesia. Saya ingin membayar apa yang belum pernah saya berikan dulu, yakni gelar juara untuk Garuda.
(jun/jun)